Lihat ke Halaman Asli

Bercontoh pada Mahyuddin, Kandidat Penerima Kalpataru dari Gayo

Diperbarui: 3 April 2016   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Seperti Polisi Hutan, Mahyuddin patroli saban hari di hutan buatannya. (foto : Khalisuddin)"][/caption]KAGET terkagum-kagum saat berada di areal hutan buatan seluas 14 hektar di perbukitan Kampung Pepalang milik sang sosok tua Mahyuddin Aman Rusydi, warga Gelelungi Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah, terpaut 12 kilometer dari kota Takengon.

Ya, faktanya seperti itu, sejauh ini banyak yang mengklaim atau diklaim sebagai aktivis lingkungan namun kesulitan saat diminta menunjukan bukti setara dengan hebatnya karya Mahyuddin Aman Rusydi ini.

Selaku awak media sempat juga merasa kecolongan, Mahyuddin luput dari liputan. Padahal dia sudah menanam ribuan pohon secara swadaya sejak 1984 dan berhasil menumbuhkan ribuan tegakan berbagai jenis pohon.

Syukurlah, ada kesempatan tanpa sengaja menyambangi hutannya atas jasa Subhan,Hut, Kabid Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) di Kantor Kebersihan, Pertamanan dan Lingkungan Hidup Kab. Aceh Tengah yang meminta saya menemani tim verikasi calon penerima Kalpataru tingkat Provinsi Aceh dari Bapedal Aceh.

Sedikitnya ada 11.000 tegakan pohon pinus, 100o pohon Jabon, 400 pohon Alpokat, 1000 pohon durian, berbilang kopi Robusta, jambu Taiwan dan lain-lain telah tumbuh subur di lahan milik pria gaek kelahiran kampung Kenawat Lut tahun 1941 ini yang di beli setapak demi setapak dan telah menguras uangnya ratusan juta Rupiah. Belum termasuk biaya pembersihan lahan, bibit, penanaman dan perawatan.

"Ini ada 2 hektar lagi baru saya beli Rp. 100 juta beberapa bulan lalu. Saya bingung bagaimana menanamnya dengan pohon," ujar Aman Rusdy saat menunjuk salahsatu sudut lahan kosong yang disesaki semak belukar.

Dia seperti menyesali sudah terlalu tua memulai menanam pohon di lahan tersebut. Memikirkan dana yang dia belum tau akan diperoleh dari mana. "Mudah-mudahan saya akan temukan caranya nanti, ada kemauan pasti ada jalan," ujarnya.

Untuk merawat pohon-pohon tersebut, Aman Rusydi mesti merogoh Rp.13 juta setidaknya per 6 bulan untuk membabat semak belukar. "Saya mempunyai beberapa rumah di Gelelungi yang saya sewakan, dari uang itulah saya peroleh biaya perawatan pohon-pohon ini," ungkap ayah 4 orang anak ini.

Lain itu, dia memiliki perkebunan alpukat seluas 10 hektar di Wih Terjun Wih Ilang, sekira 12 kilometer dari tempat tinggalnya di Gelelungi. Lumayan penghasilan dari kebun yang sudah dikelola salah seorang anaknya tersebut. dari 600 pohon Alpokat yang berusia 15 tahun dihasilkan 30 ton pertahunnya.

Lalu apa motivasinya melakukan penanaman pohon yang dinilai orang awam tidak ekonomis jika dibanding kopi. Aman Rusydi mengaku terinspirasi dari amanah ibu gurunya saat duduk di SMP 1 Takengon. Nama guru tersebut Nursiah pernah mengajarkan tentang pentingnya tegakan pohon untuk kehidupan terutama sebagai sumber air dan pencegahan bencana alam, longsor dan banjir bandang.

"Persawahan di sekitar tempat ini luas sekali, saya khawatir suatu saat akan kekurangan air. Selain itu juga untuk mencegah terjadinya bencana alam yang membahayakan pemukiman warga kampung Pepalang," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline