Lihat ke Halaman Asli

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

Diperbarui: 27 Agustus 2023   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rokok merupakan salah satu hasil dari proses produksi dari hasil tanaman tembakau yang membuat orang bisa sampai kecanduan. Industri rokok saat ini terus berkembang yang dapat menghasilkan berbagai cita rasa dengan beragam merk yang semakin menjadi daya tarik bagi penikmat rokok. Pengertian pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.Obyeknya adalah konsumsi rokok. Konsumsi rokok dalam hal ini adalah sigaret, cerutu dan rokok daun. Dikecualikan sebagai obyek pajak rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai. Pajak Rokok memiliki Dasar Pengenaan Pajak yang berbeda dengan cukai tembakau, dimana Dasar Pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. 

Sedangkan Dasar pengenaan Cukai tembakau adalah Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran. Pajak rokok yang merupakan pajak daerah (pajak propinsi) sebagaimana pajak pada umumnya, mempunyai fungsi budgeter dan fungsi reguler. Pajak daerah sebagai salah satu sektor Pendapatan asli daerah memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah. 

Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, seperti diuraikan di muka pemerintah propinsi mendapatkan satu jenis pajak baru yaitu pajak rokok. Penetapan pajak rokok sebagai pajak propinsi bertujuan agar pemerintah daerah propinsi, pemerintah kabupaten/kota menjalankan otonomi secara lebih nyata, dinamis dan bertanggung jawab serta dalam rangka perluasan PAD agar daerah tidak bergantung pada pemerintah pusat. 

Tujuan pokok penerapan Pajak Rokok ialah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok yang ada. Penerapan Pajak Rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Penerimaan Pajak Rokok dialokasikan untuk mendanai bidang pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan) dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan mengajak masyarakat peduli tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok itu sendiri. Penyakit yang disebabkan rokok adalah jenis penyakit yang paling banyak menghabiskan anggaran BPJS Kesehatan. 

Pada dasarnya upaya menggali dana pajak rokok dan cukai hasil tembakau untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan ibarat pemerintah mendorong rakyat agar sakit karena rokok. Meskipun begitu, alokasi pajak rokok atau cukai hasil tembakau untuk BPJS Kesehatan sebenarnya bisa dimengerti. Sebagai barang kena cukai, sebagian dananya layak dikembalikan untuk menangani dampak negatif rokok. 

Dapat dinilai bahwa alokasi pajak rokok dan cukai hasil tembakau untuk menutup defisit BPJS Kesehatan dapat menimbulkan sesat pikir di masyarakat. Kemudian keputusan pemerintah yang mengalokasikan pajak rokok dan cukai hasil tembakau untuk menutup defisit BPJS Kesehatan telah membuat para perokok merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan, seorang ketua sebuah organisasi kepemudaan sampai mengeluarkan pernyataan untuk mengajak masyarakat agar terus merokok guna membantu pemerintah. 

Apabila pemerintah tergiring pada pemikiran sesat untuk meningkatkan produksi rokok, ia menilai sama saja pemerintah berharap angka kesakitan masyarakat akibat dampak negatif rokok semakin tinggi. Oleh karena itu, alih-alih meningkatkan produksi rokok, pemerintah justru harus menekan produksi rokok, terutama dari industri skala besar. Pemerintah harus berani melakukan moratorium produksi rokok.

 DAFTAR PUSTAKA Heriani, F. N. (n.d.). Retrieved from hukumonline.com: https://www.hukumonline.com/berita/a/beginilah-pro-kontra-penggunaan-pajakrokok-untuk-bpjs-kesehatan-lt5ba8d6fd841c9 

Ispriyarso, B. (2018). Fungsi Reguler Pajak Rokok Di Bidang Kesehatan Masyarakat dan Penegak Hukum. Jurnal Ilmiah Masalah-Masalah Hukum, 228-240.

 Susiani, D. (2018). Fungsi Reguler Pajak Rokok Di Bidang Masyarakat dan Penegak Hukum. Jurnal FISHUM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline