Sejak tahun 2014, Pertamina tercatat telah melakukan penggantian direktur utama dan jajaran direksinya sebanyak tiga kali dalam kurun waktu kurang dari 4 tahun. Pergantian terakhir terjadi saat Elia Massa Manik, dirut Pertamina yang diangkat pada tanggal 16 Maret 2017 dan baru memegang estafet kepemimpinan selama 13 bulan lantas digantikan oleh Nicke Widyawati per 29 Agustus lalu.
Penggantian ini merupakan yang paling cepat dalam 15 tahun terakhir. Jika dirunut ke belakang, Widya Purnama menjadi orang nomor satu di Pertamina dari 2004 -- 2006. Ari Soemarno yang menggantikannya pada 8 Maret 2006 bertahan hingga 5 Februari 2009. Bahkan, Karen Agustiawan menduduki Direktur Utama Pertamina sepanjang pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai 5 Februari 2009 - 1 Oktober 2014.
Secara hukum pemerintah memiliki tiga hak atas Pertamina, salah satunya yakni berhak mengganti dewan direksi Pertamina melauli RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
RUPS sendiri adalah organ Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi yang memenuhi syarat kuorum dan diselenggarakan oleh Direksi atas permintaan Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham yang mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dalam rangka mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan dan/atau untuk pengambilan keputusan atas hal-hal yang kewenangannya tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
Karena PT Pertamina merupakan BUMN yang 100% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Kuasa Pemegang Saham, maka hanya Pemerintah-lah yang berkuasa mengganti Direksi PT Pertamina.
Adapun cara dari penggantian dirut Pertamina telah diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau disingkat UUPT mengenai penggantian atau pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris yang diatur dalam Pasal 105 dan Pasal 119.
Dalam pasal 105 ayat (1) dikatakan bahwa anggota Direksi maupun Dewan Komisaris dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan menyebutkan alasannya.
Dari dokumen legal formal tersebut pemberhentian dirut dan dewan direksi Pertamina terlihat sangat fair. Namun bila ditilik faktanya, beberapa prestasi dirut terdahulu bisa terbilang sangat baik. Adapun prestasinya antara lain adalah.
Dirut Dwi Sutjipto :
- Pembubaran Petral
- Peluncuran Pertalite
- Revitalisasi Kilang Minyak
- BBM Satu Harga
- Pertama kalinya Pertamina mengalahkan Laba Petronas tahun 2016
Dirut Elia Massa Manik :
- CEO BUMN Terbaik Pertama untuk kategori Visioner Anugerah dalam BUMN Awards 2017 yang ke-6
- Road Map Pertamina 15 tahun ke depan
- Penerapan BBM satu harga di 73 titik
- Mengambil alih beberapa Blok Migas habis kontrak.
Dari sederet prestasi tersebut, dirut Dwi Soetjipto dicopot karena alasan tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan kurang koordinasi dengan wakil dirut.
Sedangkan Elia Massa Manik dicopot dengan alasan insiden tumpahnya minyak mentah di balikpapan, harga BBM, kelangkaan premium dan pembentukan holding BUMN. Lantas apakah benar penggantian dirut tersebut didasarkan pada suatu alasan yang kuat tanpa mempertimbangkan sederet prestasi yang telah dicapai?
Padahal bila kita kembali lebih jauh dan membahas seputar Visi Pertamina yakni Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia dan misi nya yakni Menjalankan Usaha Minyak, Gas, Serta Energi Baru dan Terbarukan Secara Terintegrasi, Berdasarkan Prinsip-Prinsip Komersial Yang Kuat, bagaimana mungkin Pertamina bisa menjadi perusahaan energi kelas dunia bila dewan direksi dan direktur utamanya tidak bisa menjalankan tugas dengan baik karena masa jabatan yang begitu singkat?