Oleh : Haqiqotullahil Kholidah
Baru-baru ini penulis (saya) dan sebagian besar rakyat Indonesia dibuat terbelalak karena aksi korupsi masal oleh 41 anggota DPRD Kota Malang. Tak hanya itu, berbagai kasus korupsi yang berhasil mengkerdilkan nasib kesejahteraan bangsa Indonesia, membuat hati kecil saya miris.
Sebab, akibat dari tindakan tidak terpuji tersebut, banyak pejabat - pejabat lain yang tak lagi pikir panjang untuk melakukan hal tidak terpuji yang sama, sejumlah bahkan sebagian besar rakyat Indonesia harus tenggelam dalam laut kemiskinan, tidak sedikit anak bangsa yang terpaksa melupakan cita-cita tinggi mereka serta melumpuhkan semangat belajar mereka karena tajamnya biaya pendidikan yang mencekik perekonomian mereka, terlebih lagi tak ada apresiasi khusus dari para yang terhormat kepada mereka yang menjulangkan cita-cita mereka untuk bangsa.
Dan masih banyak lagi permasalahan - permasalahan yang terjadi di negara kita tercinta akibat dari kerakusan - kerakusan mereka yang merasa terhormat yang duduk di kursi negara dan memakan habis hidangan - hidangan yang ada.
Mengetahui hal tersebut di atas, sebenarnya ada pertanyaan penting yang perlu di jawab secara sadar oleh hati kecil kita masing - masing. Apa pertanyaan itu? Yaitu, "Akankan kita, apabila berada di posisi yang memiliki kuasa, memiliki kesempatan, juga melakukan tindakan korupsi sebagai salah satu contoh perilaku tidak terpuji ?" karena kejahatan itu terjadi karna ada dukungan situasi. Jangan - jangan kita yang pandai berkomentar akan biadabnya tindakan korupsi, justru akan melakukan hal yang sama (korupsi) ketika berada pada posisi yang penuh akan sesuatu yang dapat menghijaukan mata dan meneteskan air liur?
Mari kita renungkan bersama. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya mari kita sadarkan hati, pikiran, dan hati nurani kita. Ketika telinga kita mendengar kabar, " si pejabat X di tangkap KPK karena terbukti melakukan korupsi sebesar 500T" , lalu apa yang terlintas dalam fikiran kita? Survey membuktikan, sebagian orang akan berfikir, A : "saya benci dia karna sudah banyak uang rakyat yang dia habiskan". Sebagian orang juga akan berfikir, B : "saya benci dia, karena sudah ia hilangkan moralnya, lemah imannya, tak berhati nurani, dan tak berakhlak.
Maka, pemulis berpendapat bahwa orang yang terlintas dalam fikirannya sesuai dengan contoh A, maka ia cenderung akan melakukan tindakan korupsi jika berada pada posisi yang memungkinkan. Sebaliknya, orang yang terlintas dalam fikirannya seperti contoh B, maka ia cenderung untuk menghindari perilaku tidak terpuji tersebut.
Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah penting seberapa banyak kekayaan negara yang hilang karena kasus korupsi, tapi yang lebih penting adalah seberapa lemah keimanan, moral dan alhlak pada setiap individu sehingga terjadi banyak sekali kasus korupsi yang mewabah di negara kita tercinta, Indonesia.
Semoga tulisan tak elok ini dapat menyadarkan diri saya dan juga pembaca sekalian akan pentingnya iman yang kuat, serta tingginya moral dan akhlak dalam diri kita masing - masing. Agar kita dapat membuka mata hati kita yang dapat memandang lebih jauh daripada penglihatan secara kasat mata, dan agar kita dapat menjaga diri kita dari perbuatan - perbuatan yang dapat merugikan orang lain, utamanya diri kita sendiri.
Tentunya, semoga setelah pemulis menulis tulisan ini, dan setelah pembaca membaca artikel ini, dapat membangkitkan semangat kita untuk lebih menguatkan iman, memperbaiki akhlak dan moral. Karena dengan teguhnya iman, tingginya akhlak dan moral, dengan sendirinya kita akan selalu berusaha untuk menghindar dari segala perbuatan tercela. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H