Lihat ke Halaman Asli

Khairu Syukrillah

Aceh | khairuatjeh@gmail.com | IG @khairusyukrillah

Menyoal Sikap NU & Muhammadiyah Jelang Pilpres 2024

Diperbarui: 5 Juli 2023   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bendera NU-Muhhamadiyah (sumber: Muhammadiyah.or.id) 

Jelang Pilpres 2024 mendatang, sikap dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU & Muhhamdiyah dinilai patut untuk dijadikan penentu mengrucutnya koalisi siapa capres dan cawapres yang akan diusung, meskipun kedua ormas ini telah menyatakan sikap masing-masing beberapa waktu lalu di media.

Nahdlatul Ulama (NU) misalnya, organisasi ini selalu dilirik oleh para politisi jelang pemilu presiden setiap masa, begitu juga jelang 2024 mendatang. Bahkan, dalam salah satu wawancara oleh media Kompas TV, K etua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan terkait sikap PBNU jelang 2024 mendatang. 

Gus Yahya mengatakan bahwa semua orang berhak untuk menjadi calon, dan PBNU terbuka akan hal itu, namun PBNU tidak akan bisa diperalat sebagai senjata politik. "Ya, kita sih terbuka saja. Silakan, semua orang berhak untuk menjadi calon. Tapi kita tidak mau NU ini diperalat sebagai senjata politik," jawab Gus Yahya, dalam tayangan Eksklusif Gus Yahya Jelaskan Sikap Politik NU Jelang 2024 diakses NU Online.

Namun hal tersebut berbeda dengan pernyataan Ketua PBNU Fahrur Rozi yang mengatakan, pihaknya tidak akan memihak atau bersikap netral dalam pilpres mendatang. "PBNU tak akan ambil bagian dalam kompetisi pilpres namun berada di posisi netral," kata Gus Fahrur mengutip dari Kompas.com.

Sementara disisi lain, Salah satu isu strategis yang dibahas pada Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48 salah satunya adalah soal sistem Pemilu dan suksesi kepemimpinan di 2024 nanti. Hal tersebut dikuatkan dengan statmen Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Muti dalam acara Mata Najwa Merawat Indonesia yang mengatakan bahwa fanatisme buta bisa tumbuh subur di iklim politik yang demokratis seperti Indonesia. Muti kemudian menyarankan agar segenap pihak dalam menyikapi tahun politik 2024 tidak perlu fanatik terhadap pilihan politik. Menurutnya, fanatisme hanya akan merugikan terhadap kualitas moral dan nalar anak bangsa."Jangan terlalu fanatik dengan pilihan politik karena menurut orang Jawa, politik itu sudah pol tapi masih bisa diutak-atik. Jadi kelihatannya sudah mentak, tapi sebenarnya masih bisa melakukan perubahan-perubahan," menurut Muti.

Dengan demikian, dari pernyataan sikap para pengurus NU & Muhhamdiyah, tidak mengunci jawaban pasti apakah netralitas tersebut menjadi sebuah acuan, perkubuan dari kedua ormas besar ini juga belum mengerecut, yang artinya masih saja bisa terjadi terhadap keberpihakan capres dan cawapres pada pemilu 2024 mendatang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline