Ayat-Ayat sang Tuhan terdengar indah nan merdu diujung menara yang terus menerus dilantunkan dan tak tergerus oleh hingar bingar jalanan nan ramai.
Diselingi takbir bersautan tak henti pertanda akan datangnya purnama kedua dengan ciri khas sebagai bulan kemenangan.
Detik demi detik, mengawali pergantian waktu yang perlahan terlewati dan tak akan bisa dinego untuk terulang.
Bulan penuh pengampunan telah diujung harapan, kegembiraan untuk menyambut purnama kemenangan juga telah diujung pandangan.
Namun, tetesan air mata seakan tak mampu terbasuh oleh waktu untuk melepas bulan yang penuh rindu.
Lantas aku mencoba bertanya pada diri dan terus dihantarkan melalui doa, akankah bulan penuh keberkahan itu kembali dipertemukan dan dijalani ditahun-tahun kemudian? Entah lah, Tuhan memang maha asyik dalam mengatur jadwal.
Kegundahan akan kerinduan pada bulan yang penuh pengampunan terus tak tertahan, detik demi detik pun terus berputar tak ternegokan bagaikan putaran dosa yang tak lagi mampu tertuliskan oleh tangan-tangan bukan Tuhan.
Dengan tangan menengadah, mata terpejam dan wajah tertunduk, aku pun hanya mampu menuai doa, 'Tuhan, dipenghujung bulan berkah yang engkau amanahkan, ampuni dosa-dosa yang tak lagi terhitung pada alat hitung dunia MU tuhan, pertemukan kembali bulan penuh ampunan ini pada purnama di kemudian'.
Brebes, 23 Mei 2020
KBC-24 | Kompasiana Brebes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H