Detik demi detik, seluruh waktu bergumun menjadi sebuah putaran yang tak akan terhenti, begotu juga sebuah harapan dari kiasan-kiasan yang tak tergambarkan.
Disudut dinding yang gelap, terdapat pintu yang selalu setia beriring dengan sang jendela walau keduanya tak saling tatap namun beriringan.
Berwarna gelap namun tidak hitam pekat, berwarna cerah namun sedikit gelap. Kadar yang terkadang tak tentu arah.
Kiasan-kiasan yang tak beriringan pun tetap berjalan, bagaikan doa untuk sebuah renungan yang tak berujung.
Ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang hidup dan bahkan juga ada yang mati. Semua silih berganti bagaikan aliran air yang selalu mengalir melewati bebatuan yang menetap tak berbuat.
Renungan yang terus tergambarkan dan renungan yang terus terkikis oleh waktu namun tak akan pernah hilang oleh ruang bagaikan dua sudt yang terus melengkapi walau tak pernah bergeser untuk sekedar mengurangi senti.
Sudut tetap sudut yang yang tak akan pernah berubah menjadi sebuah oval bahkan lingkaran. Persegi yang dimenangi oleh sudutpun tak akan egois untuk merubah menjadi oval dengan menghilangkan kebijakan keegoisan matematika.
Untuk sebuah renungan tanpa keegoisan.
KBC-24 | Kompasianer Brebes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H