Lihat ke Halaman Asli

Khairu Syukrillah

Aceh | khairuatjeh@gmail.com | IG @khairusyukrillah

Perlu "The Avengers" Sosialis dalam Mengelola Hutan?

Diperbarui: 14 Januari 2020   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Mengutip pernyataan dari Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc bahwa "Dunia telah kehilangan spiritnya ketika paradigma pembangunan sumber daya alam hutan dilaksanakan dengan cara memisahkan hutan dengan masyarakat. Sejatinya, hutan dan manusia / masyarakat / rakyat tidak dapat dipisahkan". 

Hal ini sangat sesuai dengan kondisi hutan yang ada saat ini. Menurut  data dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah IX Jawa-Madura pada tahun 2012 hanya seluas 129.600,71 km2 (12.960.071 ha) dan kawasan hutan di Pulau Jawa seluas 3.135.648,7 ha dikelola oleh Perum Perhutani. Kondisi saat ini bahkan tidak sampai 30% dan laju kerusakan hutan atau deforestasi telah menjadi persoalan serius. 

Kondisi seperti ini memang bukan lagi menjadi hal yang asing, perlu adanya sebuah taktis baru dalam pengelolaan hutan khususnya hutan Jawa. Bukan hanya sebatas mentah diatas meja rapat yang berujung sebuah program diskusi didalam hotel mewah, melainkan aksi langsung yang harus mengena. 

Jika selama ini masyarakat atau petani sekitar hutan hanya dilibatkan dalam konteks kemitraan untuk sekedar berbagi hasil yang nihil, perlu dilakukan sebuah gebrakan bahwa rakyat sebagai Tangan Kanan Tuhan untuk dilibatkan dalam mengelola hutan. 

Meskipun para petani ini bukan bagian dari forester sejati yang terlahir dari kampus yang beralamamater, melainkan forester yang telah hidup bergenerasi dipinggiran kawasan hutan.

Perlu "THE AVENGERS" Sosialis dalam Tata Kelola Hutan

Perlukah The Avengers dalam mengelola hutan kita? pertanyaan yang menggelitik muncul karena sikap apatis terhadap para pengelola hutan yang saat ini ada dan terkesan tidak mampu. Konsep Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan terkesan hanya sebatas seremoni belaka dalam penghabisan anggaran. 

Prosentasi penanaman hanya sebatas angka, bukan proses dalam menjaga. Penanaman masal dilakukan hanya sebatas seremoni. Tidak ada keseriusan dalam pendataan hingga penjagaan pohon tegakan yang telah berumur puluhan bahkan ratusan tahun, tidak ada regulasi yang terstruktur dalam penjagaan hutan dari tingkat kementerian hingga daerah.

Kondisi yang carut-marut ini berkorelasi terhadap bencana, ketika musim kemarau tiba, air tidak tersimpan dan bahkan kekeringan. Namun sebaliknya, ketika musim penghujan tiba, air lewat begitu saja dan bahkan hingga berlimpah dan mengakibatkan banjir bandang. Kondisi ini terjadi karena tidak mampunya tanah dalam menyerap air. 

Kondisi ini menjadi sangat riskan jika terus menerus terjadi. Isu pemanasan global menjadi sebuah momok menakutkan, namun di hulu hampir seluruh kawasan hutan lepas kendali dalam penebangan. 

Siapa THE AVENGERS itu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline