Lihat ke Halaman Asli

Cerita Haji (3): Berhajilah Kala Muda

Diperbarui: 21 Agustus 2016   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: galamedianews.com

Tidak terasa, sudah setahun waktu berlalu. Satu-persatu jamaah haji 2016 yang masuk Gelombang I telah diterbangkan. Ada suasana batin yang tidak bisa dilukis ketika menyaksikan televisi menayangkan saat-saat mereka mengantri menanti keberangkatan di bandara. Begitu juga ketika tadi bersalipan dengan rombongan bis haji yang dikawal polisi. Duhai Rabb, air mata dan degup di dada ini sebagai saksi betapa Mekkah Madinah menjadi magnet hati ini. Berdebar rasanya ketika mengingat detik-detik hendak mengunjungi Baitullah...

Ah ya, masih ada tulisan tentang pengalaman haji yang belum selesai. Artikel tersebut saya tulis di hari-hari terakhir di Madinah. Kesibukan membuat diri tak luang untuk menyelesaikannya hingga tak dinyana setahun telah berlalu. Tapi malam ini, hasrat untuk menyelesaikannya sangat besar....

===========================================

 “Mbaknya dari Ashar sampai Isya’ bisa nahan pipis dan kentut? Ya.... Mbaknya kan masih muda, saya ini kan sudah tua. Saya ini kentutan setiap 5 menit, Mbak. Jadi saya kan harus wudhu kalau mau sholat...” kata Ibu Yatmi, sebut saja begitu, yang hari itu minta didampingi oleh saya.

Astaghfirullaah...  Astaghfirullaah...  Astaghfirullaah...

Ya Rabb, sabarkan hamba bila ini ujian...

Ya, wajah saya langsung kecut mendengar kalimat ibu yang berusia sekitar 65 tahun tersebut. Kepala saya langsung membayangkan bagaimana bila sepanjang Ashar hingga Isya’ harus bolak-balik mengantar Ibu tersebut ke kamar mandi yang berada di luar Masjidil Haram yang berjarak beberapa ratus meter dan harus berdesak-desakan, padahal posisi kami berada di dekat Ka'bah...

Kepala saya langsung mengingat bagaimana ketika berangkat bersama Bu Yatmi ini sempat 2 kali menunggu lantaran si Ibu minta waktu untuk bersalin baju dan kemudian ketika sudah keluar dari lift di lantai dasar, si Ibu ternyata memakai kaos kaki yang berbeda kanan-kiri sehingga beliau minta kembali ke kamar yang berada di lantai 9.

 “Iya Bu, nanti saya atau suami saya mengantarkan Ibu ke toilet di luar ya. Maaf ya Bu, gara-gara saya ngajak sholat dekat Ka’bah, malah bikin Ibu kesulitan ke toilet. Ini kan pertama kalinya saya bersama Ibu. Saya tidak tahu kalau Ibu lebih suka sholat di luar supaya mudah ke toilet,” jawab saya tetap tersenyum.

“Iya Mbak, saya juga minta maaf ya. Tolong dimaklumi, saya kan sudah tua. Saya juga maunya enggak kentutan, tapi gimana lagi. Mosok saya enggak wudhu setelah kentut. Saya kuat kalau nahan pipis, tapi kalau kentut itu yang gak bisa. Saya ini butuh tempat wudhu, bukan tempat pipis,” sahutnya lagi.

“Oooooo, iya Bu. Entar saya coba tanya di mana tempat wudhu terdekat di dalam sini ke petugas bersih-bersih ya Bu,” balas saya sembari manggut-manggut sembari meragukan adanya tempat wudhu di dalam Masjidil Haram.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline