[caption id="attachment_320313" align="alignright" width="300" caption="Sumber: www.unpad.ac.id"][/caption] Pintar. Sederhana. Rendah hati. Santun. Shalih. Inspiratif. Mungkin itu keywords yang bisa digunakan untuk menggambarkan seorang Prof. Achmad Subagio dalam pandangan orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya. Saya sudah pernah menyinggung keberadaan beliau pada artikel ‘Singkong, Salah Satu Solusi Ketahanan Pangan Bangsa’. Kali ini, saya ingin menuliskan tentang beliau secara khusus...
Tentu bukan tiba-tiba bila saya ingin menulis tentang beliau. Saya lupa kapan tepatnya, suami saya pernah bercerita tentang Pak Bagio yang seharusnya sudah layak menjadi profesor ketika usianya belum mencapai 40 tahun. Mungkin itulah pertama kali saya mendengar tentangnya. Beberapa waktu kemudian, sebuah media lokal yang menjadi jaringan Jawa Pos menulis khusus tentang profil Pak Bagio. Membaca artikel tersebut, mungkin cukup 1 kalimat dari saya untuk menggambarkan tentang beliau: Membanggakan, dari Jember untuk Dunia...
[caption id="attachment_320318" align="alignright" width="300" caption="Pak Bagio yang Mengaku sebagai 'Bagio Bakul Mie' dalam Kegiatan Sosialisasi OJK, 6 Setember 2013."]
[/caption]
Ya, dalam buku berjudul Who’s Who in the World 2010 yang memiliki tebal 3.197 halaman ditambah belasan halaman pengantar, pada halaman 2.625, nama Achmad Subagio tercetak di sana sebagai dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (FTP – UJ). Pak Bagio bersama 63 ribu orang lainnya dari berbagai belahan dunia, dengan beragam latar belakang dan profesi, masuk dalam buku terbitan Marquis Who’s Who, sebuah lembaga nirlaba di Amerika Serikat (AS) yang setiap tahun merilis profil manusia di dunia yang memiliki karakter yang telah memberikan banyak manfaat bagi sesama, seperti diantaranya juga masuk nama raja-raja di dunia, peraih Nobel, dan sebagainya.
Pak Bagio memang dikenal sebagai ilmuwan. Beliau adalah penemu modified cassava flour (mocaf). Berkat temuannya, beliau kini sudah mengembangkan industri mocaf dari hulu hingga hilir. Mister Te adalah nama gerai milik beliau yang menjual aneka kudapan berbahan baku singkong, selain Mie Jamur. Tidak hanya itu, Pak Bagio juga mendirikan pabrik Beras Cerdas yang menggunakan bahan baku mocaf tersebut. Keunggulan mocaf selain memiliki kandungan mineral kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan gandum, bahan baku ini juga tidak mengandung glutein sehingga aman untuk penyandang autis dan diabetes.
[caption id="attachment_320328" align="aligncenter" width="576" caption="Beras Cerdas Hasil Produksi Pak Bagio."]
[/caption] [caption id="attachment_320400" align="alignright" width="256" caption="Sumber: www.tokohindonesia.com"]
[/caption] Tahun 2011, Pak Bagio memperoleh penghargaan sebagai Dosen Berprestasi Nasional. Tahun 2012, beliau dikukuhkan menjadi Guru Besar di UJ dengan pidato ilmiah berjudul 'Nasionalisme Pangan Untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Indonesia'. Dari judulnya saja, saya merasa sudah memiliki chemistry dengan beliau karena sepaham dengan pikiran-pikirannya yang berkeinginan untuk menjadikan sumber daya lokal sebagai penggerak urat nadi perekonomian, terlebih dalam membangun kedaulatan pangan. Bukankah dalam Hadits sudah diperingatkan bahwa manusia berserikat dalam hal air, padang rumput, dan api. Tiga variabel ini, termasuk padang rumput yang dapat diterjemahkan sebagai bahan pangan, harus mendapat perhatian besar agar masyarakat dan negara berdaya...
Sesuai judul tulisan ini, Pak Bagio kini juga berprofesi sebagai produser grup musik. Empat hari lalu, saya memperoleh SMS: Assalamu’alaykum. Afwan Bu, ana Yanuar. Kami ingin mengundang Ibu untuk hadir di acara launching album DNA, Ahad ini, tgl 2 Februari Ba’da Ashar. Kiranya apa Ibu bisa hadir?
Saya baru membalas SMS Yanuar via inbox Fb di sore hari. Saya meminta maaf karena sepertinya tidak bisa hadir lantaran putri sulung saya pada waktu tersebut akan kembali ke asramanya di Surabaya. Saya harus menemaninya dan mengurusi berbagai hal yang akan dibawanya. Yanuar kemudian menjawab: Oh gak papa Bu, ana hanya menyampaikan amanah untuk mengundang Ibu saja. [caption id="attachment_320401" align="alignright" width="288" caption="Sumber: DNA"]
[/caption] Saya membalas: Siapa yang memberi amanah kepada Yanuar untuk mengundang saya? Pak Bagio?
Yanuar menjawab: Bukan Bu, tapi Manajemen DNA.
Yup, tentu bukan tanpa alasan bila saya langsung ‘menuduh’ Pak Bagio sebagai orang yang meminta Yanuar mengundang saya. Sebab, saya tidak mengenal siapa-siapa yang berada di dalam Manajemen DNA. Yang saya tahu, Yanuar yang menjadi salah satu personil DNA adalah mahasiswa FTP-UJ yang notabene adalah mahasiswa Pak Bagio. Dan saya sering mendapati cerita dari para mahasiswa tentang bagaimana Pak Bagio perhatian kepada para mahasiswanya. Dua kali saya berinteraksi dalam forum akademis dengan Pak Bagio akhir tahun lalu. Yang pertama, ketika saya menjadi narasumber dalam kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jember dan Pak Bagio menjadi salah satu undangan. Kedua, ketika kami berdua sama-sama menjadi pembicara di Seminar Nasional tentang Kehalalan Pangan dalam rangkaian kegiatan Musyawarah Besar Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim Peduli Pangan & Gizi (IMMPPG). Hal inilah yang membuat saya meyakini bahwa Pak Bagio yang meminta Yanuar mengundang saya. Intuisi saya juga mengatakan bahwa launching album Djember Nasyid Acapella atau DNA itu ada campur tangan Pak Bagio di dalamnya.
Ternyata, benar....
[caption id="attachment_320396" align="aligncenter" width="594" caption="Sumber: DNA"]
[/caption] Dalam feature media lokal yang masuk jaringan Jawa Pos menuturkan bahwa Pak Bagio menjadi produser utama dari album perdana DNA. Dalam sejumlah foto yang di-uplot oleh DNA di Fb, saya juga menemukan nama beliau di sampul belakang CD. Masya Allah, bener-bener...
[caption id="attachment_320389" align="aligncenter" width="609" caption="Sumber: DNA"]
[/caption] [caption id="attachment_320647" align="alignright" width="356" caption="Komentar Seorang Pegawai di Kantor Pusat UJ dan Mantan Mahasiswa Pak Bagio."]
[/caption] Yup, gara-gara mengetahui itulah yang membuat saya ingin menulis tentang Pak Bagio. Saya meminta Yanuar untuk membuat testimoni tentang apa yang ada dalam benaknya tentang Pak Bagio. Yanuar sempat mengatakan, “Menggambarkan tentang Pak Bagio tidak bisa dalam 2-3 kalimat, Bu”. Yanuar minta waktu untuk berpikir. Dan ini katanya: Sosok inspiratif, teladan, dan menyenangkan. Jabatan dan gelar tak menjadikan beliau sosok yang tinggi hati, justru sebaliknya. Seperti padi yg kian berisi, kian menunduk. Beliau adalah sosok penyuka humor yang selalu menebar senyum. Hal yg paling berkesan bagi saya, beliau salah 1 sosok yg super sibuk namun mampu membagi dan menjalankan tiap pekerjaannya dengan baik dan seimbang. Bukan hanya itu, 1 yang paling saya ingat adalah ketika kita mencoba berkonsultasi tentang suatu permasalahan, yang beliau berikan bukan solusi, melainkan tantangan yang lebih besar lagi. Sungguh pribadi yang penuh optimisme dan mengajarkan pada kita semangat untuk berani bermimpi besar sehingga tak heran, di usianya yang cukup muda, beliau telah meraih banyak prestasi baik akademis maupun entrepreneurship. [caption id="attachment_320314" align="alignright" width="240" caption="Sumber: Dok. Pribadi"]
[/caption] Sebelum dengan Yanuar, selain cerita dari suami dan wartawan media tentang Pak Bagio, cerita mengenai beliau juga sudah pernah saya dengar dari Mas Imron. Mas Imron adalah adik kelas Pak Bagio dulu ketika kuliah S1 di UJ. Mas Imron yang saat ini menjadi dosen FEB Universitas Airlangga (UA) mengatakan bahwa Pak Bagio dikenal pintar. Hal senada juga pernah diceritakan Mbak Efie, kolega saya di Dharma Wanita Persatuan (DWP) UJ yang kini menjadi analis di Fakultas MIPA UJ. Mbak Efie ternyata adalah teman seangkatan Pak Bagio ketika kuliah S1. “Pak Bagio itu sudah dari dulu cemerlang, Mbak Iis. Wis sejak kuliah, terkenal pintar. Orangnya pendiam,” cerita Mbak Efie.
Hmffffh...
[caption id="attachment_320320" align="alignright" width="300" caption="Mesin Produksi Beras Cerdas Berbahan Baku Singkong milik Pak Bagio"]
[/caption] Muda. Pintar. Berprestasi. Mungkin itu yang tersirat dari cerita Mas Imron dan Mbak Efie. Siapa sangka, Bapak 1 anak yang kerap mengenakan jaket, ransel, dan sepatu sandal gunung itu adalah penemu mocaf yang kerap diundang untuk bicara tentang diversifikasi dan ketahanan pangan di dalam maupun luar negeri. Kepeduliannya terhadap bangsa ini diwujudkan dengan menjadikan mocaf sebagai industri bisnis masyarakat pedesaan. Sebelum memperoleh apresiasi atas reputasinya pada buku Who’s Who in the World 2010, pria kelahiran Kediri, 19 Mei 1969 itu memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia sebagai salah satu dari 100 inovator Indonesia atas penemuannya pada teknologi mocaf yang memodifikasi tepung singkong menjadi tepung serba guna. [caption id="attachment_320414" align="alignright" width="300" caption="Pak Bagio Mendampingi Rektor UJ dalam Lomba Memasak Makanan Berbahan Baku Singkong, 4 November 2013."]
[/caption] Kini, kepedulian Pak Bagio terhadap anak muda juga tercermin salah satunya dengan menjadi produser utama grup nasyid DNA. DNA yang biasa manggung dalam kegiatan kampus, pernikahan, dan perhelatan lainnya kini sudah memiliki album perdana ‘Jangan Cukup Sabar’ yang dirilis pada hari Ahad, 2 Februari lalu di Hotel eBizz, Jember.
Seperti kata Yanuar: Beliau juga sosok pengajar yang peduli akan kreativitas pemuda, tak bisa diam membiarkan kreativitas-kreativitas itu mati. Itulah yang pada akhirnya membuat beliau memutuskan untuk menjadi produser utama dari sebuah tim acapella bernafas Islami.
Yup, Pak Bagio kini menambah status yang disandangnya. Pak Bagio bukan saja harum namanya sebagai dosen, peneliti, pekerja sosial, murobbi, motivator, wirausahawan, tetapi juga produser grup musik. Semoga Allah senantiasa melindunginya dan menjadikan usia Pak Bagio penuh manfaat dan berkah untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, tentu juga agama...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H