Lihat ke Halaman Asli

Menangislah Anakku, setelah Itu Bangkitlah! Allah Pasti Akan Menuntunmu pada yang Terbaik

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13624047031565664496

[caption id="attachment_246872" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: melatizabranti.blogspot.com"][/caption] Sudah sejak Subuh, air mata saya berderai. Kering sebentar, lalu kembali terisak. Beberapa jam kemudian, ketika ingatan ini kembali pada N1, saya kembali menitikkan air mata. Setelah seharian berkutat di depan laptop dan setengah harian berada di kampus, usai Maghrib dan Isya’ ini saya kembali menangis.

Saya telepon Ibu di Lumajang.

“Assalaamu’alaykum... N1 ke Islamic Centre ya, Bu?” tanya saya ketika mendengar Ibu mengatakan Halo.

Iya. Is, N1 sudah tahu. Tadi N1 nangis. Sampai enggak bisa bicara karena nangis terus. N1 tanya, apa Bapak marah? Apa Ibu marah? Apa Bunda marah? Ibu nasehati Is kalau ini pasti yang terbaik yang dikasih Allah untuk N1.... “ Ibu saya mulai terdengar berbicara patah-patah. Tak lama lagi pasti air matanya akan tumpah.

“N1 tadi sore sudah buka internet tah, Bu? Tahu dari mana? Ya sudah Bu, ini Iis mau diskusi dengan N1 kalau ada SMP yang bagus juga seperti Dafi,” sahut saya.

“Iya Is, Ibu dukung kalau itu baik menurut Iis. Nanti jam delapan atau setengah sembilan saja telpon lagi ke N1,” kata Ibu.

“Iya Bu, nanti Iis telpon lagi. Assalaamu’alaykum,” tutup saya.

Ah, tak sabar saya menunggu pukul setengah sembilan malam ini. N1 dan N2 sedang ke Islamic Centre diantar Bapak. Jika tidak ada ulangan atau tugas sekolah yang banyak, N1 dan N2 memang rutin ke Islamic Centre untuk menyemak hafalan Al-Qur’annya.

Ya, kemarin adalah pengumuman hasil tes seleksi masuk SMPIT Darul Fikri Sidoarjo (Dafi). Sejak N1 naik kelas 6, saya dan N1 melakukan survei SMP yang kami inginkan. Diskusi panjang dan menyusun list terhadap SMP-SMP yang kami minati, lalu mengerucut pada 3 pilihan. N1 kemudian memilih dari 3 pilihan yang mengerucut tersebut: SMP Al-Izzah Malang, SMPIT Ibnu Abbas Klaten, dan SMPIT Dafi. N1 punya argumen sendiri yang membuat saya mendukung pilihannya yang jatuh ke Dafi.

Tanggal 23 Februari lalu, N1 tes hampir seharian di Dafi. Mulai tes akademik, psiko test, hingga tes mengaji dan hafalan Al-Qur'an serta wawancara. Menyimak nilai akademiknya yang terus meningkat hingga rata-rata 8,8 ke atas, saya optimis N1 akan dapat melewati semua tes. Dan kemarin, tanggal 3 adalah pengumumannya. Seharian saya mencoba mengakses situs Dafi, tapi tidak berhasil. Usai sholat Subuh tadi pagi, barulah saya mengetahui hasil pengumumannya. Sejenak, tak ada perasaan apa-apa di hati ketika membaca pengumuman. Tapi tak lama kemudian, air mata berlinang.

Saya mengirimkan kabar hasil pengumuman pada Abi, sahabat saya Mas Hari, Bu Maryanto yang juga anaknya mendaftar di Dafi dan lolos seleksi, lalu Bapak. Saya minta kepada Bapak untuk menyampaikan pada Ibu dan meminta agar mereka tidak bertanya-tanya tentang hasil pengumuman pada N1. Saya bilang, saya akan menyampaikan nanti kalau sudah pulang Lumajang.

Tak lama berselang, saya mengirim pesan kepada Ustadzah Dee, Wakepsek SD-nya N1 di Lumajang, untuk berbicara pada N1. Saya ceritakan sedikit kronologis N1 dan Dafi serta hasilnya. Saya meminta Ustadzah Dee untuk membantu memotivasi N1 agar tidak  patah semangat.

“Ustadzah Dee, N1 tidak diterima di SMPIT Dafi Sidoarjo. Dari 150 anak putri, yang diterima hanya 52. Mereka rata-rata dari SDIT. Mereka juga sepertinya sudah memiliki hafalan 2-3 juz. N1 hafalannya hanya 2 juz, tapi mungkin sudah tidak baik lagi hafalannya karena jarang disemak oleh saya dan Abinya karena kesibukan. Mohon bantuannya untuk memotivasi ya, Ust. Terutama untuk menjaga niat baiknya menjadi hafizah agar tidak luntur. Saya ini enggak sanggup menyampaikan via SMS pada N1. Saya akan bicara dengan N1 nanti setelah bertemu langsung. Insya Allah hari Rabu saya sudah pulang Lumajang,” tulis saya dalam pesan pendek.

“Insya Allah, Bunda. Saya akan bantu. Besok saat istirahat saya akan ngobrol dengan Mbak N1,” balas Ust Dee.

Beberapa jam kemudian, saya mengirimkan pesan kembali pada Ustadzah Dee.

“Ust Dee, mohon bantuannya lagi. Ini saya mau mendaftarkan N1 di Al-Uswah. Masih ada kuota 20 kursi. Saya sudah lobi Abinya, Abinya setuju asal N1 setuju. Tidak ada asrama utk putri, tapi ada kos-kosan. Insya Allah Dafi dan Al-Uswah baik tarbiyah dan sekolah umumnya. Dulu PlayGroup-nya N1 juga di Al-Uswah. Masih jaringan KPI. Insya Allah besok akan saya daftarkan. Mohon bantuannya ya, Ust,” urai saya dalam pesan pendek.

“Insya Allah, besok saya sudah janjian dengan Mbak N1 saat istirahat pertama,” balas Ust Dee.

Ah, semoga Allah senantiasa menjaga Ustadzah Dee. Semoga ia senantiasa sehat dan begitu pula bayi yang sedang dikandungnya. Bayi yang dinanti-nanti beberapa lama setelah pernah mengalami keguguran. Semoga mereka selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Ustadzah Dee selalu berkenan menolong saya untuk memantau N1 setiap kali saya ada di luar kota. Terkadang ada juga kisah N2 yang diceritakannya pada saya ketika saya tak bersama anak-anak. Duuuuh Rabb, lindungilah mereka yang telah berbaik hati dan turut menjaga anak-anakku ini....

------------------------------

Putriku sayang, maafkan Bunda tak banyak mendampingimu dalam persiapan tes masuk SMP yang engkau idamkan.

Bunda merasa bersalah, belakangan semakin sibuk dengan studinya Bunda sehingga abai terhadap studimu.

Jangan menyerah ya, Sayang. Enggak apa-apa kamu menangis, tapi setelah itu bangkitlah!!! Insya Allah ini yang terbaik untuk kita. Masih banyak sekolah yang sama baiknya dengan Dafi. Masih banyak jalan yang dapat menghantarkanmu untuk menjadi seorang hafizah. Masih ada kesempatan untuk kita memilih sekolah sesuai kriteria yang kita inginkan.

Ah, Bunda teringat ketika kita ke Surabaya untuk mengikuti tes Dafi esok hari. Bunda mengajakmu naik bis kota kelas ekonomi karena tidak ada bis patas saat itu. Engkau tidak mengeluh meski situasi bis pengap dan berasap rokok. Saat itu hujan deras sehingga semua jendela tertutup. Ketika Bunda terbatuk-batuk agak sesak, engkau berkata, “Ini bagian dari perjuangan ya, Bunda....”.

Duh Sayang, perjalananmu masih panjang. Berjuanglah ya, Nak. Jatuh bangun meraih cita adalah hal biasa. Dengan ujian-ujian itu akan membuatmu semakin kuat dan tegar. Percayalah, itu adalah cara Allah mencintaimu. Menangislah Sayang, tapi setelah itu bangkitlah!!! Kamu harus mau belajar berjuang, Nak. Perjuangan membutuhkan pengorbanan. Tidak ada cita-cita yang tergapai tanpa perjuangan dan pengorbanan. Teruslah berdoa padaNya. Allah pasti akan menuntun pada jalan yang terbaik yang akan engkau tempuh. Teguhlah untuk berjuang mencari ilmu. Karena semangat mencari ilmulah yang akan menjadi warisan terbesar dari Bunda untukmu. Dengan ilmu, insya Allah engkau akan genggam dunia dan akheratmu. Meski ada atau tiada Bunda di sisimu...

I love U, N1.

Keep fighting ya, Sayang.

Man jadda wajada... Man shabara zhafira... Man sara ala darbi washala.

Surabaya, 4 Maret 2013

Kala rinai hujan di penghujung senja menitik bersama air mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline