[caption id="attachment_222486" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: raniechan.blogspot.com"][/caption] Kemarin pagi, usai menerima kunjungan Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Pusat, saya langsung meluncur ke sekolah 2N. Menurut undangan, pertemuan walimurid dengan pihak sekolah akan dimulai pukul 8. Malam sebelumnya, saya sudah mengirimkan pesan kepada salah satu pengurus Forum Orangtua Walimurid dan Lembaga Pendidikan (FORMULA) untuk maju ke depan mendampingi pihak sekolah jika saya datang terlambat. Ya, sebagai Ketua FORMULA, tentu saya akan banyak terlibat dalam setiap pertemuan walimurid dengan pihak sekolah. Namun, tadi pagi, mengingat Ketua APKAI Pusat datang jauh-jauh dari Padang ke Lumajang untuk menemui saya, maka saya harus meluangkan waktu berbincang dengan beliau. Akhirul kalam, saya datang terlambat sejam. Alhamdulillah, semua masih terkendali...
Pertemuan walimurid dan pihak sekolah berjalan lancar. Ketua Tim Sukses Kelas 6 banyak memberi pengantar sekaligus pengarahan bagi para walimurid. Setelah mulai menyangkut pembicaraan tentang program kerja FORMULA, barulah saya dan pengurus lainnya maju ke depan untuk memimpin pertemuan walimurid. So far so good, lah... Grundel-grundel yang sebelumnya santer terdengar, sudah di-floor-kan. Persoalan program FORMULA pada akhirnya mengerucut pada program rekreasi sekolah ke Yogya. Banyak yang pro, tetapi ada juga yang kontra. Untuk menghindari aklamasi karena ingin mengedepankan musyawarah, akhirnya disepakati bahwa program rekreasi akan diselenggarakan di wilayah Jawa Timur saja.
Yang menarik dari pertemuan ini, pada akhir sesi, tim sekolah menurunkan acara yang menggugah hati. Diiringi instrumental yang syahdu, dua ustadzah bercerita tentang filosofi air yang kemudian merunut pada tema anak dan orangtua. Saya tahu bahwa tema acara itu terkait dengan smart parenting. Sudah dua tiga kali saya rutin mengikuti program smart parenting sehingga paham alur dan situasi yang biasa disampaikan. Saya tahu, tidak banyak orang tua yang berkesempatan mengetahui atau mengikuti program smart parenting. Saya yakin, sesi yang diberikan pihak sekolah pada akhir pertemuan ini juga dalam rangka merespon informasi saya yang menemukan orangtua walimurid yang bertindak tidak semestinya kepada anaknya.
Ahhhhh....
[caption id="attachment_222489" align="alignright" width="300" caption="Sumber: rezanofal.blogspot.com"]
[/caption] Setiap kali mengikuti smart parenting, maka setiap kali itu pula saya selalu menangis pada sesi seperti ini. Meskipun saya sudah mendengar berulang kali, tapi tangis ini tetap selalu pecah. Kisah yang diceritakan biasanya tentang ibu bermata satu yang merindukan anak lelakinya. Sang anak malu memiliki ibu yang hanya memiliki satu mata. Untuk menghindari ejekan kawan-kawannya, sang anak selalu melarang ibunya datang ke sekolah. Hingga anak lelaki itu dewasa dan memperoleh beasiswa dan tidak sengaja pula kembali ke kotanya, sang ibu itu hanya bisa menahan rindu karena sang anak tak mau bertemu. Sampai suatu hari, ketika si anak tersebut berada di kota yang sama dan melihat ada keramaian di rumah tuanya, ia baru mengetahui bahwa ibunya telah meninggal dunia sembari memegang secarik surat. Dalam tulisannya, si ibu meminta maaf dan mengatakan bahwa bola matanya hanya satu karena dulu... duluuuuuuu sekali.... sang anak lelaki itu mengalami kecelakaan dan ibunya merelakan bola matanya diberikan kepada sang buah hati tercinta. Penyesalan memang datang terlambat....
[caption id="attachment_222487" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: rumahmalangan.com"]
[/caption] Kemarin pagi, bukan kisah itu yang diceritakan. Tetapi tentang kemarahan dan pertengkaran orangtua dengan anaknya. Sang orangtua demi menahan amarah, mencoba menancapkan paku di pagar rumah setiap ia marah kepada anaknya. Waktu terus berlalu, tak ada lagi paku-paku yang ditancapkan lagi seiring usia dan kebijakan orangtua tersebut. Orangtua itu pun lalu mencoba menarik lagi paku-paku yang dulu ditancapkan setiap kali ia marah. Ketika semua paku di pagar sudah habis, ia melihat begitu banyak lubang menganga di pagar tersebut. Ia menangis. Ia baru menyadari, bahwa ia ternyata masih meninggalkan lubang menganga yang tak bisa dihilangkan ketika paku kemarahannya menancap di pagar. Dan seperti itulah yang terjadi pada hati anaknya. Meski sudah tak ada lagi kemarahan, namun luka hati itu masih bersisa dan ada jejaknya.
Masih banyak kisah lain yang diceritakan dengan maksud menggugah hati. Tapi untuk cerita paku dan lubang menganga ini, saya tak bisa tak menangis. Saya paham sekali dan selalu terhanyut dengan luka hati yang meninggalkan lubang menganga itu. Pesan dalam kisah paku dan lubang menganga itu dapat termanifestasi dalam berbagai rupa. Banyak persoalan dan peristiwa yang kita alami di masa lalu dan masa kini yang dapat berlaku demikian. Tidak harus antara hubungan orangtua dan anak. Kemarahan dan pertengkaran pada sebuah pertemananan, persahabatan, bahkan percintaan, juga dapat menimbulkan luka hati yang menimbulkan lubang menganga itu...
Belasan tahun lalu, setidaknya saya pernah merasa memiliki luka jiwa itu. Hingga kini, luka tersebut masih ada bekasnya. Belasan tahun lalu pula, saya mungkin juga meninggalkan luka jiwa pada orang lain. Meski luka jiwa itu terobati, tapi saya yakin saya meninggalkan lubang menganga pada hati orang lain.
Hari ini, beberapa bulan lalu hingga beberapa minggu lalu, ada luka jiwa lain yang kembali berulang. Seperti paku menancap di hati. Pelan-pelan paku itu saya ambil. Berhasil. Tapi ternyata ada luka baru yang tertinggal dan berbekas. Persis seperti lubang menganga yang muncul belasan tahun lalu itu. Sedihnya, yang membuat lubang menganga itu justru orang yang mengetahui bahwa saya sudah memiliki lubang menganga belasan tahun lalu. Belajar dari masa lalu, saya tidak ingin kembali melakukan hal yang sama. Saya tidak ingin terbawa untuk meninggalkan lubang menganga pada orang lain lagi. Karena saya yakin betul, apapun doa terucap ketika tangis jatuh akibat melukai hati hingga menimbulkan lubang menganga itu sangat mustajab. Saya percaya dengan kekuatan doa dari mereka-mereka yang memiliki luka jiwa dan lubang menganga di hati. Dari masa lalu pula, saya belajar bahwa berdoa dengan kemarahan itu juga dapat membawa ketidakbaikan...
[caption id="attachment_222488" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: ummuayman.wordpress.com"]
[/caption] Ya Rabb, ampuni aku...
Sembuhkan hatiku.
Sembuhkan pula hati mereka yang mungkin terluka karenaku.
Ya Rabb, jangan biarkan kemarahan menguasai diriku.
Agar aku tak melukai dan meninggalkan lubang menganga pada hati orang lain.
Agar aku tak melukai dan meninggalkan lubang menganga pada hati orang-orang yang kucintai.
Karena aku tahu.
Luka hati dan lubang menganga ini kerap hadir justru oleh orang-orang yang dicintai.
Ya Rabb, lembutkan hatiku.
Agar aku menjadi pemaaf.
Agar aku pun dimaafkan.
Agar tak ada lubang menganga yang terluka karenaku.
Dan
Agar tak ada lubang baru menganga yang terluka di hatiku.
Karena aku tahu.
Luka jiwa sama pedihnya seperti luka fisik.
Luka tak harus karena pukulan, tetapi juga karena kata-kata, ucapan, dan perilaku.
Seperti luka fisik, luka jiwa pun ternyata meninggalkan bekas.
Lumajang, 11 November 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H