Lihat ke Halaman Asli

Penasaran, Siapa Sih yang Dimaksud dengan Doktor Ekonomi yang Mengatakan, “Apa Itu Nasionalisme, Kuno Itu, Masukin Saja Ke Saku....?”

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13463424041091256360

[caption id="attachment_209656" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: Dok. Pribadi"][/caption] Kemarin pagi, ketika saya sedang di penginapan dan berkutat dengan ketikan deadline, Pak Edi mengirimkan SMS yang meminta saya untuk membaca artikel beliau di Kompas, 29 Agustus 2012. Meskipun saya belum membacanya, saya segera merespon SMS tersebut dengan, “Kompas rekkk... Muat lagi rekkk... Iya Pak, nanti kalau saya ke kampus, nanti saya cari Kompas ya... ”. Pak Edi tidak membalas SMS saya lagi. Ya, kalau SMS beliau sudah direspon demikian, maka beliau akan menanti sampai saya merespon tulisan beliau...

Malam ini, saya baru teringat belum sempat membaca Kompas kemarin. Saya mencarinya di tumpukan koran di kamar. Ahhhh, judulnya Nasionalisme Kita...

cetak.kompas.com/read/2012/08/29/05221319/nasionalisme.kita

http://www.ui.ac.id/download/kliping/Nasionalisme_Kita.PDF

http://budisansblog.blogspot.com/2012/08/nasionalisme-kita_29.html

Bla bla bla... Bla bla bla...

Mmm... Saya mengambil HP dan mengirimkan SMS ke Pak Edi, “Siapa yang dimaksud dengan Doktor Ekonomi di artikel Kompas kemarin, Pak Edi? Jika SBY tidak menyukai ucapan Doktor Ekonomi tersebut, tetapi SBY mengaminkan pikiran2nya. Dengan menempatkannya di tempat yang strategis, maka rumor yang mengatakan SBY itu Neolib semakin mendekati kebenaran.”.

Tak lama...

“....................................... Siapa Ekonom Gombal itu. Dia mantan murid saya di FEUI.”

Mmm.... Semakin penasaran...

“Apa Ekonom Gombal itu mantan Dekan termuda UI yang sekarang jadi penasehat presiden?”.

Tak lama...

“RHS, Non...”.

Mmm, Pak Edi kalau menjawab seperti itu, tebakan saya pasti salah...

Saya kembali membaca beberapa kalimat kunci di artikel tersebut.... Doktor Ekonomi... baru-baru ini memperoleh jabatan strategis di pemerintahan, justru di tempat yang paling rawan terhadap nasionalisme ekonomi...

Ahhhh, sekelebat wajah dan nama muncul di kepala saya... Ya ya ya, tebakan saya yang pertama jelas salah karena beliau sekarang sudah jadi Profesor... Ya ya ya, pasti yang itu...

Segera saya mengambil HP dan menuliskan, “Ah, saya tahu.... Yakiiiiiin sekali. Pasti **A*** *A***. Horeeee, benar. Pak Edi harus traktir saya. Tebakan saya sering benar kan....”.

Hehehe, saya memang yakin sekali, makanya saya menulis SMS seolah-olah saya mengetahui bahwa jawaban saya memang benar. Btw, waktu SMS Pak Edi, tentu saja saya langsung menyebutkan nama, tidak pakai bintang-bintang seperti di atas...

Mmm... 1.... 2..... 3....

Ah, Pak Edi kembali membalas....

“Horeeeee...”, demikian isi SMS tersebut.

Hehehe, berarti tebakan saya benar...

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[caption id="attachment_209657" align="alignright" width="300" caption="Sumber: Dok. Pribadi"]

13463425391552976011

[/caption] Saya yakin, Pak Edi ketika menuliskan artikel tersebut sedang geregetan. Saya yakin, Doktor Ekonomi tersebut benar-benar meresahkan Pak Edi. Tentu bukan tanpa sebab jika beliau menggunakan diksi ‘Doktor Ekonomi’ di artikel tersebut. Selain sebagai keyword, tentu juga sebagai makna sindiran. Ah, pantas, ternyata Doktor Ekonomi itu muridnya Pak Edi di waktu lalu. Saya yakin, saya saja yang bukan alumni FE UI dapat menebaknya, tentu bagi mereka yang pernah kuliah atau biasa berinteraksi dengan FE UI juga dapat menebaknya...

Saya bisa merasakan kekecewaan Pak Edi terhadap Doktor Ekonomi tersebut. Tidak perlu menjadi seorang Doktor untuk dapat menjawab apa itu nasionalisme. Meskipun pada akhirnya akan banyak definisi dengan ragam perspektif dan redaksional yang tak sama, tapi setiap orang seharusnya punya persepsi terhadap apa itu nasionalisme. Jika kemudian yang terucap adalah “....... apa itu nasionalisme, kuno itu, masukin saja ke saku...’, tentu sedih rasanya mendengar hal tersebut. Lebih sedihnya lagi, Pak SBY yang tidak menyukai ucapan tersebut, nyatanya malah menempatkan orang tersebut pada posisi strategis di pemerintahan.

Ya, posisi strategis itu memang rentan. Saya sepakat dengan yang disampaikan Pak Edi. Institusi tersebut dapat memberi ruang yang besar bagi pihak asing untuk masuk ke Indonesia. Pihak asing masuk ke Indonesia bukan berarti itu sesuatu yang salah. Tapi dengan kondisi kultur petinggi di dalamnya yang menghamba pada pihak asing dan menganggapnya sebagai dewa penyelamat perekonomian, tentu hal ini dapat menimbulkan absurditas. Sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat beralih tangan dengan dilegitimasi oleh pernyataan klasik yang beratasnamakan demi pertumbuhan ekonomi...

Mmm... Semoga saja kekhawatiran ini tak benar dan tak terjadi. Semoga saja Doktor Ekonomi yang mengatakan “....... apa itu nasionalisme, kuno itu, masukin saja ke saku...’ di tahun 2005 itu kini sudah berubah dan dapat memaknai nasionalisme sebagai sebuah keberpihakan untuk melindungi kepentingan nasional... kepentingan rakyat banyak... bukan kepentingan pemilik modal...

Wallahua’lam bish showab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline