Obesitas merupakan kondisi kelebihan berat badan akibat tertimbunnya lemak. Indonesia sedang menghadapi kemungkinan meledaknya penderita obesitas (Telisa, 2020). Obesitas terjadi pada kondisi asupan energi jauh melebihi penggunaan energi. Aktivitas fisik yang sangat ringan memiliki faktor risiko 9,5 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya kegemukan dibandingkan dengan aktivitas fisik ringan. Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan akumulasi jaringan lemak yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikososial. Banyaknya faktor yang memicu terjadinya obesitas, maka dapat dikatakan bahwa obesitas adalah penyakit yang cukup kompleks. Kebanyakan penelitian melibatkan ketidakseimbangan asupan kalori yang diterima dan yang dikeluarkan (Suryadinata, 2019). Interaksi antara berbagai macam komponen yang mengatur keseimbangan energi dan bersama-bersamadengan mekanisme balik (Feedback mechanism) yang meregulasi nafsu makan, energi intake dan energi expenditure (Nyoman, 2014).Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu pertama remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik. Remaja merupakan salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami gizi lebih (Kurdanti, 2015). Pada remaja kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa (Telisa, 2020; Nyoman, 2014). Obesitas yang terjadi pada remaja bila tidak ditangani dengan baik dapat berdampak buruk bagi kesehatannya di usia dewasa (Ida, 2022). Dampak obesitas lainnya
12745yaitu dapat menyebabkan remaja rendah diri, kecemasan, keterampilan sosial yang kurang berkembang, rentan menjadi sasaran bullying, dan bisa berakibat depresi. Anak yang mengalami obesitas tidak dapat berkonsentrasi belajar karena anak yang obesitas akan mudah mengantuk sehingga mengganggu aktivitas proses belajar mengajar (Dewita, 2021). Faktor penyebab obesitas pada remaja bersifat multifaktorial. Peningkatan konsumsi makanan cepat saji (fast food), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, program diet, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian obesitas (Kurdanti, 2015; Nugroho, 2020).Permasalahan mitra yang saat ini ditemui pada santri Putra dan Putri PP. Hidayatullah Al MuhajirinBangkalan adalah santri seringkali membeli jajanan di kantin pesantren berdasarkan kesukaannya tanpa mempertimbangkan kandungan gizinya seperti mie instan, bakso, roti dan gorengan. Hal ini merupakan makanan yang tidak mengandung gizi seimbang yang akan berdampak terhadap masalah kesehatan, termasuk obesitas. Menurut artikel pengabdian masyarakat sebelumya menunjukkan adanya hubungan antara pola makan dengan indeks massa tubuh santri/santriwati di Pondok Pesantren (Nasution, 2022). Hasil penelitian yang berkaitan dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah adalah Physical Fitness Is Correlated with Quality of Life among Elderly Gymnastics Club from Haji General Hospital Surabaya, Indonesia (Hasan, 2022), Ultrasound assessment of femoral cartilage thickness among healthy Indonesian adults (Pane, 2022) dan Femoral Cartilage Thickness in Knee Osteoarthritis Patients and Healthy Adults: An Ultrasound Measurement Comparison (Pane, 2023). Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas fisik membawa banyak manfaat bagi kesehatan, termasuk dalam hal pencegahan obesitas. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan santri mengenai cara mencegah obesitas
Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus (positive energy balance)dalam jangka waktu cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas. Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke- 95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.Obesitas pada masa anak dapat meningkatkan kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2. Selain itu, juga berisiko untuk menjadi obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah dan lain-lain. Selain itu, obesitas pada anak usia 6-7 tahun juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan.Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak.4 Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal ini diperparah dengan kebiasaan
mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat. Anak yang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.5Hasil penelitian Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa lebih dari 37,3% pelajar pernah merokok, 30,9% diantaranya merokok pertama kali sebelum berusia 10 tahun. Hasil Susenas (tahun 1995, 2001 dan 2004) menunjukkan usia remaja yang rentan untuk mulai mencoba merokok adalah 15-
19 tahun.6,7Sejak tahun 1970 hingga sekarang, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3) kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak usia 6-15 tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001.8Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kurangnya aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan sejak masa anak sampai lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup. Obesitas pada usia anak akan meningkatkan risiko obesitas pada saat dewasa. Penyebab obesitas dinilai sebagai 'multikausal' dan sangat multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetik. Jika obesitas terjadi pada anak sebelum usia 5-7 tahun, maka risiko obesitas dapat terjadi pada saat tumbuh dewasa. Anak obesitas biasanya berasal dari keluarga yang juga obesitas.Masalah gizi banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun) merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah gizi baik masalah gizi kurang maupun gizi lebih. Prevalensi obesitas anak mengalami peningkatan di berbagai negara tidak terkecuali Indonesia. Tingginya prevalensi obesitas anak disebabkan oleh pertumbuhan urbanisasi dan perubahan gaya hidup seseorangtermasuk asupan energi. Menurut WHO, satu dari 10 (sepuluh) anak di dunia mengalami kegemukan. Peningkatan obesitas pada anak dan remaja sejajar dengan orang dewasa.11 Prevalensi yang cenderung meningkat baik pada anak maupun orang dewasa sudah merupakan peringatan bagi pemerintah dan masyarakat bahwa obesitas dan segala implikasinya memerlukan perhatian khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko obesitas anak usia 5-15 tahun.
usia remaja antara lain gizi lebih dan gizi kurang. Namun dibandingkan dengan proporsi gizi kurang, proporsi gizi lebih seperti obesitas pada remaja usia 15 -19 tahun cenderunglebih banyak (KumaladanBardosono, 2014).Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukan angka prevalensi kelebihan berat badan pada remaja (16-18 tahun) sebesar 13,5%. Begitu pula pada usia dewasa (> 18 tahun), mempunyai kelebihan berat badan dengan pervalensi sebesar 35,4% atau sekitar 221 ribu jiwa.Pola makan yang tidak baik atau tidak memenuhi gizi seimbang dan serat yang tidak terpenuhi seperti sayur dan buah, seringnya kegiatan yang tidak bermanfaat contohnya merokok serta aktivitas yang dilakukan kurang seperti olahraga merupakan faktor perilaku dan resiko utama dalam penyebab obesitas.Apabila anak kelebihan energi, maka energi yang berlebih akan disintesis menjadi lemak tubuh, jika lemak tubuh tidak terpakai untuk energiakan terjadi penimbunan lemak dan jika hal ini terjadi terus menerus maka mengakibatkan kegemukan dan obesitas. Efek dari obesitas adalah timbulnya penyakit seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes,stroke, dan lain-lain (Fauzan danSarman, 2022).Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga masa dewasa (Kemenkes, 2011)Pengetahuan gizi yang kurang merupakan salah satu faktor penyebab overweightdan obesitas. Pendidikan gizi dilakukan di sekolah dan diberikan kepada remaja dengan tujuan meningkatkan pengetahuan gizi sehingga dapat merubah perilaku makan serta aktifitas fisik untuk meningkatan derajat kesehatan (Usmaran etal., 2019).Obesitas masih menjadi masalah yang sangat seriusdi Indonesia salah satunya pada kehidupan anak-anak, banyak anak-anak mengalami keterbatasan gerak, penghambatan perkembangan fisik motorik sehingga membuat perkembangan fisik motorikpada anak akan terganggu. Pola makan yang tidak tepat menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan munculnya masalah nutrisi pada anak. Dengan melihat fakta yang terjadi sekarang banyak masyarakat Indonesia yang lebih menyukai makanan cepat saji atau fast fooddan makanan serta minuman yang mengandung olahan gula tinggi (Mugianti et al., 2018). Obesitas yang terjadi pada anak-anak akan membuat kesehatan fisik, sosial, emosi anak, dan harga dirinya yang menurun. Hal ini dapat dilihat dari penurunannya hasil akademik yang buruk dan kualitas hidup yang rendah (Triana et al., 2020). Obesitas yang terjadi pada masa anak-anak ataupun remaja mengarahkan pada masalah kesehatan yang lebih besar dikemudian hari. Hal ini membuat pencegahan dan pengendalian obesitas menjadi sangat penting. Maka dari itu, faktor risiko obesitas seperti buruknya pola
makan dan kurangnya aktivitas fisik pada individu harus diminimalkan agar penyakitnya dapat dicegah (Dhanidan Yamasari, 2014). Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka obesitas di Indonesia diantaranya yaitu dengan mendeteksi kasus obesitas sedini mungkin sehingga akan lebih mudah untuk melakukan intervensi yang tepat. Upaya penemuan kasus ini dilakukan melalui kegiatan Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) untuk mendeteksi dini obesitas yang terjadi di masyarakat ataupun melalui upaya cek kesehatan secara mandiri oleh individu dengan mengukur IMT minimal satu kali dalam sebulan). Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka obesitas di Indonesia diantaranya yaitu dengan mendeteksi kasus obesitas sedini mungkin sehingga akan lebih mudah untuk melakukan intervensi yang tepat(Kementerian Kesehatan RI, 2018).Oleh karena meningkatnya kejadian obesitas pada anak usia sekolah perlu suatu upaya pencegahan obesitas melaluisosialisasi upaya pencegahan obesitas pada remaja sehingga para remaja bisa menghindari terjadinya gizi lebih. Upaya pencegahan yang dilakukan memerlukan dukungan dari keluarga dan sekolah sehingga dapat menurunkan kejadian obesitas pada anak usia sekolah yang pada akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan
Kesimpulan
Obesitas merupakan kondisi kelebihan berat badan akibat tertimbunnya lemak. Indonesia sedang menghadapi kemungkinan meledaknya penderita obesitas (Telisa, 2020). Obesitas terjadi pada kondisi asupan energi jauh melebihi penggunaan energi. Aktivitas fisik yang sangat ringan memiliki faktor risiko 9,5 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya kegemukan dibandingkan dengan aktivitas fisik ringan. Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan akumulasi jaringan lemak yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikososial.faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak.4 Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun.
Referensi
Rita Vivera Pane1, Aisyah Aisyah2, Handayani Handayani3, Aufar Zimamuz Zaman Al Hajiri41,2,3,4)Fakultas Kedokteran, Universitas Nahdlatul Ulama Surabayae-mail: dr.rita@unusa.ac.id https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/cdj/article/view/23404/16436
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jppkm
Moh. Rizki Fauzan1, Sarman2, Fachry Rumaf3, Darmin4, Christien Gloria Tutu5, Alkhair61,2,3,4,5)Institut Kesehatan dan Teknologi Graha Medika6)Universitas Muhammadiyah Bima https://www.e-journal.stikesgunungmaria.ac.id/index.php/jpmm/article/view/39
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI