Lihat ke Halaman Asli

Telik Sandi

Diperbarui: 3 Februari 2016   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“TELIK SANDI”

Rakyan Tumenggung Arga Mulya geram! Kepalan tangan Panglima Tentara Kerajaan Maya yang telah banyak makan asam garam itu nyaris mampir di kepala Senopati  Durga, Pimpinan Prajurit Pasukan Khusus Telik Sandi di kerajaan tersebut. Berkeliling pagi hari ini justru mendidihkan darah sang Tumenggung. Pengumuman terpampang di sebuah batang pohon beringin, yang biasa menjadi lokasi woro-woro! Cap Satuan Khusus Telik Sandi Kerajaan Maya menjadi stempel pembenaran. Diangkatnya seorang mata-mata pasukan khusus Telik Sandi. Konyol..!!!

“Ini kesekian kalinya kebodohan yang kau buat, Durga! Buku pandu mana apa yang kau pakai?! Satuan yang kau pimpin adalah lembaga rahasia. Kau tahu pengertian rahasia?! Guobblokk!!”

Tumenggung Arga mulya tak lepas pandang. Sorotnya menusuk ke sosok Senopati berperawakan pendek gempal itu. Sementara tubuh Senopati Durga bergetar, seperti tak mampu menahan guncangan yang timbul dari sorot mata sang Tumenggung.

Bencana ini berawal pagi hari. Senopati berjalan rutin berkeliling wilayah. Bukan lari pagi. Jalan santai saja menikmati mentari yang muncul malu-malu. Gendon, ajudan pribadinya. Setia menemani.

Tiba di perbatasan kota. Gerombolan warga bersusun menghadap batang pohon beringin yang tak lagi rindang. Seperti semut berbaris. “Lucu sekali. Jadi  telik sandi kok diumumkan!” ucapan salah seorang warga memancing hasrat sang Tumenggung berusia enam puluh tahunan itu. Yang masih berperawakan kokoh meski tak lagi muda.

Sadar kedatangan sang Tumenggung, warga memberi jalan. Masih berjarak tiga tombak dari batang pohon, mata Tumenggung  Arga membentur lembaran daun lontar yang menempel di batang pohon. Sepasang bola matanya mengamati detil aksara demi aksara pada lembar daun lontar. Semakin banyak baris yang telumat, semakin mendelik bola matanya.

“Gendon…! Copot pengumuman itu!!!”

“Sendiko Tumenggung ….!”

Tanpa menunggu komando yang kedua, Gendon sigap menyambar potongan daun lontar. Sekelebat saja menyisakan pasak besi yang sebelumnya menopang lembaran daun itu. Warga yang tersisa tak berani melayang pandang. Murka Tumenggung Arga seperti bara api yang panasnya siap menyambar siapa saja di sekeliling nya.

Gendon setengah berlari menyusul gerak Tumenggung  yang menjauh. Lembar pengumuman masih di genggaman. Sebuah nama tertulis; Surya Pratama. Gendon faham nama itu. Anak seorang saudagar yang dekat dengan lingkup kerajaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline