Alam bawah sadar kita seolah sudah ter-setting untuk mengatakan bahwa korupsi itu "hanya" dilakukan oleh para pejabat dan penguasa, bukan oleh kita sebagai rakyat jelata atau masyarakat umum.
Coba perhatikan reaksi dan komentar kita ketika terlibat dalam obrolan ringan di warung-warung kopi, media sosial, fans group, forum-forum seperti kompasiana, detik forum, kaskus, facebook, twitter, path, dsb seputar topik korupsi ini.
Sontak hujatan, makian dan hinaan cetar membahana kita tudingkan bertubi-tubi kepada para pejabat korup tersebut, dan vonis segera kita jatuhkan kepada mereka sebagai pejabat rakus, tamak, gila harta, perampok uang negara, menyengsarakan rakyat, penimbun harta haram demi kepentingan pribadi dan lain sebagainya.
Sementara kita sendiri merasa seolah putih bersih tidak pernah korupsi, tidak pernah merugikan orang lain karena kita bukan pejabat!
Betulkah demikian?
Barangkali tidak sepenuhnya benar, ternyata kita sebagai rakyat jelata pun punya potensi dan tendensi untuk melakukan korupsi, meski dalam bentuk dan ukuran yang berbeda.
Contoh terkini terjadi saat pemilihan umum yang baru saja berlalu. Para caleg bagi-bagi uang bensin, uang rokok, uang lelah, uang transport, uang ini dan itu adalah sangat umum terjadi. Bahkan justru aneh kalau ada caleg yang tidak memberikan apa-apa kepada calon konstituen nya, dijamin dia tidak akan terpilih!
Layak kah kita meletakkan kesalahan sepenuhnya kepada para caleg karena melakukan money politic?
Bagaimana dengan kita sebagai masyarakat sang empunya hak suara yang juga aktif "memaksa" para caleg untuk "membeli" suara kita?
Ketika kelak mereka benar-benar menjadi pejabat kemudian melakukan korupsi, bukankah itu karena memang kitalah yang memberikan izin atau kesempatan buat mereka?
Akankah kita menghujat dan mencaci mereka kelak dengan lantang dan garang?
Sebagai renungan ada beberapa pertanyaan sederhana yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari;
- Tidak pernahkah kita mencuri waktu saat kerja di kantor?
- Tidak pernahkah kita menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi?
- Tidak pernahkah kita minta "damai" dengan pak Polisi ketika ditilang?
- Tidak pernahkah kita minta "nego" dengan petugas counter supaya urusan kita dipercepat?
- Tidak pernahkah kita mempergunakan "orang dalam" agar bisa mem-baypass beberapa prosedur untuk sebuah urusan?
- Tidak pernahkah kita merubah angka di kwitansi saat melakukan transaksi?
Hal diatas mungkin sudah sering kita lakukan, bahkan sebagian ada yang merasa bangga karena bisa dapat "fasilitas" yang tidak semua orang bisa dapatkan
Ketika contoh prilaku buruk tersebut menyebar dan biasa dilakukan hampir oleh setiap orang, maka tidak lah aneh kasus demi kasus para pejabat melakukan korupsi itu selalu terjadi.
Lonceng moral kita menjadi hening tak berbunyi karena sebenarnya kita sendiri adalah pelaku, yang membedakan hanyalah jumlah dan kesempatan
Jadi, untuk memperbaiki bangsa yang parah ini perlu ada kesadaran kita bersama, bahwa kita harus mulai belajar memperbaiki diri sendiri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H