Lihat ke Halaman Asli

Khairul Azmi

Dosen, Peneliti, Pemerhati Pendidikan

Menyibak Misteri Gerbang Khazanah Ilmu di Balik Keyakinan

Diperbarui: 28 Agustus 2023   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Poto Model Ahyar Rasyidi

"GERBANG KHAZANAH ILMU" laksana jalan menuju lautan ilmu tanpa batas dan tak pula bertepi melalui Ayat-ayat Tuhan yg tersurat dan tersirat. Kadang IA menguji logika dan keyakinan kita. Pandangan bathin dan bisikan hati snubari menjadi tantangan hati untuk meyakini. Maka sungguh tidak sepantasnya orang buta dan tuli yakni orang yang tidak mau berfikir untuk mengetahuinya. Sedangkan keyakinan akan slalu menjadi jawaban di setiap keraguan yang datang. Maka tidak sepantasnya pula digenggam oleh orang-orang yang serakah jual agama demi dunia .
Ayat Tuhan yg tersurat dan tersirat .. Kadang menguji keyakinan dari hal yg tersirat. Pandangan bathin dan bisikan hati ssnubari menjadi tantangan hati untuk meyakini
Gerbang ilmu dan keyakinan juga dapat diibaratkan sumber mata air yang terus mengalir di tengah-tengah padang tandus yang gersang. Setiap tanah tandus yang dilewatinya akan tumbuh anekaragam tumbuhan hijau yang indah dipandang mata dan setiap orang yang singgah di tempat itu akan dapat berteduh dan meneguk air untuk melepaskan dahaganya. (AHYAR RASYIDI)

     Mendengar judulnya mungkin saja membuat sahabat para pembaca terbang dalam dunia imajinasi. Akan tetapi seyogyanya menyibak misteri gerbang ilmu dibalik keyakinan penulis gambarkan sebagai rentetan proses terbentuknya suatu keilmuan dan menjadi amaliah atau landasan kelakuan yg nantinya akan bermuara pada suatu fadilah yakni manfaat dari kelakuan itu dalam bentuk sesuatu yang tak dapat kita duga.
        Menyibak misteri gerbang ilmu dibalik keyakinan juga  penulis bubuhi dengan hal-hal di luar logika yang tak dapat di jangkau oleh akal pikiran mengenai cara dan sikap seorang guru kepada muridnya yang terkadang kita anggap nyeleneh dan tak masuk akal. Maka keyakinan hadir sebagai jawaban atas keraguan sebagai rahasia yang tersembunyi didalamnya, sebagaimana halnya bergurunya Nabi Musa AS kepada Nabi Khidir AS.
         Etika didalam berguru dan Ridho guru juga menjadi salah satu poin penting dalam artikel Menyibak Misteri Gerbang Ilmu Dibalik Keyakinan. Ridho seorang guru akan mengantarkan seorang murid terpana dengan keajaiban yang menghampirinya disetiap waku dan tempat yang dilaluinya. Maka Dari hal-hal di atas, membuat penulis tergugah untuk mencoba membongkar misteri didalamnya yang kadang menjadi keterbatasan dan jarang diungkap oleh para ilmuan pendidikan modern masa kini.
Berbicara mengenai belajar pada kondisi dunia modern saat ini tentu telah banyak mengubah gaya kita dalam proses belajar mengajar, hal tersebut tercermin dari perubahan kurikulum dari setiap mentri pendidikan yang menjabat. Dilain sisi, tanpa disadari seringkali dengan gaya pendekatan, model, strategi yang kita gunakan telah menempatkan ilmu pengetahuan terkadang berada pada posisi yang terpisah dari sisi nilai-nilai substansi  agama dalam prespektif nilai-nilai spiritual. Albert Einstein menyatakan "ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta".
      Seperti yang kita fahami bersama Ilmu pengetahuan senantiasa bersifat ilmiah dalam metodenya. Sedangkan agama dalam substansi nilai nilai spiritual juga memiliki metode tersendiri untuk menyibak makna tersirat dibalik simbol dan hal-hal yang supranatural yang kadang di luar akal logika manusia, meskipun terdapat perbedaan antara keduanya, namun keduanya dapat bekerjasama menjadi mitra untuk membangun keselarasan.
       Dalam membangun harmoni dalam dialog antara keduanya, spiritual dapat kita pandang menjadi pondasi, sebaliknya ilmu pengetahuan pada umumnya menjadi bangunannya. pondasi tanpa bangunan tak ada mnafaatnya, bangunan tanpa pondasi tidak akan bertahan lama. ini juga mengumpamakan bahwa ilmu penetahuan tanpa nilai spiritual itu akan terasa gersang. Sebaliknya spiritual tanpa ilmu akan terasa hampa seperti orang yang keluar di siang hari dengan mata tertutup. sebagaiman yang dinisbatkan kepada imam algazali. Akal budi dan agama bagaikan cahaya diatas cahaya dimana akal budi adalah buah dari kristalisasi nilai-nilai spiritual dalam membangun suasana harmoni dalam diri.
Secara umum seorang tentu harus dapat mengenali, memandang segala macam ilmu menjadi satu kesatuan ilmu yang dapat membentuk keselarasan dan mengkristal menjadi prilaku dalam sebuah tatanan kehidupan guna meningkatkan harkat dan martabat baik didunia dan akhirat. Secara eksplisit, ilmu akan menjadi substansi dalam menajamkan mata intelektual dan menjadi bagian kecil dari hakikat kehalipahan. Karena ilmu terkandung didalamnya muara aturan atau substansi prilaku yang harus dipatuhi oleh setiap orang yg berilmu.

       Maka dalam menakar suatu ilmu pengetahuan dengan nilai luhur agama dalam perspektif spiritual tentu ada yang harus kita difahami guna menyibak misteri gerbang khazanah keilmuan yg tertutupi oleh hijab Al Izzah (Tirai Keagungan) yakni Zat pemilik mutlak keilmuan itu sendiri. Bilamana Zat pemilik mutlak khazanah ilmu  telah berkehendak maka dengan kehendak-Nya pula yang akan memberi petunjuk kepada kita untuk memahami lautan ilmu tanpa batas.
       Khazanah ilmu dari sudut pandang yang lain Sehingga dapat memberi gmbaran yang lebih jelas dan menjadi keyakinan baru sebagai spirit dalam berkehidupan.

       Akibatnya, seseorang tidak dapat memandang hakikat di balik yang dipandang dan hanya terjebak pada pandangan lahiriah.
 "Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)." (Al Isra': 72).
Buta yang dimaksud dalam ayat tersebut, bukan buta lahiriah melainkan buta secara batiniah, yaitu buta mata hati.
dan duniawi.

1. Pandang diri kita sebagai khazanah ilmu tanpa batas
Orang-orang bijak sering kali menyebutnya dalam bahasa kekinian sebagai makrokosmos atau alam besar dan mikrokosmos sebagai alam kecil dimana orang-orang spiritual menyebutnya sebagai alam diri. Allah SWT melalui menciptaan kita sebagai mikrokosmos atau alam kecil pada diri sendiri telah menjadikan kita tercipta sebagai diri yang suci atau fitrah. Kesempurnaan bentuk tersebut tak lain adalah merupakan sebuah karya Maha Agung dari tindak kreatif Arsitektur Tuhan.
Diri kita adalah cerminan alam semesta yang besar, manakala seseorang memahami esensi diri maka seyogyanya ia memahami esinsi alam semesta melalui hubungan bathin dalam dirinya sendiri yang akan memberi sinyal tentang prinsip-prinsip serta irama-irama pada alam semesta ini.
Maka dalam memandang diri kita sebagai khazanah ilmu tanpa batas tentulah ada langkah-langkah yang harus kita fahami yakni Langkah yg harus dilalui yakni sebagai pengkajian dasar pada diri sendiri dengan tahapan selangkah demi selangkah menuju tingkatan spiritual yang satu dan akhirnya mencapai tingkat ekstase spiritual dan itu merupakan jantung seni dalam sebuah khazanah keilmuan tanpa batas.
Spiritual yang penulis maksudkan dalam tulisan ini adalah Thariqat yang merujuk kepada aliran-aliran dalam dunia tasawuf atau sufisme Islam. Secara bahasa berarti "jalan" atau "metode", dan secara konseptual bermakna "jalan kering di tengah laut" ini juga di anggap "merujuk kepada suatu ayat dalam Alquran": "Dan sungguh, telah Kami wahyukan pada Musa, 'Tempuhlah perjalanan di malam hari bersama para hamba-hamba-Ku, [dan] buatlah untuk mereka jalan kering di tengah laut'." (Q.S. Thaha (20):77).
      Spiritual sebagai sarana dalam pendakian jiwa menuju lautan ilmu akan terkuak hanya bagi mereka yang telah melewati rintangan kezuhudan dan disiplin spiritual sebagai bentuk kemakrifatan kepada Tuhan. Manusia menjadikan dirinya sebagai cerminan dan sarana pendakian jiwa dalam menjawab perjalanan alam semesta secara keilmuan, maka hanya bagi mereka yang telah melewati rintangan kezuhudan dengan disiplin spiritual yang tingkatannya akan dapat menyibak misteri gerbang khazanah ilmu pada dirinya.
       Dengan alasan yang sama mereka yang menikmati ilmu pengetahuan alam semesta tanpa melewati tingkatan pertama dalam perjalanan spiritualnya, maka tak akan pernah sampai pada hakikat ilmu atau dasar ilmu pengetahuan yang luas tiada batas melalui Sang Pemilik Ilmu itu ssendiri (Alloh SWT)  apabila ilmu pengetahuan mencoba memaksakan akal logika melakukan pendakian tersebut meski hanya untuk sesaat, maka dia dengan segera akan terjatuh kembali seiring dengan perkembangan zaman.
          Maka Dalam kenyataan dunia ini, jiwa manusia semestinya bekerja sama dalam satu irama dalam satu alunan melodi antara jiwa, akal dan tubuh kasar ini. dalam melewati fase fase pendakian yang dapat di ringkas menjadi tiga fase tingkatan antara lain:
Tingkat pertama adalah mengantarkan jiwa kita dalam situasi kezuhudan dan kesalehan dengan manifestasi nama-nama Tuhan Yang Maha Lembut dan Maha Halus dalam tingkah laku. Sehingga Pada tingkatan inilah di dalam diri seorang akan memandang dirinya sebagain khazanah keilmuan Dan dibalik itu pula pandangannya akan tertuju kepada khazanah ilmu yang Alloh hamparkan disetiap waktu dan tempat yang dilaluinya.
Ketika Dalam memandang dirinya akan menemukan suatu mukjizat sebagai penyingkapan khazanah ilmu meski hanya setitik dan itu memungkinkan jiwanya dapat membentuk sebuah garis dari kumpulan titik-titik yang ia temukan sehingga tidak sekedar diri ini menjadi simbol namun dibaliknya menganduk arti  makna yang luas sebagai khazanah ilmu.
Tingkatan kedua ini, aspek dari keadaan jiwa seseorang akan mendapat keluasan dan diperluas. Sehingga tanpa disadari eksistensi dirinya akan melampaui batasan dirinya sendiri. hingga pada fase ini inilah akan menemukan pengakuan akal dan jiwa untuk percaya dan yakin terhadap irama dalam satu alunan nada antara khazanah ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan khazanah ilmu yang ada pada alam dirinya.
Kadar intesitas pada fase ini dapat berfungsi sebagai kutub aktif kreasi yang mengaktifkan seseorang untuk lebih banyak lagi mencari ilmu pengetahuan.
Tingkat ketiga adalah melalui pencapaian tingkat kefanaan dan kekekalan. Karena pada tingkatan ini, dirinya telah dapat melewati seluruh tingkatan lainnya dan dia dapat merenungkan wajah sang pemilik mutlak khazanah Keilmuan sejati (Allah SWT)
        Seorang dalam tingkatan ini kefanaan, akan totalitas dalam penyerahan diri. kepada kehendak Tuhan, sehingga menempatkan diri sepenuhnya kediaman akhirnya, agar dapat membebaskan dirinya dari nafsu keinginan yang tanpa batas.
Inilah yg penulis diibaratkan sebagai sumber mata air yang terus mengalir di tengah-tengah padang tandus yang gersang. Setiap tanah tandus yang dilewatinya akan tumbuh anekaragam tumbuhan hijau yang indah dipandang mata dan setiap orang yang singgah di tempat itu akan dapat berteduh dan meneguk air untuk melepaskan dahaganya.
         Maka pada tingkatan yang terakhir inilah, seorang akan mampu menguak selubung  khazanah keilmuan yang lansung dari pemilik khazanah keilmuan itu sendiri yakni Alloh SWT. Menyadari hal ini tentu merupakan nilai yang di wariskan oleh baginda Nabi Muhammad Rasuulullah SAW yang tak ternilai berharganya.
2. Gerbang ilmu dibalik keyakinan.
"Islam menjadikan keyakinan sebagai gerbang sarana untuk pendakian dari pengalaman jiwa menuju kenikmatan inderawi dalam dunia nyata. Dalam diri, keyakinan mempunyai kekuatan mistik, serta memiliki kekuatan sebagai sugesti dan penyadaran tentang pengetahuan dari intuisi yang ada dalam jiwa untuk menuju hakikat dari pada ilmu itu sendiri. Oleh karena itu keyakinan yang baik dan benar akan mempengaruhi pengakuan jiwa manusia terhadap adanya keindahan dan harmoni dari kebenaran yang hakiki melalui ilmu pengetahuan tertinggi pada dirinya.
Namun pengetahuan yg tidak didasari keyakinan dalam diri tentu akan menutupi khazanah keilmuan itu sendiri pada dirinya. Maka mereka yang menikmati pemahaman tanpa melewati keyakinan maka tak akan pernah sampai kepermukaan ilmu yang luas tiada batas, dan apabila keyakinan mereka di mencoba untuk dipaksakan untuk meyakini, menyelami sebuah pemahaman tersebut meski hanya untuk sesaat saja, maka dia dengan segera akan terjatuh kembali begitu keyakinan brubah menjadi keraguan terhadap ilmu pengetahuannya sendiri. dan itu membuat kita tidak akan mampu mempertahankan keadaan pemahamannya.
        Terjadinya gesekan antar ilmu pengetahuan dan keyakinan akan selalu bermuara pada kegelisahan dan dalam keadaan ini seseorang itu akan sulit untuk melakukan sesuatu dengan sempurna.

        Ketidak mampuan kita dalam membentuk dunia imajinasi sebagai gerakan jiwa yg takterbatasi oleh ruang dan waktu   membuat kita terkurung dalam ketakutan untuk mempercayai sesuatu yang tidak masuk akal dikarenakan takut akan pengetahuan yang selama ini kita fahami berubah dan melemahkan keyakinan. benturkan akal dan keyakinan merupakan keLemahn kita dalam berlogika serta kurangnya ilmu pengetahuan.  padahal itu bukanlah dua hal yang perlu dibenturkan.
Maka untuk itu, ketika keyakinan pada batin kita telah sadar maka dia harus terus menerus berada dalam keadaan yakini terhadap pemahaman yang kita miliki. Oleh karena itu, yakinlah secara total (hakkul yakin) terhadap sebuah pusat khazanah ilmu pengetahuan yang terhampar luas di alam diri kita.


SUMBER: KARYA AHYAR RASYIDI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline