Lihat ke Halaman Asli

Khairul Anam

Seorang pembelajar sejati

Soal Vaksin Covid-19, Tinggal Warga Menyingsingkan Lengan Baju Bersama

Diperbarui: 23 Desember 2020   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ini merupakan tulisan saya sendiri yang telah dimuat beberapa media nasional, dan saya bersumpah serta bertanggungjawab sepenuhnya terkait hak cipta dari tulisan ini seutuhnya.

Dulu, di zaman awal-awal internet memasuki kehidupan kita, manakala perlu waktu berjam-jam hanya untuk mengunduh sebuah gambar manusia utuh, saya berpikir alangkah nikmatnya bila semua warga punya akses cukup untuk menjangkau internet. Dan pasti, seiring waktu, kecepatan internet akan terus bertumbuh.  

Alangkah senangnya bisa membaca warta dari berbagai belahan dunia. Betapa senang mengetahui informasi kemajuan dari segala penjuru dengan cepat, dengan peluang untuk bisa melakukannya pada saat warga negara tempat warta itu dipublikasikan pun membacanya. 

Dunia menjadi mengecil hingga tinggal laiknya kampung sebagaimana kata filosof dan teorisi media Marshall McLuhan, tempat orang bisa saling tahu dan intip kebiasaan sesamanya di negeri lain. Dunia pun tak akan lagi punya batas, kata Kenichi Ohmae, seiring tak adanya lagi sekat-sekat pengetahuan antarbudaya-antarnegara.

Kala itu saya memimpikan bisa mengucapkan selamat tinggal era pada manakala orang Flores dan Yokohimo hanya bisa membaca surat kabar seminggu setelah tanggal penerbitannya!

Ketika itu saya yakin, pada saat itulah cakrawala pengetahuan semua warga negara akan nyaris sama. Mereka pada-pada tahu karena akses pengetahuan dan bacaan pun terbuka sama luasnya, satu sama lain. Kala itu saya optimistis, tak akan ada lagi peluang buat para penipu membodohi sesama dengan wacana ganjil yang akan terdengar rasional seiring keterbatasan komunikan yang memirsanya.

Ternyata, manakala saya sudah tiba pada era itu, pada saat ini, keyakinan saya ambrol seluruhnya.  Bangunan optimisme bahwa semua orang akan tercerahkan dan pandai, yang menutup rapat peluang saling membodohi itu pun ambyar berantakan.

Yang lebih membuat miris, kepercayaan kepada institusi-institusi kenegaraan, yang dulu kokoh kuat dan terhormat, kini kondisinya wajar membuat kita semua takut dan kuatir. Serbuan hoaks dan kabar bohong yang datang bergulung tak tanggung-tanggung, menggerogoti kepercayaan warga. Kepercayaan mereka kepada lembaga-lembaga sah dan terhormat. Bahkan kepercayaan antara warga, satu sama lainnya.

Saya menemukan itu pada momen ketika Presiden Joko Widodo mengatakan kepada publik bahwa dirinya akan menjadi orang pertama di negeri ini yang menggunakan vaksin Covid-19, dan untuk itu pula beliau akan menjadi orang pertama yang disuntik.

Saat itu, kepada para pedagang dan pelaku UMKM dalam rangka pembagian bantuan modal kerja (BMK) di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (18/12), Presiden Jokowi bertanya, "Yang hadir di sini ada yang ingin divaksin? Ada yang ingin disuntik vaksin? Mau?" tanya Jokowi. Semua warga Indonesia bisa mengakses momen tersebut karena ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Mendengar pertanyaan Jokowi, tidak ada satu pun pedagang yang menjawab atau mengacungkan jari. Jokowi, dalam mimik yang tak mampu menyembunyikan keheranannya, mengulangi pertanyaannya. "Enggak ada yang mau? Gimana sih? Takut apa?" kata Jokowi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline