Sudah melewati tengah malam, aku masih terjaga dan pikiranku masih melanglang buana yang membuat urat sarafku tegang bukan main. Bagaimana tidak, aku dihadapkan dengan dua pilihan yang berat. Aku harus memilih antara melanjutkan kuliah dengan beban biaya yang tidak sedikit di tengah kondisi ekonomi keluarga yang sedang buruk atau berhenti kuliah untuk membantu orang tua bekerja sebagai penjual nasi goreng di perempatan jalan di bawah fly over.
Namaku Sabiq aku berasal dari bali dan sekarang aku seorang perantau di pulau Jawa. Kegelisahanku berawal dari kabar bahwa ekonomi keluarga sedang tidak baik-baik saja. Bahkan sudah sangat buruk, membayangkannya saja sudah membuatku merasa bersalah. Aku masih kuliah seperti biasa di salah satu kampus ternama di Malang Jawa Timur. Aku kuliah dengan biaya sendiri dan dibantu orang tua, karna dari hasil kerja sampinganku sebagai kasir di warung kopi tidak cukup untuk biaya hidupku.
Apa yang ku khawatirkan selama ini menjadi kenyataan. Kemungkinan untuk putus kuliah di tengah jalan semakin menjadi nyata. Apakah perjuanganku cukup sampai di sini? Apakah impianku untuk menjadi sarjana muda akan berakhir tragis seperti ini? Sejenak aku hanya berharap akan ada keajaiban datang kepada orang biasa ini. Orang yang terlalu biasa untuk mendapatkan sesuatu yang luar biasa.
Sambil berpikir keras mencari solusi untuk masalah ini, aku teringat pada seseorang yang pernah ku tolong karna motornya mogok di jalanan sepi tepatnya di sebuah desa yang jauh dari kota di Bali. Orang kaya yang punya banyak toko bangunan di Bali. Setelah ku tolong memperbaiki motornya yang mogok aku diajak ke rumah. Aku menolak dan beralasan ada urusan penting yang harus kulakukan yaitu membantu bapak mempersiapkan segala sesuatu untuk berjualan nasi goreng nanti malam.
Orang itu berkata "jika butuh sesuatu peralatan bangunan datanglah ke toko bangunan Jayaguna yang tersebar 35 cabang di Bali". Tapi aku tidak pernah datang karna memang tidak butuh dan walaupun butuh juga tidak mungkin kesana karna kami mampu membeli. Aku diberi kartu nama bapak itu dengan alasannya untuk menjaga silaturrahmi dan jika sewaktu-waktu aku butuh bantuan aku bisa menghubunginya, kusimpan kartu nama itu sampai sekarang. "apakah aku akan minta bantuan kepada orang itu?" tanyaku dalam hati. Tidak, tidak akan, aku pun memutuskan untuk tidak menghubunginya.
Hampir putus asa tiba-tiba telpon genggam berdering. Tak banyak harapanku dari sebuah telpon yang berdering. Kuangkat, dan keajaiban itu pun terjadi. Bapak syakur itu menelpon, entah mendapt nomerku darimana. Dia berkata "anak saya akan ke Malang bulan depan untuk kuliah di sana, saya harap bisa membantunya mencari kos yang berada di lingkungan yang baik".
Kemudian tanpa ragu dan bukan dengan nada bicara untuk menawarkan bapak itu langsung saja berkata "berapa uang kuliahmu dari awal masuk sampai lulus nanti? Ini bukan tawaran, ini nazarku jika anakku diterima kuliah di malang aku akan mengganti biaya kuliahmu selama 8 semester di sana!." Aku terdiam sejenak dan menjawab seperlunya terhadap pertanyaan-pertanyaan sederhana lain yang langsung diajukan oleh bapak ini yang menurutku pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mencairkan suasana.
Keajaiban itu benar-benar terjadi. Bapak tersebut menemukanku di facebook dan mendapatkan beberapa informasi tentang diriku di sana. Aku langsung saja mengabarkan orang tuaku bahwa walaupun keadaan ekonomi keluarga sedang mendapat ujian tapi aku akan tetap melanjutkan kuliah karna bantuan seseorang. Aku pun membulatkan tekatku untuk berjalan, bermimpi, dan terus berjalan bahkan berlari untuk menjadi seorang sarjana manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H