[caption caption="Latihan bersama TNI dan militer Australia (foto: ABC/SINDONEWS)"][/caption]TNI memutuskan menghentikan kerjasamanya dengan militer Australia. Alasan utamanya adalah dugaan penghinaan terhadap ideologi Pancasila dalam materi pelatihan militer di negara itu.
Pasca reformasi, hubungan militer kedua negara memang tidak pernah betul-betul dalam kondisi sehat. Selalu pasang-surut. Mulai dari pasca jajak pendapat Timor Leste, lalu isu upaya penyadapan oleh Australia, penanganan manusia perahu, dan yang terbaru penistaan Pancasila.
Jika ditelaah lagi, hubungan bilateral RI-Australia juga sebenarnya tak pernah benar-benar friendly. Doktrin dalam buku putih pertahanan Australia sejak lama menyebut Indonesia sebagai potensi ancaman. Faktor geografi dan demografi strategis Indonesia, membuat Australia harus waspada terhadap 'bahaya dari utara' ini.
Namun kali ini menarik. Persoalan penistaan ideologi menjadi isu utama. Ini bagaimana sebenarnya?
Menurut saya, TNI terlalu reaktif menyikapi apa yang disebut sebagai pelecehan itu. Sampai saat ini juga belum konkrit, apa yang disebut sebagai "persoalan teknis yang harus diselesaikan" dalam pernyataan TNI.
Bagaimanapun pemutusan kerjasama bilateral bukanlah hal yang bisa diputuskan secara gegabah dan tergesa. Apalagi kerjasama militer.
Pembentukan watak dan karakter tentara suatu negara dilakukan atas dasar doktrin yang merepresentasikan kebanggaan, kewibawaan dan kedaulatan negara. Itu berarti berbicara simbol-simbol, identitas dan ideologi.
Dalam konteks ini saya melihat, sebagaimana Indonesia merepresentasikan Merah Putih, Garuda, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai yang harus dijaga martabatnya, lalu menyatakan Pancasila sebagai ideologi terbaik dan selain itu jelek, maka adakah yang salah dari perspektif Australia terhadap Indonesia dengan Pancasilanya?
Ketika Indonesia dalam indoktrinasi pada pelatihan militernya menyebutkan kapitalisme, liberalisme, sosialisme atau komunisme itu buruk, berbahaya, dan menjadi ancaman yang harus diwaspadai, dimusuhi bahkan dibasmi dengan kesaktian Pancasila, apakah salah jika Australia memasukkan materi yang menampilkan Pancasila sebagai sesuatu yang jelek dalam pelatihan militernya?
Faktanya, kita toh tetap bekerjasama dengan militer Amerika, dengan Rusia, RRC, bahkan dengan Belanda yang bekas penjajah yang kita lawan. Apakah Belanda protes dengan sejarah perjuangan kemerdekaan yang diajarkan Indonesia? Tidak kan? Pembentukan nasionalisme dan 'esprit de corps' kita membutuhkan itu.
Posisi RI terhadap Australia hari ini sebenarnya juga tidak beda dengan ketika Indonesia dianggap menghina Singapura karena memberi nama KRI Usman Harun pada armada kapal perang baru kita. Dua nama yang dianggap sebagai penjahat oleh Singapura. Saat itu, Panglima TNI tegas menolak protes Singapura dengan menyatakan bahwa itu hak kita dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.