Lihat ke Halaman Asli

Puisi | "Sukmamati!"

Diperbarui: 3 April 2018   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: www.jpnn.com/

Saudara-saudara sebangsa, setanah air, seperjuangan, dan juga sekampung, kemarin kita telah dihebohkan oleh sebuah puisi yang dilantunkan oleh Nyonya Sukmawati Soekarnoputri. Terus terang, saya tidak berhak mengomentari sosok ini, selain tidak ada sisi yang menarik, juga tidak akan berdampak pada manfaat apa pun.

Melalui artikel ini, tentunya saya dan kita semua berhak memberikan apresiasi kepada Sukmawati atas puisinya yang telah mengguncang jagad Indonesia. Puisi yang luar biasa, merdu, syahdu dan mengalun lembut, selembut "material" kuning yang kita produksi setiap pagi melalui "tunggingan" beberapa detik di sebuah kamar kecil bernama "toilet."

Sukmawati telah melahirkan sebuah karya sastra yang mungkin tidak ada tandingannya di abad ini. Sebuah karya yang tidak hanya spektakuler, tetapi juga "teler." Seandainya pujangga-pujangga besar itu masih hidup, tentu mereka akan menangis meratap membaca bait-bait puisi yang keindahannya sulit digambarkan. Para pujangga besar itu benar-benar kalah.

Di balik sastra dia mengerang sambil berlindung, "ini hanya puisi." Dengan label budayawan, si pujangga terlihat bebas menghantam apa saja yang berada di depannya.

Untuk itu, suasana gegap gempita atas puisi penyair besar Nyonya Sukmawati memang patut kita meriahkan. Dan kemeriahan ini akan menemukan keindahannya melalui puisi pula.

Berikut ini adalah puisi saya sebagai gerak awal menyambut "kebangkitan" sastra di Indonesia yang dipelopori oleh Sukmawati.

Sebelum membaca puisi ini, saya ingatkan, ini adalah karya sastra, hanya pikiran saya yang tentu bebas saja saya lempar kian kemari. Boleh dong saya meniru Sukmawati?

 

Hantu Indonesia
Aku tak tahu Sukmawati
Yang kutahu puisinya sangatlah in dark
Lebih jangkrik dari cakap lembu
Gerai lekukan mulutnya anyir
Seamis kain pembungkus kaki
Rasa ciptanya berbuah petaka
Menyatu dengan semburan air got
lidahnya berbau lintah hitam
Mulut terkecup bau

Lihatlah hantu Indonesia
Saat pikirannya semakin miring
Agar kau dapat minggat
dari keberagaman bangsamu
Tanpa sengaja dia memantik, membentur anak negeri
Jangan ikut ucapnya, sebab dia hantu Indonesia


Dia pura-pura tak tahu syariat Islam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline