Budiman Sudjatmiko men-tweet: NU itu continuum. Muhammadiyah itu discreet. NU itu field. Muhammadiyah itu particle. Apa yang ditulis Budiman seolah menunjukkan bahwa dua organisasi besar itu telah melengkapi pikirannya. Meski di sisi lain dia menawarkan "wisdom science" agar keduanya tak selalu menunjukkan perbedaan setiap akan menghadapi Bulan Puasa.
Di sela-sela acara Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Provinsi Lampung, 23 Desember 2021 lalu, seseorang mengabadikan dengan kamera HP, Budiman Sudjatmiko sedang menunaikan ibadah salat zhuhur.
Tokoh Innovator 4.0 itu tidak mengetahui sama sekali. Yang memotret mengaku tak bermaksud apa-apa, tapi hanya merespons rasa curious dirinya terhadap perjalanan religius dari seorang Budiman yang selama ini dikenal publik.
Perjalanan religius seolah memberi kesan bahwa kegelisahan spiritual telah terjawab dengan masuk ke alam intransenden. Tokh, selama ini Budiman dikenal sebagai tokoh nasional yang gandrung dengan iptek atau science (pasca menjadi politisi senayan), yang notabene lebih sekuler. Namun nyatanya, Budiman cukup religius.
Dalam hal ini, ada dua hal yang menarik. Pertama sejauhmana religiusitas dipandang Budiman mampu menjawab masalah kebenaran melalui doktrin atau ajarannya. Dan kedua, sejauh mana religiusitas itu dapat menjawab pertanyaan science, yang selama ini (dalam beberapa kasus) dipandang sebagai penyebab ketertinggalan.
Gambaran ekstremnya seperti yang terjadi pada abad pertengahan hingga munculnya Renaissance. Atau gambaran lain, ketika pencarian Stephen Hawking tentang Tuhan yang tak juga terjawab hingga dirinya wafat. Atau gambaran gambaran lainnya.
Sains terkadang tegak dengan sebuah keangkuhan. Meski banyak kisah justeru menunjukkan perbedaan.
Seperti yang tertuang dalam "Faith and Wisdom in Science" oleh Tom McLeish, orang-orang menyangka tokoh sains terkenal akan selalu jauh dari Tuhan. Padahal, tidak demikian adanya. Newton dan Faraday lebih dari biasanya merupakan pembaca kitab suci yang taat.
Juga kalangan saintis lain. Digambarkan McLeish, yang biasanya tidak pernah memikirkan agama namun masih menikah di gereja, menyanyikan lagu-lagu Natal dan dimakamkan oleh seorang pendeta.
Budiman sebetulnya tak jauh berbeda. Melalui jejak digital, perjalanan religiusitas Budiman sebenarnya cukup besar terjadi di tahun 2013 saat menunaikan ibadah haji. Dia sampai menitikkan air mata ketika berada di Raudhah. Budiman pun bercerita, bagaimana dia menunjukkan rasa harunya. Penggalan kisah tahun 2013 ini memberikan ketegasan bagaimana Budiman merasa sangat dekat dengan agama dan menangis di makam Rasulullah.