Lihat ke Halaman Asli

sejarah tafsir irfani

Diperbarui: 13 Desember 2024   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejarah Tafsir Irfani

Tafsir Irfani adalah metode penafsiran Al-Qur'an yang berfokus pada makna batin (esoteris) ayat-ayat Al-Qur'an, sering kali berdasarkan pengalaman spiritual atau mistis seorang mufasir. Metode ini berkembang dalam tradisi tasawuf dan filsafat Islam. Berikut adalah garis besar sejarah tafsir Irfani:

1. Periode Awal (Masa Sahabat dan Tabi'in)

Pada masa awal Islam, penafsiran Al-Qur'an lebih banyak berfokus pada makna literal (zahir) dan hukum. Namun, ada beberapa sahabat dan tabi'in yang dikenal memiliki kecenderungan terhadap makna batin, seperti:

  • Ali bin Abi Thalib: Beliau dikenal sebagai figur yang memahami makna-makna mendalam dalam Al-Qur'an. Beberapa ajaran batin beliau menjadi dasar dalam tradisi sufi.
  • Hasan al-Basri: Seorang tabi'in yang banyak menekankan aspek spiritual dalam tafsirnya.

Meskipun demikian, penafsiran Irfani belum dibukukan secara sistematis pada masa ini.

2. Perkembangan dalam Tradisi Tasawuf (Abad 2-4 H)

Pada abad kedua hingga keempat Hijriah, tradisi tasawuf mulai berkembang, dan tafsir Irfani mulai lebih menonjol. Para sufi memandang Al-Qur'an sebagai kitab dengan lapisan makna yang dalam:

  • Rabi'ah al-Adawiyah (w. 185 H): Salah satu tokoh yang memandang ayat-ayat Al-Qur'an dari perspektif cinta ilahi.
  • Dzun Nun al-Misri (w. 245 H): Mengembangkan pandangan bahwa Al-Qur'an memiliki makna yang hanya dapat dipahami melalui pencerahan batin.

3. Sistematisasi oleh Sufi Besar (Abad 4-6 H)

Pada periode ini, tafsir Irfani mulai dibukukan dan dikembangkan secara lebih sistematis:

  • Al-Hakim al-Tirmidzi (w. 320 H): Menulis tentang hubungan makna lahir dan batin dalam Al-Qur'an.
  • Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H): Dalam karya-karyanya seperti Ihya Ulumuddin, beliau mengulas hubungan antara ayat-ayat Al-Qur'an dan pengalaman mistis.
  • Syeikh Abdul Qadir al-Jilani (w. 561 H): Menulis tafsir dengan pendekatan yang sarat dengan elemen tasawuf.

4. Puncak Perkembangan Tafsir Irfani (Abad 6-8 H)

Pada masa ini, karya-karya besar dalam tafsir Irfani muncul:

  • Ibn Arabi (w. 638 H): Mengembangkan konsep wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang memengaruhi tafsir Al-Qur'an. Tafsir Irfani Ibn Arabi sering disebut sebagai "tafsir isyari" (penafsiran melalui isyarat).
  • Rumi (w. 672 H): Melalui puisi-puisinya dalam Masnavi, Rumi menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan pendekatan Irfani.
  • Najmuddin al-Kubra (w. 618 H): Karya-karyanya fokus pada tafsir simbolik dan makna-makna esoteris Al-Qur'an.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline