Lihat ke Halaman Asli

Khadeejannisa

Karyawan swasta

Haruskah Jadi Budak Korporat?

Diperbarui: 28 Juli 2022   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi:pixabay.com

Istilah yang merujuk pada pekerja kantoran yang merasa bekerja keras diluar batas kapasitasnya demi memuaskan atasan yang tidak ada puasnya. Hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan mendedikasikan hidup untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya. 

Sebagian besar orang beranggapan bahwa mendewakan pekerjaan adalah upaya yang wajar dilakukan demi peningkatan karir & jabatan, menggembungkan rekening tabungan dan kesejahteraan karyawan itu sendiri. Padahal tanpa disadari hustle culture adalah perlahan tapi pasti akan mempengaruhi kesehatan dan mental pekerja.

Ada sebuah kisah yang menarik untuk diceritakan. Rekan kerja saya beda divisi sebut saja “K” adalah seorang workaholic yang terlihat tangguh. 

Perempuan mandiri, pekerja keras, pandai mengambil hati atasan dengan password “siap bos” andalannya. Tak puas dengan rutinitas from 9 to 6, tak mengapa jika harus meeting tiap hari hingga larut malam, lembur setiap weekend pun tak jadi masalah.

Handphone selalu siaga dan fast response, pernah dia bercerita dimintai laporan pukul 1 dini hari di hari libur pula. Dalam hitungan detik pesan yang masuk segera dibalas dan segera menuruti perintah bos saat itu juga. 

Suatu ketika dia meminta izin untuk tidak masuk kerja karena ibundanya meninggal dunia. 

Ternyata…dia diwajibkan share location 8 jam via whatsapp sekalipun dalam kondisi berkabung. Teman saya pun menyanggupinya meskipun terdengar konyol. Hal konyol lainnya ketika orang yang sama mendapatkan musibah, kecelakaan di tengah perjalanan pulang dari kantor menuju rumah yang jaraknya jauh sekitar 1,5 jam ditempuh dengan motor. 

Kejadian tersebut mengakibatkan dia harus dirawat di rumah sakit dan “terpaksa” tidak bisa masuk kerja. Ternyata surat dokter, postingan sosmed dan share location tak dirasa cukup bagi sang atasan. 

Bos yang biasanya diprioritaskan menjadi ngambek ketika teman saya tersebut slow response akibat kondisi badannya masih lemah. Beberapa hari setelah dirawat intensif di rumah sakit, teman saya masih membutuhkan istirahat tambahan dirumah. Kebetulan hari Jumat dia keluar dari rumah sakit dan Sabtu-Minggu tidak bisa lembur karena masih masa pemulihan. 

Bos “aneh” tadi mengadakan sidak dengan mendatangi rumah beserta anak buahnya yang lain. Merasa diintimidasi akhirnya dia mendatangi HRD dan berkeluh kesah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline