Warisan leluhur di Indonesia mencakup kekayaan tarian tradisional, dan salah satunya adalah Tari Remo. Berasal dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, tarian ini diciptakan oleh Cak Mo, seorang penari jalanan. Awalnya dibawakan oleh penari laki-laki, tarian ini berkembang menjadi simbol perjuangan pangeran dalam medan laga.
Sejarah dan Perkembangan Tari Remo
Cak Mo, seniman jalanan, menciptakan Tari Remo di tengah musim kemarau. Dengan gaya perpaduan Jathilan, warok, dan Tayub, gerakannya unik dan disukai banyak penonton. Bergabung dengan tim Ludruk di Surabaya, tarian Cak Mo dikenal sebagai "Reyoge Cak Mo" atau singkatnya "Remo".
Makna dan Filosofi Tari Remo
Setiap gerakan Tari Remo mengandung makna dan filosofi. Gerakan gedrug mencerminkan kesadaran manusia atas kehidupan, sementara gerakan gendewa melambangkan kecepatan seperti anak panah melesat. Gerakan tepisan dan Ngore Remo menunjukkan simbol penyatuan kekuatan dan perhatian pada riasan diri.
Komposisi Tari Remo
Tarian melibatkan penari, gerakan kaki dinamis dengan lonceng kaki, busana tradisional bervariasi, dan iringan musik gamelan. Tari Remo tak hanya untuk penari pria; versi Remo putri juga dikenal.
Busana Tari Remo
Busana Tari Remo bervariasi, seperti Surabayan, Sawunggaling, Malangan, dan Jombangan. Penari laki-laki dan perempuan memakai ikat kepala merah, gelang kaki berlonceng, dan pakaian sesuai tradisi daerahnya.
Musik Pendukung dan Dekorasi Panggung
Musik gamelan, lonceng kaki, dan dekorasi panggung menciptakan harmonisasi. Tari Remo sering ditampilkan sebagai tarian pembuka dalam pertunjukan Ludruk, dengan desain panggung menyesuaikan acara.
Fakta Menarik tentang Tari Remo
Tari ini awalnya dipentaskan oleh Cak Mo di jalanan sebelum menjadi populer di acara formal. Gerakannya sarat dengan nilai filosofi, dan lonceng kaki menambah kehidupan pada pertunjukan.
Kampung Adat Segunung: Mempertahankan Kearifan Budaya