Lihat ke Halaman Asli

Pemahaman Kehendak, Identitas Diri, dan Relevansi bagi Kehidupan Berbangsa Menurut Arthur Schopenhauer

Diperbarui: 8 Januari 2024   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Arthur Schopenhauer, filsuf Jerman abad ke-19, telah memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan dalam ranah filsafat. Lahir pada tahun 1788 di kota Danzig (kini Gdask, Polandia), ia dikenal akan pandangannya yang pesimistis dan fokusnya pada konsep kehendak. Karyanya yang paling terkenal, "The World as Will and Representation," menjelaskan bagaimana kehendak menjadi inti dari realitas dan pengalaman manusia.

Schopenhauer memandang kehidupan sebagai manifestasi dari kehendak metafisis. Ini terlihat jelas dalam karya utamanya, di mana ia menguraikan gagasannya tentang kehendak sebagai daya pendorong utama dalam kehidupan. Dia berargumen bahwa kehendak ini buta, tidak sadar, dan jahat, serta memperbudak realitas manusia.

Kehendak dan Identitas Diri
Isu sentral dalam pemikiran Schopenhauer adalah hubungan antara kehendak dan identitas diri. Dia percaya bahwa kehendak buta ini berperan sebagai dasar dari kepribadian manusia. Dalam konteks ini, tubuh bukan hanya representasi fisik, tetapi juga manifestasi dari kehendak. Konsep ini menantang pemahaman tradisional tentang identitas diri, yang biasanya dipahami sebagai sesuatu yang statis dan terpisah dari kehendak manusia.

Kepribadian, Identitas, dan Keunikan Manusia
Schopenhauer menyajikan argumentasi bahwa kebebasan dari kehendak buta ini sulit dicapai. Manusia harus berjuang melawan hasrat yang diberikan oleh kehendak untuk mencapai kebebasan sejati. Dalam konteks ini, individu tidak hanya berjuang untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri, tetapi juga untuk mengatasi penindasan dari kehendak itu sendiri. Dia juga membahas bagaimana kehendak membentuk sejarah dan bagaimana ini mempengaruhi identitas manusia.

Kritik
Schopenhauer menekankan bahwa kehendak adalah dasar dari semua keberadaan manusia. Namun, pandangannya sering kali dianggap pesimistis dan mengabaikan aspek-aspek positif dari kehendak, seperti kreativitas dan kemauan untuk berbuat baik. Kritik ini penting karena menyoroti bahwa pandangan Schopenhauer mungkin terlalu berfokus pada aspek negatif dari kehendak dan mengabaikan potensi positifnya.

Kelebihan dan Kekurangan
Salah satu kelebihan dari filsafat Schopenhauer adalah cara pandangnya yang mendalam terhadap sifat dasar manusia dan realitas. Namun, kekurangan dari pandangannya adalah kecenderungannya untuk melihat kehendak hanya dalam cahaya negatif, serta kurangnya pengakuan terhadap kemungkinan evolusi positif dari kehendak manusia.

Kesimpulan dan Relevansi untuk Kehidupan Berbangsa
Pemikiran Schopenhauer tentang kehendak dan identitas diri memiliki relevansi yang besar dalam konteks kehidupan berbangsa, terutama di negara dengan kekayaan budaya seperti Indonesia. Pendekatannya yang reflektif terhadap kehidupan dan identitas dapat mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang keragaman dan konflik internal dalam masyarakat. Dalam konteks multikultural seperti Indonesia, pemikiran Schopenhauer bisa menjadi alat untuk mengatasi perbedaan dan mempromosikan pemahaman serta penerimaan yang lebih besar antar kelompok.

Schopenhauer mengajarkan kita pentingnya refleksi diri dan pemahaman bahwa jati diri adalah proses yang terus berkembang. Melalui pemahaman tentang kehendak dan identitas diri, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang makna dan tujuan hidup, serta cara kita berinteraksi dan memahami orang lain dalam kehidupan sosial dan budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline