Lihat ke Halaman Asli

Pandemi dan Perubahan Komunikasi, Apa Dampaknya?

Diperbarui: 18 Juni 2022   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti bahwa setiap individu akan, dan memerlukan jalinan hubungan sosial, minimal dengan orang-orang terdekatnya. Dalam interaksinya sebagai makhluk sosial, manusia akan membentuk satuan suku-suku, bahkan bangsa-bangsa di berbagai belahan dunia. (Santoso, 2017) Pandemi COVID-19 yang merebak sejak awal tahun 2020 telah memengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam komunikasinya. Masyarakat sosial yang terbiasa berkomunikasi secara langsung dalam kesehariannya mendadak terkurung di rumah, bekerja, belajar, dan melakukan segala sesuatu dari rumah. Perubahan yang sangat besar, bukan?

Perubahan yang besar ini sangat berdampak pada pola komunikasi seseorang. Oleh sebab itu, dalam sebuah tugas di mata kuliah Logika dan Pemikiran Kritis, kelompok 7 kelasD-1.22 memutuskan untuk melakukan sebuah riset sederhana. Riset ini dilakukan dengan menyebarkan survei pada setidaknya 270 responden yang berasal dari Universitas Airlangga dengan metode sampel acak berkelompok.. Melalui penelitian tersebut, ditemukan bahwa terjadi perubahan komunikasi setelah pandemi, dengan 87,6% responden yang mengalami perubahan memilih berkomunikasi secara daring setelah pandemi. Selain itu, ditemukan bahwa terjadi perubahan rasa takut untuk bersosialisasi setelah pandemi dengan 83% dari responden yang mengalami perubahan, mengalaminya dalam bentuk peningkatan kecemasan.

Hal ini tentunya bukanlah hal yang mengejutkan mengingat betapa besarnya dampak pandemi pada kehidupan seluruh umat manusia di dunia. Walau begitu, kita dituntut untuk memiliki sifat adaptif untuk bisa tetap bertahan. Maka dari itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan apabila anda mengalami perubahan serupa, terutama dalam bentuk kecemasan.

Jika kita mengalami peningkatan kecemasan secara pribadi, meditasi dan pelatihan mindfulness sederhana dapat kita lakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan. (Afandi,2007) Latihan mindfulness dilakukan dengan duduk tegak dengan kaki menempel rata di lantai. Fokuslah pada pernafasan melalui hidung dan perhatikan sensasi apa saja yang terjadi pada tubuh kita. Mulai dari angin yang berhembus, rasa dingin dari lantai, sampai ritme pernafasan kita.

Kecemasan dan perubahan pola komunikasi tentu juga mempengaruhi dalam aspek-aspek lainnya. Misal, akibat terlalu lama dan terbiasa pada perkuliahan secara daring, mahasiswa menjadi gugup dan canggung saat harus menghadapi orang lain dalam kelas luring. Oleh sebab itu, solusi yang memungkinkan adalah diadakannya kurikulum daring. Tidak hanya memfasilitasi mereka yang gugup luring, kurikulum daring juga dapat menjangkau mahasiswa yang terbatas secara geografis.

Perubahan komunikasi dan tingkat kecemasan memang sangat berdampak. Walau mungkin kita tidak bisa mengubah kurikulum, kita dapat merubah diri sendiri dan teman sekitar kita. Kalau ada yang merasa cemas, jangan lupa ajarkan teknik mindfullness ini ya!

Sumber:

Santoso, M. B. (2017). Mengurai Konsep Dasar Manusia Sebagai Individu Melalui Relasi Sosial Yang Dibangunnya. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 104-109.

Afandi, N. A. (2007). Pelatihan meditasi Mindfulness terhadap penurunan tingkat kecemasan (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline