Kita semua tahu bahwa kenaikan kadar CO2 berdampak signifikan terhadap atmosfer, tetapi siapa yang tahu bahwa hal ini juga mempunyai dampak serius terhadap lautan?
Di balik hamparan biru yang mempesona, tanpa kita sadari lautan menyimpan duka mendalam. Ancaman nyata bernama pengasaman laut atau Ocean Acidification kian menghantui, bagaikan hantu tak kasat mata yang mencengkeram ekosistem laut dan membahayakan masa depan kita. Walaupun telah menjadi sebuah isu internasional, Ocean Acidification merupakan sebuah fenomena yang kurang mendapatkan perhatian dunia internasional itu sendiri, hanya sedikit orang yang menyadari permasalahan krusial ini. Ocean Acidification terjadi akibat penyerapan karbon dioksida (CO2) secara berlebihan oleh laut. Penyerapan karbon dioksida yang berlebih mengakibatkan penurunan pH dan mengganggu kehidupan berbagai biota laut, terutama organisme yang bergantung pada kalsium karbonat (CaCO3) untuk membentuk cangkang dan kerangka mereka.
Terumbu karang yang merupakan komponen penting dan krusial di lautan sangat rentan terhadap fenomena ini. Ketika karbon dioksida (CO2) larut dan bereaksi dengan air (H2O) akan terjadi pembentukan asam karbonat (H2CO3) yang akan menyebabkan peningkatan keasaman dan kemudian menghambat kemampuannya untuk membentuk kerangka dan mengurangi tidak hanya laju pertumbuhannya, tetapi juga kerentanannya terhadap penyakit. Hal ini memiliki dampak yang serius terhadap keanekaragaman hayati terumbu karang dan seluruh rantai makanan, membahayakan ketahanan pangan, dan juga berdampak signifikan terhadap ketahanan lingkungan.
Faktor penyebab pengasaman laut berkaitan erat dengan hal-hal yang lebih umum dan lebih luas dalam isu perubahan iklim. Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia merupakan faktor utama terjadinya fenomena ini. Saat lautan menyerap semakin banyak CO2, maka perairan menjadi lebih asam sehingga membahayakan masa depan kehidupan laut. Pertanyaan adalah, adakah yang bisa kita lakukan mengenai hal itu? dan kabar baiknya adalah, ya!
Sebagai negara maritim dengan kekayaan laut yang luar biasa, Indonesia tak luput dari ancaman pengasaman laut. Oleh karena itu, Indonesia mengambil langkah maju dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Bagaimana tepatnya proses Indonesia merumuskan kebijakan untuk menangani permasalahan ini?
Pertama, identifikasi masalah merupakan langkah awal yang sangat krusial dalam merumuskan / memformulasikan suatu kebijakan. Identifikasi / analisis masalah dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data-data maupun informasi yang berkaitan melalui penelitian, studi pustaka, laporan-laporan lembaga nasional maupun internasional, diskusi dengan para ahli, dan lain sebagainya. Penting bagi pemerintahan untuk menemukan akar dari pengasaman laut yang mengancam ini, tingkat urgensi permasalahan seperti sudah separah apa pengasaman laut yang terjadi serta dampaknya terhadap ekosistem laut hingga perekonomian negara.
Setelah pemerintah memahami permasalahan yang terjadi secara keseluruhan, dirumuskanlah alternatif-alternatif kebijakan yang dinilai mampu menjadi solusi. Alternatif-alternatif kebijakan bisa didapatkan dengan berbagai cara seperti memperoleh pendapat ahli-ahli di bidang lingkungan hidup, kelautan, perekonomian, hingga hukum serta melakukan penelitian secara langsung oleh lembaga nasional yang berkaitan dengan isu lingkungan khususnya kelautan. Berbagai alternatif kebijakan yang ada tadi kemudian dianalisis dan dievaluasi untuk melihat efektifitas dan efisiensinya sebagai upaya penanganan fenomena pengasaman laut ini. Seperti penilaian terhadap waktu dan biaya yang diperlukan hingga kendala dan efek samping yang mungkin timbul dari penetapan alternatif kebijakan yang ada.
Dalam memformulasikan suatu kebijakan, tentu pemerintah memerlukan partisipasi dan dukungan dari masyarakat. Masyarakat merupakan pemangku kepentingan utama dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang baik oleh masyarakat terhadap fenomena yang terjadi dan upaya pemerintah dalam menanganinya. Maka dari itu, penting bagi pemerintah untuk mensosialisasikan fenomena pengasaman laut yang terjadi, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai / laut serta mereka yang bermata pencaharian sebagai Nelayan. Pemerintah kemudian dapat melakukan survei untuk menampung aspirasi masyarakat demi benar-benar memahami kondisi, kebutuhan, dan keinginan masyarakat yang terdampak oleh fenomena ini secara langsung.
Setelah memahami dengan baik mengenai fenomena pengasaman laut, kondisi dan kebutuhan masyarakat yang terdampak serta menilai dan memilah secara komprehensif alternatif - alternatif kebijakan, pemerintah baru dapat mengesahkan dan mengimplementasikan kebijakan yang dipilih. Tidak sampai situ saja, pemerintah juga tetap perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektifitas dari kebijakan yang diimplementasikan. Apakah kebijakan tersebut dapat menangani pengasaman laut yang terjadi di Indonesia? apakah kendala yang muncul? bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap masyarakat? adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dapat dijawab dengan baik oleh pemerintah setelah mengimplementasikan kebijakan yang dirumuskannya.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan merupakan hasil akhir dari proses formulasi kebijakan yang panjang dan kompleks. UU tersebut, berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengasaman laut dan dampaknya. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya diskusi dan publikasi tentang isu ini di media massa dan forum publik. Selain itu UU Kelautan mendorong dilakukannya berbagai penelitian dan pengembangan di bidang kelautan serta membuka peluang Indonesia untuk menjalin kerjasama internasional untuk menangani pengasaman laut yang telah menjadi salah satu isu global di masa ini. Meskipun begitu, tentu tetap terdapat kendala-kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia, pendanaan, dan bahkan penegakkan hukum itu sendiri yang perlu menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk segera ditangani dan diselesaikan.
Author: Kezia Angelica Melody