PENDAHULUAN
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Ini terjadi akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh yang tidak maksimal saat dewasa (Millenium Challengga Account Indonesia, 2013).
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berhubungan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian.
Selain itu, juga dapat menghambat pertumbuhan kemampuan motorik dan mental juga memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif. Anak stunting juga cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga berisiko mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih sering absen, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia (Kartikawati, 2011 dalam Indrawati, 2016).
Prevalensi stunting di Indonesia mencapai 30,8% tahun 2018. Stunting dipengaruhi pemenuhan nutrisi di awal kehidupan, salah satunya melalui ASI eksklusif. Meskipun cakupan ASI eksklusif di Indonesia sudah 74,5%, hubungan stunting dengan ASI eksklusif
seringkali tidak konsisten akibat keberagaman kuantitas dan kualitas ASI.
Menurut Unicef Framework faktor penyebab stunting pada balita salah satunya yaitu asupan makanan yang tidak seimbang. Asupan makanan yang tidak seimbang termasuk dalam pemberian ASI eksklusif yang tidak diberikan selama 6 bulan (Wiyogowati, 2012 dalam Fitri, 2018). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan dan minuman yang paling utama untuk bayi. Makanan tambahan selain ASI pada usia lebih dini dapat meningkatkan morbiditas. Derajat stunting didefinisikan sebagai ukuran status gizi berdasarkan Tinggi.
Badan menurut Usia dalam nilai z-score yang dikaregorikan menjadi mild stunting, moderate stunting dan severe stunting.
Manfaat ASI eksklusif bagi bayi mencakup nutrisi lengkap, peningkatkan daya tubuh, perkembangan kecerdasan mental dan emosional yang stabil, serta perkembangan sosial yang baik, mudah dicerna dan diserap, memiliki komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan vitamin, perlindungan penyakit infeksi, perlindungan alergi karena didalam ASI mengandung antibodi, memberikan rangsang intelegensi dan saraf, meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal.
ASI merupakan sumber energi dan nutrisi terpenting pada anak usia 6-23 bulan. Air Susu Ibu memenuhi lebih dari setengah kebutuhan energi pada anak usia 6-12 bulan dan sepertiga kebutuhan energi pada anak usia 12-24 bulan. ASI juga merupakan sumber nutrisi yang penting pada proses penyembuhan ketika anak sakit (PUSDATIN, 2018). Menurut PUSDATIN (2018) Capaian ASI pada tahun 2017 adalah 35,7 persen yang dapat dikatakan masih jauh dari standar capaian yakni 80 persen.
Tidak berhasilnya ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada anak (Rahayu & Sofyaningsih, 2011). Ketika anak tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya secara cukup melalui makanan keluarga, makanan efektif dan suplementasi seperti pemberian susu formula harus dipertimbangkan untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan nutrisi sehari-hari (Mediana, 2016).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stunting pada balita secara Nasional adalah 30,8 persen yang terdiri dari sangat pendek 11,5 persen dan pendek 19,3 persen yang berarti ada penurunan terhadap angka kejadian stunting dibandingkan tahun 2013 yakni dengan prevalensi 37,2 persen. Prevalensi yang didapat saat ini memang terdapat penurunan akan tetapi angka tersebut masih dikatakan cukup besar jika dibandingkan dengan nilai batasan kejadian stunting menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 20 persen.