Lihat ke Halaman Asli

Suasana Sakral Saat Membuat Tape Ketan

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang ini mama mertua memintaku untuk mengantarnya ke pasar untuk membeli ragi. Ragi tersebut akan digunakan untuk membuat tape ketan (yang biasa dimakan dengan uli.red). Penganan ini biasa hadir di hari besar seperti hari raya Idul Fitri. Tape ketan termasuk makanan yang sudah langka, karena semakin hari semakin jarang kita temui apalagi di kota-kota besar yang sudah di dominasi oleh kue-kue kering seperti nastar, kastangel, putri salju, dll. Tak ayal makanan tradisional seperti tape ketan semakin di lupakan oleh masyarakat modern. Inilah pengalaman saya setelah menikah dengan seorang laki-laki yang sekarang menjadi suami saya, Agus Wijaya, kami tinggal di Tangerang bersama orangtua suami yang tersisa, mama..

Saya termasuk masyarakat modern yang kurang mengenal 'cara' pembuatan kue-kue traditional. Saya hanya tahu karena pernah memakannya saja, tanpa mengetahui bagaimana cara pembuatannya. Respon saya biasa saja setelah menyicipi kue-kue tradisional, tidak se-antusias ketika saya memakan kue nastar favorit saya. Mungkin karena saya sudah ahli membuatnya, karenanya saya menyukai apa yang saya kuasai. Lain halnya mama mertua, beliau berujar hampir tidak pernah atau mungkin jarang sekali membuat kue-kue modern. And guess what? She's an expert for the traditional cakes! How amazing when I realize bout that..! How lucky I am.. :)

OK, now let me tell you how to make tape ketan.. Sekitar seminggu sebelum lebaran, mama sudah mencicil bahan-bahan untuk pembuatan tape ketan seperti beras ketan hitam, beras ketan putih dan ragi. Pertama-tama, beras ketan hitam dan putih dicampur lalu di cuci hingga bersih. Kemudian rendam beras tersebut dengan air selama mungkin seharian (dari pagi sampai malam). Pagi tadi saya menemukan baskom yang di tutup rapat, setelah saya bertanya ternyata itu adalah beras ketan yang sedang di rendam. Mama bilang beras tersebut akan di kukus di malam hari-nya.
Selepas solat tarawih saya kembali mengunjungi mama di rumah samping, ternyata beliau sudah mulai mengukus ketan tersebut. Tampak lelah di wajah tuanya karena hari ini ia kurang tidur karena ulah saya. Siang tadi sepulangnya dari pasar, saya mengajaknya untuk membuat kue garpu padahal saat itu beliau sedang bersiap untuk tidur siang, maaf ma.. Sampai beliau terlewat salat tarawih berjamaah di majlis ta'lim ibi-ibu karena ketiduran.

Sebelum melanjutkan proses pembuatannya, saya mau cerita sedikit tentang obrolan kami beberapa hari terakhir tentang tape ketan.
Mama : "Lebaran nanti mau bikin tape ga?"
Saya : "Emm.. terserah mama, biasanya emang mama bikin ya?"
Mama : "Waktu masih ada almarhum (papa) mah pasti bikin terus setiap lebaran, dia mah pasti nyuruh terus bikin tape sama uli. Dia suka, biasanya pulang solat Ied yang di makan pertama kali itu tape uli. Sekarang mau buat tapi ada yang makan ga? Kalo ga ada yang makan mama males buatnya. Kan bikin tape mah ga boleh sebarangan, harus bersih."
Saya : (mulai kepo).. "Apa mah? harus bersih? apanya yang bersih?"
Mama : "Ya bersih semuanya. Hati nya harus bersih, sebelum bikin juga kita harus bersih-bersih dulu (mandi.red) ya keramas gitu, terus udah solat juga, ga boleh banyak ngomong. Nanti kalo udah dipakein ragi, udah di tutup rapet atasnya di taroin piso (pisau.red), sama abu gosok sedikit. Itu abu yang biasa di pake buat nyuci piring."
Saya : (semakin penasaran).. "Oh gitu mah.. Emang kenapa kok harus bersih? terus kok itu atasnya harus ditaroin abo gosok sama piso? supaya kenapa? (critical thinking plays)
Mama : "Yaudah pokoknya gitu! emang harus gitu.."
Saya : ",';LDKMKLlkj#$%%^&*" hemm..

See.. I got nothing cos she answered nothing. Unreasonable, I know it's a myth from the ancestor.

Itulah sepenggal percakapan kami tempo hari.. Dan hari ini saya beruntung sekali karena tidak melewatkan moment ini.
Selepas makan malam saya menghampiri mama yang sedang mengangkat kukusan ketan tadi, ia menaruhnya diatas sebuah tampah besar yang sudah di alasi dengan plastik. She spread it, lalu menyirami ketan panas tersebut dengan ragi yang sudah di encerkan dengan air terlebih dahulu. Ketan yang sudah di sirami air ragi lalu di aduk hingga rata secara perlahan. Setelah di rasa cukup rata, mama menaburkan seperempat kilogram gula pasir secara bertahap di semua bagian ketan, lalu mengaduknya perlahan.

Mama mulai menyiapkan baskom dan daun pisang, membersihkannya dengan lap bersih dan merobek daun tersebut menjadi beberapa bagian yang tidak sama besar sesuai dengan kebutuhan besarnya baskom yang akan dipakai untuk menyimpan ketan. Sebelum ketan tersebut di pindahkan ke baskom, terlebih dahulu mama mengalasi baskom dengan potongan daun pisang tadi. Sebagai alas, ia menyusunnya hingga benar-benar rapat. Setelah di rasa cukup rapat, mama lalu memasukkan ketan tersebut ke baskom yang di alasi daun pisang. Ia menutupnya kembali dengan daun pisang yang tentunya berlapis-lapis, hingga tak ada celah untuk udara menyentuh ketan tersebut.
Dan ini yang menarik dan membuat saya penasaran semenjak tempo hari, perihal abu gosok dan pisau yang disertakan dalam pembuatan tape ini.

Suasana mulai berubah, saya merasakan sesuatu yang sakral saat itu, something that i can't describe by words. Semenjak awal pembuatan, mama tidak banyak bicara. Saya paham perihal peraturan ini. Mama meminta saya untuk mengambil pisau, and guess what would she do next? She covered it with the banana leaves! yaa.. mama membungkus pisau tersebut dengan daun pisang, lalu mengikatnya dengan serat daun tersebut. Juga membuangkus sedikit abu gosok dengan daun pisang. Aww, it's sacred! You know where she put these things? she put it i the middle of banana leaves above the ketan. Mama juga menyertakan sebungkus gula pasir dan disimpan bersama pisau dan abu di atas ketan yang sudah dialasi daun pisang. Terakhir, mama membungkusnya sekali lagi dengan kain serbet dan mengikatnya dengan tali rapia hingga sangat-sangat rapat.

Let see.. How it could be.. See you on Idul Fitri, ketika tape ketan siap di santap... ^_^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline