Lihat ke Halaman Asli

Keyne Voleta

Midwifery Student at Airlangga University

Opini: Maraknya Pencabulan pada Anak di Bawah Umur Tahun 2023-2024

Diperbarui: 5 Juni 2024   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur terus meningkat tajam selama tahun 2023-2024, menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan masyarakat. Fenomena ini mencerminkan kegagalan kita sebagai masyarakat dalam melindungi anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan. Tidak dapat dipungkiri, ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya kasus pencabulan ini, mulai dari kelemahan sistem hukum, pengaruh teknologi dan media sosial, kurangnya pendidikan seksual, hingga ketidakstabilan sosial dan ekonomi.

Sistem hukum di Indonesia, meskipun telah mengalami berbagai perubahan dan pembaruan, masih sering kali tidak memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Banyak pelaku yang lolos dari jerat hukum atau hanya mendapatkan hukuman ringan, sehingga tidak memberikan efek jera yang kuat. Ketidakmampuan sistem hukum untuk memberikan perlindungan maksimal bagi anak-anak ini sangat mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak terkait. Hukum harus ditegakkan dengan tegas dan adil untuk memastikan bahwa keadilan bagi korban tercapai dan para pelaku menerima konsekuensi yang setimpal dengan tindakan mereka.

Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial telah menciptakan ruang baru bagi para predator anak. Anak-anak yang tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bahaya dunia maya sering kali menjadi korban. Media sosial yang seharusnya menjadi sarana komunikasi dan hiburan, justru sering kali disalahgunakan untuk tujuan yang tidak baik, seperti grooming dan eksploitasi seksual. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan minimnya pendidikan tentang keamanan digital menambah kerentanan anak-anak terhadap ancaman ini. Maka dari itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memberikan edukasi tentang bahaya dunia maya dan cara melindungi diri.

Pendidikan seksual yang tidak memadai di sekolah dan rumah tangga juga menjadi masalah serius. Anak-anak perlu dibekali dengan pengetahuan tentang tubuh mereka, batasan pribadi, dan cara melindungi diri dari ancaman. Sayangnya, pendidikan seksual masih dianggap tabu di banyak masyarakat, sehingga anak-anak tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk melindungi diri dari pencabulan. Pendidikan seksual yang komprehensif dan sesuai usia sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman yang tepat kepada anak-anak tentang hak-hak mereka dan cara melindungi diri.

Ketidakstabilan sosial dan ekonomi juga berperan dalam meningkatnya kasus pencabulan. Keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi mungkin tidak mampu memberikan perhatian dan perlindungan yang memadai bagi anak-anak mereka. Selain itu, lingkungan sosial yang tidak mendukung, dengan kurangnya solidaritas dan kesadaran masyarakat, turut memperburuk situasi ini. Anak-anak dari keluarga yang kurang mampu sering kali lebih rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan karena mereka hidup dalam kondisi yang kurang stabil dan mendukung.

Dampak dari pencabulan terhadap anak-anak sangatlah mendalam dan berjangka panjang. Secara psikologis, anak-anak korban pencabulan sering mengalami trauma yang serius, termasuk rasa malu, takut, dan hilangnya rasa percaya diri. Trauma ini dapat mengganggu perkembangan emosional dan mental mereka, serta berdampak pada kehidupan sosial dan akademis mereka. Secara fisik, korban pencabulan juga berisiko mengalami luka fisik, infeksi, dan penyakit menular seksual. Dampak-dampak ini menuntut perhatian khusus dan penanganan yang komprehensif.

Untuk menangani dan mencegah kejadian serupa di masa depan, berbagai langkah harus diambil. Pemerintah perlu memperkuat hukum dan penegakan terhadap pelaku pencabulan anak. Hukuman yang tegas dan adil harus diterapkan untuk memberikan efek jera. Selain itu, sistem peradilan perlu memastikan perlindungan maksimal bagi korban selama proses hukum berlangsung, termasuk menyediakan dukungan hukum dan psikologis yang memadai. Pendidikan seksual harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah sejak dini. Anak-anak perlu dibekali pengetahuan tentang hak-hak mereka, cara melindungi diri, dan pentingnya melaporkan setiap tindakan yang mencurigakan. Kampanye kesadaran di masyarakat juga penting untuk menghilangkan stigma terhadap korban dan mendorong pelaporan kasus. Lembaga perlindungan anak harus menyediakan layanan dukungan psikologis dan medis bagi korban pencabulan. Terapi psikologis dapat membantu korban mengatasi trauma, sementara layanan medis memastikan penanganan kesehatan fisik yang diperlukan. Dukungan ini harus mudah diakses dan tersedia secara luas.

Maraknya kasus pencabulan pada anak di bawah umur pada tahun 2023-2024 menunjukkan adanya kegagalan sistemik yang perlu segera diperbaiki. Sebagai masyarakat, kita harus bersatu dalam upaya melindungi anak-anak kita dari kejahatan ini. Dengan memperkuat hukum, meningkatkan pendidikan seksual, dan memberikan dukungan yang memadai bagi korban, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan melindungi masa depan anak-anak kita. Peran aktif setiap individu dalam menjaga dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih aman dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline