Di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, pendidikan tidak lagi dapat dipandang sebagai sekadar penyampaian informasi dari guru ke siswa. Model pembelajaran tradisional, yang mengutamakan ceramah dan penguasaan materi, semakin terlihat tidak relevan dalam konteks kebutuhan abad ke-21. Siswa saat ini membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan teoritis; mereka perlu dilengkapi dengan keterampilan praktis dan kemampuan berpikir kritis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, transisi dari pembelajaran tradisional menuju pembelajaran berbasis proyek (PBL) merupakan langkah evolusi yang sangat diperlukan. Pembelajaran tradisional sering kali berfokus pada metode pengajaran yang satu arah. Dalam pendekatan ini, guru berperan sebagai pusat informasi, sementara siswa berfungsi sebagai penerima pasif. Proses ini tidak hanya membatasi interaksi siswa tetapi juga menghalangi pengembangan kreativitas dan inisiatif.
Pembelajan berbasis proyek melibatkan siswa dalam masalah nyata dan bermakna yang berpotensi penting bagi siswa untuk berlatih melakukan serupa dengan apa yang dilakukan para ilmuwan di bidangnya (Krajcik & Blumenfeld, 2006). Dalam banyak kasus, siswa diharapkan untuk menghafal informasi dan mempersiapkan diri untuk ujian, yang sering kali lebih menekankan pada hasil akhir daripada proses belajar itu sendiri. Model ini juga sering kali gagal untuk mempersiapkan siswa menghadapi kompleksitas dunia nyata. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, masalah yang dihadapi tidak selalu dapat diselesaikan dengan metode satu arah. Keterampilan seperti kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah sering kali tidak terasah dalam lingkungan belajar yang sangat terstruktur. Selain itu, ketika siswa tidak terlibat secara aktif dalam proses belajar, mereka cenderung kehilangan minat dan motivasi, yang dapat berdampak negatif pada pencapaian akademis mereka.Sebaliknya, pembelajaran berbasis proyek menawarkan pendekatan yang lebih holistik dan interaktif. Dalam PBL, siswa terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek yang relevan dengan kehidupan nyata.
Menurut Bybee, (2010) jika siswa hanya belajar untuk mengingat dan melafalkan kembali pengetahuan dan mempraktikan keahlian tertentu (pembelajaran tradisional, chalk and talk teaching) dikhawatirkan mereka hanya disiapkan untuk satu jenis pekerjaan saja yang kenyataannya keahliankeahlian tertentu tersebut mulai kurang menjual di dunia kerja saat ini Melalui proses ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mendapatkan pengalaman praktis yang sangat berharga. Mereka didorong untuk mengeksplorasi masalah yang kompleks, merumuskan pertanyaan, dan mencari solusi yang inovatif. Salah satu keunggulan utama dari PBL adalah kemampuannya untuk meningkatkan motivasi siswa. Ketika siswa terlibat dalam proyek yang mereka pilih atau yang sesuai dengan minat mereka, mereka cenderung lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar. Proyek yang bersifat kolaboratif juga mendorong interaksi antar siswa, yang membantu membangun hubungan sosial dan keterampilan komunikasi yang sangat penting dalam dunia kerja. Lebih jauh lagi, PBL membantu siswa mengembangkan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi. Dengan mendorong siswa untuk berpikir di luar batas-batas disiplin ilmu, PBL memfasilitasi pemahaman yang lebih dalam dan luas tentang bagaimana berbagai konsep saling berkaitan. Misalnya, proyek yang melibatkan aspek sains, teknologi, dan seni dapat membantu siswa melihat keterkaitan antara berbagai bidang ilmu dan mengembangkan pendekatan interdisipliner dalam memecahkan masalah.
Menurut Zubaidah (2019), STEAM (Science, Technology, Engineering, Art and Mathematic) memberdayakan guru untuk pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan lima disiplin ilmu (sains, teknologi, rekayasa, seni dan matematika) dan menumbuhkan lingkungan belajar yang inklusif dimana semua siswa yang terlibat berkontribusi. Namun, implementasi pembelajaran berbasis proyek bukanlah tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah perlunya pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru. Banyak guru mungkin tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan yang cukup untuk merancang dan mengelola proyek yang efektif. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk menyediakan pelatihan yang komprehensif dan sumber daya yang memadai agar guru dapat melaksanakan PBL dengan sukses. Selain itu, penilaian dalam konteks PBL juga perlu dipikirkan dengan matang.
Kesimpulan
Pergeseran dari pembelajaran tradisional ke pembelajaran berbasis proyek adalah langkah evolusi yang diperlukan untuk memastikan pendidikan tetap relevan dan efektif di abad ke-21. Dengan memprioritaskan keterlibatan aktif, kolaborasi, dan penerapan praktis, PBL dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan yang relevan dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Untuk mencapai potensi penuh dari model ini, dukungan yang kuat dari guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat sangatlah penting. Pendidikan harus dilihat sebagai sebuah ekosistem yang dinamis, di mana inovasi dan adaptasi sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan menarik. Dengan langkah yang tepat, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya terampil secara akademis, tetapi juga memiliki karakter dan keterampilan yang diperlukan untuk sukses di dunia yang terus berubah. Pendidikan bukan hanya tentang menguasai konten, tetapi juga tentang membangun rasa ingin tahu, kreativitas, dan semangat kolaborasi yang akan membekali siswa untuk masa depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidah, S. (2019, October). Memberdayakan keterampilan abad ke-21 melalui pembelajaran berbasis proyek. In Seminar Nasional Nasional Pendidikan Biologi (Vol. 1, No. 2, pp. 1-19).
Mu'minah, I. H. (2020). Implementasi STEAM (science, technology, engineering, art and mathematics) dalam pembelajaran abad 21. Bio Educatio, 5(1), 377702.