Judulnya lebay ya, tapi mungkin kalimat Ford yang paling "busuk" adalah kalimat yang paling terpikirkan sebagai konklusi ketika kalian selesai menonton film yang satu ini. Ford di Indonesia pun sudah tutup, jadi saya berani, he.
Saya ragu sebenarnya mau mengulas film ini, pun tidak punya kapasitas sebagai reviewer film. Malu sama mas Yonathan Cristianto yang masuk nominee Kompasianival 2019 karena menulis ratusan review film.
Nonton film di bioskop saja setahun sekali, aku adalah hambasahaya blu-ray illegal yang copy dari temen --salahkan temen saya ya, yang suka download.
Tapi, ketika menonton film ini membuat saya sumringah luar biasa. Film tentang dunia motorsport yang dikemas dengan sajian drama dan imaji yang sangat satisfying buat siapapun yang menyukai dunia otomotif. Mungkin aneh, tapi melalui film ini Anda akan senyam-senyum sendiri mendengarkan derungan suara mesin Ford V8 7.000cc memekakan telinga walaupun hanya di bioskop.
Terjawab pula rasa penasaran saya, mengapa nama Shelby dan Cobra selalu melekat dengan Ford. Yap, Ford Shelby memang sudah seperti BMW dengan Alpina atau Hamann, atau seperti Mercy dengan AMG. Kolaborasi sebuah pabrikasi mobil dengan perusahaan otomotif yang fokus dalam mengembangkan kecepatan sebuah mobil. Dan di film ini, yang saya rasa bukan Ford sebagai titik fokus, tapi semua intrik yang terjadi di tim Shelby menjadi fokus utama yang sangat menarik.
Bukan spoiler ya, karena film ini dibuat hampir sempurna dengan cerita yang sebenarnya. Jika Anda pernah membaca sejarah perseteruan dua merk ini, ya di film ini benar-benar disajikan sesuai. Yang paling membedakan di dalam rangkuman sejarah, Ford tidak pernah dicitrakan sebagai perusahaan yang buruk.
Siapa yang tidak kenal Ford, perusahaan ini didirikan oleh Henry Ford pada 16 Juni 1903. Di film ini lebih terfokus pada Henry Ford II, anak dari pendiri perusahaan yang benar-benar tidak mengetahui soal dunia otomotif, target utamanya perusahaan untung besar tak perduli seberapa "sampah" produk yang mereka hasilkan. Mereka membuat mobil dengan kualitas buruk, namun memolesnya dengan marketing "tipuan" yang sangat lihai.
Ini mengapa saya bilang di film ini "Ford Busuk". Bayangkan di awal kemunculan Ford Mustang yang sangat legendaris hingga saat ini, mereka menyajikan tampilan mobil sport yang sangat gahar, tapi hanya dengan mesin tiga silinder, yang penting laku untuk anak muda pada masa itu. Ken Miles pebalap yang diperankan oleh Christian Bale, bahkan sempat menyindir Ford Mustang jauh lebih lambat dibandingkan mobil wagon keluarga yang digunakannya.
Ideologi kapitalisme ala perusahaan swasta terpampang nyata di film ini, Haha. Yang diperdulikan Ford adalah penjualan besar dan citra yang baik, tak perduli bagaimana proses di balik itu semua. Hal itulah yang mendorong Ford yang diwakili Lee Iacocca, berniat untuk membeli Ferarri yang pada saat itu berjaya di kompetisi Le Mans 24 Hours, namun kesulitan dana dan terancam bangkrut.
Ferarri adalah kesempurnaan dalam dunia balap, di tahun tersebut mereka membuat mobil sudah selayaknya mahakarya pelukis Pablo Picasso. Mereka membangun sebuah mobil tercepat dengan olahan tangan yang sempurna.
Ford yang jadi bahan olok-olok dunia motorsport, juga menjadi bahan permainan Ferarri untuk merendahkan Ford. Sedari awal Ferarri memang tidak berniat menjual ke perusahaan Amerika, lalu Ferarri dibantu oleh Fiat sebagai Italian Pride di dunia balap. Saya melihatnya seperti peperangan antara Amerika dengan Italia. Ford ditolak, dan Henry Ford II diledek habis-habisan oleh Enzo Ferarri.