Beberapa hari yang lalu, media nasional memberitakan tarif tol di 5 ruas yang akan mengalami kenaikan karena mengikuti laju inflasi. Dan tumben, gelombang protes seakan adem-ayem saja. Ada 5 ruas yang mengalami kenaikan tarif, Jalan Tol Dalam Kota, Surabaya - Gempol, Belawan -- Medan -Tanjung Morawa, Palimanan - Kanci, dan Semarang.
Tapi, kali ini saya hanya akan membahas ruas tol dalam kota saja, karena memang lebih sering melewati ruas ini.
Semua orang pasti serempak ya, apapun kenaikan tarifnya pasti ekspresi selalu seragam, dengan nada tinggi ataupun biasa-biasa saja, pasti orang akan selalu enggan tarif dinaikan, apapun itu. Tarif listrik naik lah, transportasi umum naik, semua jika diminta juga pasti maunya segalanya murah, enak dan nyaman. Tapi dalam realitanya, apapun hal yang murah tapi mengharapkan pelayanan yang enak dan nyaman itu akan sulit tercapai.
Makanya ketika kenaikan tarif tol dalam kota direncanakan naik, saya lebih memilih untuk bersikap biasa saja. Saya yakin walaupun tidak signifikan, ada pelayanan yang berusaha ditingkatkan. Jika kemarin ada yang protes nasib para pegawai tol dengan pendapatan yang pas, setiap tahun bisa jadi ada evaluasi untuk meningkatkan gaji para pegawai tol, atau hal lainnya.
Pembangunan manusia memang harus didasari dengan sikap positif, dan memang itu yang saya coba tanamkan di pikiran saya sendiri. Sebelum bersikap negatif, saya harus cari tahu terlebih dahulu apa yang mendasari naiknya tarif tol dua hari yang lalu ini.
Di dalam Undang-undang no. 38 Tahun 2004, Pasal 28. Badan Usaha Jalan Tol berhak untuk melakukan penyesuaian tarif tol setiap dua tahun sekali, melihat dari pengaruh laju inflasi, yang selanjutkan akan ditetapkan oleh keputusan Menteri. Jika Anda melihat Operator Jalan Tol dengan pandangan sinis yang selalu menaikan tarif tol, yang perlu Anda ketahui adalah Operator Jalan Tol memiliki hak untuk melakukan penyesuaian sesuai inflasi. Lalu jalan tol ini adalah sebuah produk layanan, jika tidak setuju, Anda cukup tidak menggunakan layanan tersebut. (Undang-undang no. 38 Tahun 2004 tentang jalan)
"Tapi, kan rakyat seharusnya memiliki hak untuk menggunakan jalan tersebut, kalau bisa gratis".
Ibarat kalian memiliki tanah, trus dijadikan kontrakan. Kan enggak mungkin kontrakannya dipinjamkan gratis untuk seluruh rakyat, boro-bororakyat, sama tetangga aja mungkin Anda enggan. Andalah pemilik kontrakan yang memiliki hak untuk melakukan penyesuaian tarif kontrakan, fair ya?
Saya googling kembali, apa yang menjadi dasar tarif tol ini naik. Yang saya pahami, Operator dalam hal ini adalah Jasa Marga, karena 5 ruas tol ini dimiliki oleh Jasa Marga, berupaya meningkatkan pemenuhan indikator Standard Pelayanan Minimum (SPM) yang meliputi: kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan, serta kebersihan lingkungan maupun kelaikan tempat istirahat dan pelayanan (TIP).
Saya lebih sering beredar menggunakan tol dalkot, dari area Alam Sutera, Ciledug sampai Palmerah untuk menuju kantor. Walaupun jarang-jarang, karena saya lebih suka bercommuterline. Tapi saya rasakan betul perubahan jalur tol yang saya lewati dari tahun ke tahun.
Perubahan pertama yang paling saya rasakan adalah implementasi 100% pembayaran tol non-tunai di seluruh ruas jalan tol dengan menggunakan uang elektronik yang diterbitkan oleh multi bank. Saya salah satu orang yang berada di kubu setuju tol seharusnya sudah sepenuhnya melakukan pembayaran elektronik. Karena jika masih tetap tunai, Indonesia benar-benar ketinggalan dengan segala perkembangan zaman. Upgrade segala fasilitas butuh dana yang tidak sedikit, apalagi integrasinya dilakukan di seluruh Indonesia, maka dari itu tarif tol yang naik merupakan salah satu cara untuk menutupi biaya upgrade tersebut.