Sosial media adalah dua kata yang tak asing lagi terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Di era globalisasi seperti ini, siapa sih yang ngga kenal sosial media? Mayoritas dari kita pasti sering menggunakankannya, mulai dari WhatsApp, Facebook, Youtube, Instagram, Twitter, dan berbagai platform lain.
So, what is "Sosial Media"?
"Sosial media adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktifitas maupun berkolaburasi. Karena itu media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial." -Van Dijk (2013) dalam buku Media Sosial karya Nasrullah (2016:11).
Singkatnya, sosial media adalah sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi antara satu manusia dengan manusia lain, yang dilakukan secara online tanpa terbatas ruang dan waktu.
Perkembangan telekomunikasi dan informatika yang begitu pesat, ternyata bisa membuat jarak tak lagi jadi masalah besar dalam dunia perkomunikasian. Pasalnya, kini kita bisa telfon, chatting dan videocall dimanapun dan dengan siapapun. Bahkan kita bisa membagikan foto, video, musik dan berbagai informasi lain lewat sosial media dengan sangat mudah.
At one point, saat ini kita juga membutuhkan sosial media untuk menunjang karier dan kehidupan kita. Jadi tak heran, jika banyak orang yang begitu menggandrungi sosial media.
Dengan banyaknya keuntungan yang kita dapatkan, bukan berarti sosial media ini bebas dari dampak buruk loh. Ternyata sosial media juga bisa berpengaruh pada kesehatan mental kita.
Hadirnya sosial media membuat kita sering merasa tidak cukup puas atas hidup kita sendiri. Kita cinderung suka membanding-bandingkan hidup dengan orang lain. Istilah ini disebut dengan social comparison.
Kalo kata ahli, apa sih social comparison itu? Social comparison merupakan suatu proses dimana seseorang membandingkan kemampuan, pendapat atau sifatnya dengan orang lain (Buunk & Vugt, 2013).
Tanpa disadari ternyata kita sering banget ngelakuin hal ini pada diri sendiri. Hal serupa juga diungkapkan sebuah studi dari Mussweisler (2006), social comparison itu terbangun secara otomatis. Jadi, suka nggak suka, mau nggak mau, semakin banyak kita membuka sosial media, maka semakin besar pula social comparison yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri.