Menjadi sebuah pribadi yang baik itu memang sebuah pertimbangan diri sendiri sendiri maupun orang lain. Mempertimbangkan suatu langkah yang menurut untuk dibenarkan memang tidaklah mudah dijalani. Apalagi hanya mengandalkan segi eksistensitas tanpa mengandalkan segi kualitas. Asumsi negatif maupun stigma yang dibangun orang lain adalah menjadi sebuah tolak ukur bagi diri sendiri.
Bukan soal pangkat maupun derajat manusia, akan tetapi menjadi sebuah keseriusan seseorang untuk dinilai orang lain. Bukan juga untuk mencari ketenaran kepada masyarakat, akan tetapi menjadikan sebuah kritikan oleh orang lain untuk diri sendiri. Anggapan secara tekstual orang lain kepada kita, menjadikan sifat pribadi kita sendiri. Dan kini sifat kesifatan itu seperti sudah tak berlaku lagi didunia ini. Apalagi di era sekarang ini, lebih mementingkan ketenaran kepada orang lain dan hanya yang menyalahkan atau membenarkan akan menjadikan kebenaran abadi.
Manusia dan hanya manusia sajalah yang meninggikan atau menurunkan kearifannya sebagai seorang manusia dibumi ini. Meninggikan yang turun ataukah menurukan yang tinggi, semua hanyalah orang lain yang dapat melihat. Semuanya itu tentu bukan diri menilai diri sendiri. Akan tetapi, diri dinilai oleh diri orang lain, begitupun seterusnya. Sampai kita akan tahu betul akan diri kita sendiri.
Sebagai manusia, kita hanya akan terus berpandang kepada ketololan yang tampak buram dimata kita. Ketololan yang terus menerus mengikuti kita sepanjang hari atau sepanjang waktu berputar. Ketololan yang berbetuk kebaikan selalu mengusik kita pada sejuknya kehidupan.
Melihat sudut kehidupan memang sangat mudah diasumsikan. tentunya tentang permasalahan memberi. Entah memberi kepada sesorang atau juga tentang diberi seseorang. hanya saja berbeda dalam bentuk penyampaian etika. Memberi tanpa melihat kondisi tentunya akan menjadi suatu hal yang fatal dilakukan. Meski dalam konteks asal memberi pada umumnya mengabaikan apa saja kepada kondisi. Jika sudah sampai seperti itu, kecemasan-kecemasan kepada pemberi akan signifikan dan sampai puncaknya akan menjadi stigma yang dibangun tanpa melalui prosedur.
Berbeda hal dengan memberi sekaligus tanpa mengabaikan persoalan kepada kondisi. Mencari tahu dan mempertimbangkan kondisi sebelum memberi merupakan hal yang relevan. Karena dengan memahami serta sebutan memberi solusi kepada kondisi akan menjadi sebuah nilai positif yang berprosedur dengan baik. Karena pada dasarnya penilailah yang akan menetukan semua, baik dari segi positif maupun negatifnya. tentu merupakan suatu hal yang menjadi sebuah isu sosial yang merajai segi kepribadian.
Sebagai manusia yang bermasyarakat, tentunya harus secara utuh untuk mengamati kegiatan sosial. Hanya perlu untuk memilih kepada kehidupan dengan bersosial dalam bermasyarakat. Sehingga menjadikan rasa tahu pada diri sendiri.. Cara bersosial untuk dihormati ataukah untuk ditakuti saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H