Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan kesehatan ibu dan anak dan berhubungan dengan pelayanan serta pemeliharan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi, dan anak balita sampai usia pra sekolah. Salah satu aspek kehidupan yang sangat berdampak pada kesehatan ibu dan anak yaitu Pernikahan Dini.
Dampak negatif dari pernikahan dini di Indonesia adalah risiko kematian ibu dan bayi sebesar 30 %, 56% remaja perempuan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan hanya 5,6% remaja dengan pernikahan dini yang masih melanjutkan sekolah setelah kawin. Kasus pernikahan dini masih banyak terjadi di berbagai etnis di Indonesia dan menyumbang angka kematian dan kesakitan bagi Ibu dan Anak.
Dampak pernikahan dini terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain, terjadinya keguguran, kelahiran prematur, perdarahan hingga kematian ibu. Sebaiknya remaja memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kesehatan reproduksi dan mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar dan layak dari sumber yang terpercaya.
Perlu peran pemerintah untuk memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan kegiatan-kegiatan yang positif untuk menghindari pernikahan dini (Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas et al. 2020). Data Survey Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) yang dilakukan oleh Gender Relatet Development Index (GDI) dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menunjukan bahwa preeklampsia pada kehamilan ikut berkontribusi kepada kematian ibu di indonesia.
Faktor predisposisi yang utama dari preeklamsia adalah riwayat preeklamsi dalam keluarga, wanita dengan penyakit ginjal, kehamilan ganda, polyhidramion, diabetes melitus, mollahidatidosa, obesitas, primipara, kehamilan dengan usia ibu terlalu muda. Wanita yang berusia > 35 tahun rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes, atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan (Dielsa, Maya Firnanda et al. 2020).
Preeklampsia merupakan masalah serius dan kompleks, kondisi preeklamsia pada ibu harus segera ditindaklanjuti dan ditangani sedini mungkin, karena jika tidak maka dapat berkembang menjadi eklamsia dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan janin. Selain itu, kejadian ini berdampak tidak hanya pada ibu saat hamil dan melahirkan, tetapi juga berdampak pada pasca masalah. Kasus preeklamsia ini merupakan prioritas masalah yang harus segera ditangani agar dapat mengurangi angka kematian ibu.
Pada proses pertama, kami melakukan beberapa riset terkait kasus preeklamsia yang ada di Indonesia melalui beberapa sumber, seperti jurnal. Dengan sumber tersebut kita dapat menemukan beberapa faktor pendukung, penyebab terjadinya penyakit preeklamsia yang ada di Indonesia. Pada proses selanjutnya, kami mengelompokkan beberapa faktor tersebut dan mengerucutkan kasus preeklamsia di wilayah Jawa Timur. Faktor tersebut kita analisis dengan media fishbone seperti gambar diatas.
Pada tahapan analisis yang sudah dipaparkan, terdapat beberapa faktor dari kasus preeklamsia di wilayah Jawa Timur. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah faktor penyakit bawaan ibu dan faktor genetik. Kemudian, jika faktor eksternal, yaitu faktor pengetahuan dan perilaku, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor lainnya.
Pada faktor internal itu sendiri, merupakan faktor penyebab yang diakibatkan oleh penyakit bawaan dari ibu hamil itu sendiri ataupun masih ada hubungan genetik dengan keluarga.
Pada faktor penyakit bawaan itu sendiri, terdiri dari hipertensi, obesitas, diabetes dan penyakit ginjal. Karena, salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko ibu hamil mengalami preeklampsia adalah hipertensi kronik. Sehingga, meningkatkan faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil.