Lihat ke Halaman Asli

Wayan Kerti

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Meningkatkan Keterampilan Berbicara Generasi Millenial

Diperbarui: 11 Maret 2019   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perempuan yang berbicara di depan umum (Sumber: pexels.com)

Dalam konteks tahun politik seperti sekarang ini, kemampuan berbicara merupakan hal yang sangat penting bagi para kandidat (calon anggota DPRD, DPR, DPD, serta pasangan calon presiden dan wakil presiden) untuk menyampaikan gagasan, visi-misi, serta mempengaruhi psikologi masyarakat pemilihnya. 

Sementara itu, berbicara bukanlah sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata semata, akan tetapi menjadi alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

Oleh karena itu, keterampilan berbicara sangat penting peranannya dan perlu untuk diajarkan di sekolah-sekolah dalam upaya melahirkan generasi milineal yang cerdas, kreatif, dan berbudaya. Dengan menguasai keterampilan berbicara, generasi ini akan mampu megekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas dan sesuai konteks dan situasi pada saat berbicara. 

Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan dan ujaran yang komunikatif, jelas, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi muda yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. 

Akan tetapi, kemampuan berbicara sudah dipelajari dan mungkin sekali sudah dimiliki anak sebelum mereka memasuki sekolah. Taraf kemampuan berbicara anak ini bervariasi mulai dari taraf baik atau lancar, sedang, gagap, atau bahkan kurang. Ada anak yang lancar dan efisien menyatakan keinginan, rasa senang, sedih, sakit, atau letih. 

Sementara itu, anak lainnya mungkin masih takut-takut berdiri di hadapan teman sekelasnya. Bahkan, tidak jarang kita lihat beberapa anak berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah anak-anak lainnya.

Kenyataannya tersebut di atas hendaknya dijadikan sebagai landasan akan pentingnya pengajaran berbicara di sekolah-sekolah. Kebiasaan menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) dalam berkomunikasi lisan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat bisa jadi juga memberikan pengaruh kepada anak menjadi kurang terbiasa berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur. 

Disamping itu, dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, anak cendrung sangat pasif. Mereka enggan untuk bertanya atau menyatakan pendapatnya. Akibatnya, kemampuan berbicara anak dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar cendrung kurang.

Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin pula kemampuan berbicara akan terus rendah. Anak pun akan cendrung mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, dan ekspresi yang tepat pada saat menjalin kontak dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara.

Dalam konteks demikian, diperlukan pembelajaran berbicara yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Anak tidak hanya diajak belajar bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan terlatih dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya. 

Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, menoton, dan membosankan. Pembelajaran berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu dinantikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline