Menyusuri "Bukit Pedalit" akan memberikan sensasi tersendiri bagi kita yang suka berwisata ke alam bebas, khususnya bagi para "tracking maniac". Hal itu disebabkan karena alam di Bukit Pedalit masih sangat asri, alami, sepi dan jauh dari hingar-bingar keramaian sebagai ciri alam pedesaan.
"Bukit pedalit" merupakan wilayah yang menjadi bagian dari Banjar Dinas Pengawan, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem-Bali. Wilayah ini berada 1 km di bagian selatan Banjar Pengawan, yang sekaligus sebagai tapal batas dengan Desa Selumbung, Kecamatan Manggis. Di sebelah timurnya sudah menjadi wilayah Desa Macang, Kecamatan Bebandem. Untuk menjangku "Bukit Pedalit" bisa dilakukan dengan berkendara masuk dari wilayah Banjar Telaga, Sibetan atau bisa juga naik dari Banjar kreteg atau dari Bebandem, terus menyusuri Desa Macang, dan akan sampai di "Bukit Pedalit". Bagi yang suka "tracking", Anda dapat melalui jalan setapak di Banjar Pengawan atau naik melalui jalur Desa Ngis dan Selumbung dari wilayah Kecamatan Manggis.
Dahulu, di sekitar tahun 1980-an ke bawah, kawasan ini adalah wilayah gersang dengan hanya ditumbuhi semak belukar, pohon-pohon kelapa, atau jenis umbi-umbian yang ditanami oleh penduduk dengan kehidupan yang sangat sederhana. Banyak pula masyarakat sekitar maupun dari luar yang menjadikan kawasan ini untuk berburu batu akik, yang terkenal dengan "Batu Pedalit". Program "gamalisasi" di era Orda Baru telah mengubahnya menjadi kawasan yang menghijau.
Berada di atas "Bukit Pedalit", kita akan disuguhi panorama alam yang sangat memikat. Memandang ke arah utara; kita akan melihat dari kejauhan "Mount Agung" yang berdiri kokoh dengan berbagai hamparan sawah-sawah, dan perkebunan di sekitar kakinya. Gunung Agung memang nampak jelas dari atas "Bukit Pedalit" yang ditetapkan sebagai zona aman (> 12 km). Hal itu pula meyebabkan di tempat ini dibangun satu pos pemantau oleh BNPB untuk mengamati aktivitas Gunung Agung selama fase kritis ini. Jika kita memandang ke arah selatan, mata kita akan disuguhi pandangan laut lepas sepanjang wilayah Candidasa, Pelabuhan Padang Bai dengan depo-deponya, sampai sembulan pulau Nusa Penida di Kabupaten Kelungkung. Belum lagi keindahan deretan lereng-lereng bukit Ngis dan Selumbung yang menghijau dan dibiarkan lestari karena adanya "awig-awig desa" yang melarang merambah hutan. Arah barat, akan memberi sensasi jalanan berliku dengan latar bukit-bukit menghijau, termasuk kawasan "Pemukuran" yang juga terkenal dikunjungi para kaula muda. Di timur adalah kawasan kelanjutan tembus ke Desa Macang yang memesona dengan "Bukit Badabudu-nya".
Maka, lengkaplah kenikamatan alam yang dapat kita rengkuh, bila berkunjung ke wilayah ini. Kicau burung-burung pun masih terdengar merdu, maklum karena habitat mereka masih asri dan alami. Begitu juga monyet-monyet liar sangat banyak, yang terkadang menganggu dan merusak tanaman penduduk. Tak ada yang berani memburunya lagi karena "awig-awig desa" yang kembali menjadi bentengnya. Jika kita berselancar ke kawasan ini antara bulan Januari sampai sekitar bulan Maret, kita juga bisa menemukan beraneka macam buah lokal, seperti; salak, durian, wani, mangga lokal, dan beberapa jenis buah lokal lainnya yang menjadi sumber penghasilan penduduk setempat. Sekarang ini, tidak banyak penduduk yang masih berdiam di kawasan ini. Banyak masyarakat yang dulunya berdiam di wilayah ini, memilih merantau ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Maklumlah, hasil bumi tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan hidupnya yang semakin kompleks. Sedangkan pesona alam yang luar biasa tidak memberikan konstribusi kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Hingar-bingar pariwisata Bali di wilayah Bali Selatan dan Utara, tak menular dan menjalar ke arah wilayah ini. Dahulu, ketika belum adanya "awig-awig" yang melarang penebangan/merambah hutan, banyak masyarakat sekitar yang menghidupi kebutuhan dapurnya dari berjualan kayu bakar. Ketika kini menghijau karena aturan tersebut, sangat enak untuk dipandang tetapi tak bisa mereka tebang. Jadilah kawasan ini sangat menghijau dan asri.
Sayangnya, para "steak older" di bidang pariwisata seakan lupa dan tidak melirik kawasan ini sebagai salah satu alternatif tujuan "wisata agro" di wilayah Karangasem. Jika saja promosi dan sedikit ditunjang dengan pembangunan sarana-prasarana yang memadai oleh pemerintah melaui instansi terkait, tentu kawasan ini tidak kalah menarik dengan kawasan wisata lainnya di Pulau Bali. Dampaknya tentu juga akan dinikmati oleh masyarakat sekitarnya dan tidak perlu melakukan tindakan "urban" untuk mencari penghidupan.
Anak-anak muda Desa Sibetan yang tergabung dalam "Kaum Kuzam Club" beberapa tahun lalu pernah melakukan kegiatan/event Trabas Adventue Trail dengan mengundang para "trail maniac" di seluruh Bali menyusuri kawasan bukit tersebut, finis di kawasan Telaga Tista, Desa Jungutan. Kegiatan itu terbilang sukses dan meriah. Setidaknya sudah turut memperkenalkan wilayah ini kepada para penggemar motor trail dari pelosok Bali. Sayangnya agenda itu berlangsung sekali dan sampai saat ini stagnan.
Kini, "Bukit Pedalit" yang menawarkan beribu pesona yang asri dan alami menanti lirikan para penikmat wisata alam dan siap memanjakan libido kegerahan kehidupan yang penuh kebisingan dari penatnya kehidupan kota. Sensasinya akan lebih nikmat jika jalur yang ditempuh dengan menuruni jalan setapak di Banjar Pengawan. Kita akan diajak menyisiri lintasan aliran sungai yang bersih dan segar sebelum menjejakkan kaki di atas bebatuan untuk mencapai puncak. "Bukit Pedalit" menunggumu kaum pecinta alam! Rengkuhlah "perawan" alamnya yang penuh pesona memikat hati melebur kegalauan hati.
oleh I Wayan Kerti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H