Akhir-akhir ini, ramai terdengar berita bahwa premi BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan dua kali lipat. Hal tersebut tentu menimbulkan keresahan di hati masyarakat. Bayangkan saja, selama ini masyarakat sudah cukup "terbeban" dengan iuran BPJS yang harus dibayarkan setiap bulan. Sekarang, iuran tersebut ingin dinaikkan dua kali lipat! Apa yang dipikirkan oleh pemerintah? Apakah mereka tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya?
Sebelum membuat suatu asumsi, ada baiknya dilihat terlebih dahulu fakta-fakta yang ada terkait kenaikan premi BPJS ini. Dari berita-berita yang ada, dikatakan bahwa pemerintah ingin menaikkan iuran bagi para peserta BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2020. Hal ini dilakukan karena BPJS Kesehatan mengalami kerugian yang sangat besar. Pada tahun 2018, defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan mencapai Rp18,3 triliun.
Diperkirakan, pada tahun 2019, kerugian tersebut akan membengkak hingga Rp32 triliun. Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris juga menyatakan bahwa apabila BPJS kesehatan tidak menaikkan iurannya, badan tersebut akan berpotensi menanggung defisit hingga Rp77,9 triliun. Pemerintah berharap dengan kenaikan iuran BPJS ini, mereka tidak perlu lagi memberikan suntikan dana kepada BPJS Kesehatan.
Lalu, bagaimana mekanisme kenaikan premi BPJS ini? Pada awalnya, pemerintah berencana menaikkan premi BPJS semua kelas, yaitu:
-Kelas I: Rp80.000 menjadi Rp160.000
-Kelas II: Rp51.000 menjadi Rp110.000
-Kelas III: Rp25.500 menjadi Rp42.000
Namun, rencana kenaikan iuran mandiri untuk peserta BPJS kelas III untuk sementara ditangguhkan karena mendapatkan penolakan dari DPR. Pihak DPR meminta agar kenaikan iuran ditunda hingga dilakukan pembenahan data untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berdasarkan data audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2018), terdapat 10.654.539 peserta JKN yang bermasalah. DPR mengkhawatirkan masih terdapat masyarakat miskin yang masih berstatus sebagai peserta mandiri JKN kelas III. Kenaikan iuran untuk peserta mandiri BPJS kelas III tentu akan memberatkan kelompok masyarakat ini.
Bagaimana reaksi masyarakat sejauh ini?
Salah satu akibat yang terlihat nyata dari kenaikan BPJS ini adalah ramainya peserta BPJS Kesehatan yang mengajukan turun kelas. Salah satunya yaitu Akira Absara, peserta BPJS Kesehatan di Majalengka, Jawa Barat yang mengajukan turun kelas BPJS Kesehatan dari kelas II ke kelas III karena merasa cukup keberatan dengan kenaikan premi kelas II yang mencapai 100%. Banyaknya peserta yang mengajukan turun kelas juga terjadi di Medan, Pontianak, dan berbagai daerah lainnya.
Respon dari masyarakat terhadap kenaikan ini sendiri cukup beragam. Terdapat beberapa pihak yang menyetujui kenaikan ini, sementara pihak-pihak lain menyayangkan kenaikan ini. Salah satu contoh dari pihak yang setuju adalah Kanti Martiana, seorang ibu rumah tangga asal Bandung yang menyatakan bahwa ia setuju dengan kenaikan premi BPJS Kesehatan karena akan memperlancar pembayaran klaim dan memperbaiki kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang sedang terpuruk sejauh ini.