Pada 4 September yang lalu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atau Kemenristekdikti mencabut moratorium izin pendirian fakultas kedokteran yang berlaku sejak Juni 2017. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir menjelaskan bahwa alasan dicabutnya moratorium ini adalah karena telah terjadinya peningkatan kualitas di beberapa fakultas kedokteran di Indonesia. Langkah pencabutan moratorium ini didukung oleh beberapa alasan mengenai kurangnya jumlah dokter di Indonesia. Akan tetapi, apakah langkah ini dapat mengatasi permasalahan itu? Atau malah akan memperburuk keadaan?
Latar Belakang Diberlakukannya Moratorium FK
Wacana moratorium izin pendirian fakultas kedokteran sudah muncul sejak tahun 2015 silam. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah lembaga yang mengusulkan untuk diberlakukannya moratorium dengan mengirimkan surat permintaan kepada Kemenristekdikti. Sebagai badan yang mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, KKI melayangkan permintaan diberlakukannya moratorium izin pendirian FK dengan dilandasi oleh beberapa alasan. Salah satu alasannya ialah karena terlampau banyaknya program studi kedokteran yang ada di Indonesia. Terdapat 83 program studi kedokteran yang ada di Indonesia. Sayangnya, banyaknya program studi kedokteran ini tidak dibarengi oleh kualitas pendidikan yang baik. Sebanyak 37 fakultas kedokteran berakreditasi C, sedangkan hanya 17 fakultas kedokteran yang berakreditasi A. Maka, dapat disimpulkan bahwa 45% program studi kedokteran di Indonesia masih berakreditasi rendah. Alasan lain yang mendasari usulan pemberlakuan moratorium FK adalah rendahnya jumlah peserta Ujian Kompetensi Mahasiswa Peserta Pendidikan Dokter (UKMPPD), yaitu 30% dari total peserta.
Rendahnya kualitas pendidikan kedokteran di kebanyakan fakultas kedokteran di Indonesia tentunya dapat menghasilkan lulusan dokter-dokter yang kurang kompeten dalam menjalani profesinya. Maka, KKI menilai bahwa pendirian fakultas-fakultas kedokteran baru bukanlah merupakan solusi yang tepat untuk menanggulangi kekurangan dokter di daerah-daerah terpencil, melainkan persebaran dokter yang lebih merata. Peningkatan jumlah mahasiswa kedokteran tanpa difasilitasi oleh tenaga kependidikan yang tidak adekuat hanya akan memperburuk kualitas pelayanan kesehatan secara umumnya dengan banyak dokter yang kurang kompeten. Selain itu, mahasiswa-mahasiswa kedokteran di fakultas kedokteran berakreditasi rendah akan mengalami kerugian yang cukup banyak karena tidak dapat lulus menjadi dokter meskipun telah menggelontorkan biaya yang tidak sedikit.
Berlakunya Moratorium Fakultas Kedokteran
Melihat kondisi kini dan yang mungkin akan terjadi, Kemenristekdikti atas pertimbangan dari rekomendasi Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan surat edaran moratorium izin fakultas kedokteran setahun kemudian, tepatnya pada 14 Juni 2016. Terdapat tiga poin pada surat edaran tersebut, antara lain rencana evaluasi terhadap penyelenggaraan program studi kedokteran yang ada, penghentian sementara pengajuan pembukaan program studi kedokteran sampai ada peningkatan mutu, dan pengecualian pembukaan program studi kedokteran baru untuk memnuhi kebutuhan tenaga dokter.
Pencabutan Moratorium Fakultas Kedokteran
Dicabutnya moratorium izin pendirian fakultas kedokteran beberapa minggu lalu mengundang tanya. Salah satunya adalah apakah pencabutan ini didasari oleh pertimbangan yang matang. Muhammad Nasir selaku Menristekdikti mengatakan bahwa terdapat peningkatan kualitas yang tergambar oleh peningkatan akreditasi yang tadinya C menjadi B. Hal ini, menurutnya, menjadi pertimbangan utama untuk mencabut moratorium fakultas kedokteran, melihat dari poin kedua surat edaran moratorium FK pada 14 Juni 2016 yang disepakati bahwa penghentian sementara pengajuan pembukaan studi kedokteran diberlakukan sampai ada peningkatan mutu. Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah dengan adanya kenaikan akreditasi beberapa program studi kedokteran dapat mencerminkan peningkatan kualitas pendidikan kedokteran yang signifikan?
Dengan dicabutnya moratorium izin pendirian fakultas kedokteran, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia kembali dapat membuka program studi kedokteran baru. Hal ini tidak hanya problematik bagi para mahasiswanya, tetapi juga pada masyarakat pada umumnya. Dengan fakta bahwa pendidikan kedokteran di Indonesia didominasi oleh fakultas kedokteran berakreditasi rendah, kepercayaan masyarakat kepada dokter dapat berkurang secara perlahan. Tidak hanya kepercayaan, malpraktik atau kelalaian dapat menjadi lebih sering berhubung kurangnya kompetensi para tenaga dokternya. Masih banyak akibat yang mungkin terjadi dengan dicabutnya moratorium fakultas kedokteran ini, namun semua mengarah kepada kemunduran pelayanan kesehatan di Indonesia.
Pencabutan moratorium izin pendirian fakultas kedokteran oleh Kemenristekdikti merupakan suatu langkah yang terlalu prematur dan kurang didasari oleh alasan yang kuat. Masih kurangnya kualitas banyak program studi kedokteran di Indonesia dan kurang meratanya tenaga dokter di Indonesia merupakan masalah yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Pencabutan moratorium tanpa disertai perbaikan dan evaluasi kualitas pendidikan kedokteran yang baik oleh Kemenristekdikti dapat menjadi bumerang bagi pelayanan kesehatan di Indonesia ke depannya. Niat baik pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter di daerah-daerah terpencil bisa jadi berakibat pada berkurangnya kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.-Abiyyu
Sumber