Lihat ke Halaman Asli

Rajih Arraki

Pembelajar Sosiologi

Pemimpin: Keseimbangan Ilmu, Tindakan dan Akhlaq

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali kita melihat sosok pemimpin yang bertitle pendidikan tinggi. Master, doktor bahkan professor menghiasi nama-nama mereka sehingga terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan yang tanpa title. Sebenarnya, apakah title itu mempengaruhi bentuk kepemimpinan seseorang atau bahkan menjatuhkannya ditengah kepemimpinannya?

Melihat keadaan Indonesia sekarang dengan pemimpin-pemimpinnya, banyak sekali hal-hal yang terjadi di Negara kita tercinta mulai dari bencana, kasus-kasus yang tak diketahui kelanjutannya dan ribuan rntangan bertubi-tubi melanda Bumi Pertiwi. Lantas, di manakah keberadaan para pemimpin yang dengan janji-janji mereka untuk memberikan dan mengusahakan kesejahteraan di bumi Indonesia?

Termasuk unsur dari kepemimpinan adalah kecerdasan. Namun, kecerdasan tak selalu ditandai dan dicirikan dengan title yang tinggi, tetapi justru dengan tindakan dan tindakan ini akan menjadi lebih baik jika dilandasi dengan akhlaq dan budi pekerti luhur. Di sinilah titik di mana keadilan seorang pemimpin terlihat.

Bisa kita bayangkan jika seorang pemimpin hanya berbekal ilmu saja, maka yang terjadi adalah ia berkuasa sewenang-wenang karena ilmunya tinggi dan tak ada yang menyainginya. Lalu jika hanya ilmu dan tindakan tanpa dilandasi akhlaq, yang terjadi adalah pemimpin akan berbuat untuk dilihat dan dipuja orang. Bahkan, bisa jadi ia menggunakan alasan bahwa ia telah berbuat dan bertindak dengan segala ilmu yang dimilikinya demi kepentingan rakyat dan negara untuk menggugat tuduhan korupsi yang melayang kepadanya. Belum lagi jika seorang pemimpin hanya berbekal ilmu dan tindakan, ia akan tergoda untuk mencoba mengambil yang bukan hak miliknya dengan alasan dalam hati bahwa kejadian ini "kapan lagi" dan "lagi butuh".

Lalu, untuk menengahi kedua aspek yang ada dalam diri seorang pemimpin tersebut, perlu adanya AKHLAQ yang baik dan itu tidaklah semudah membalikkan tangan.

Pentingnya Akhlaq dalam diri seorang pemimpin adalah suatu kesakralan dan sudah seyogyanya tidak bisa diganggu gugat keberadaannya karena akhlaq mampu menjadi tolak ukur ilmu dan tindakan. Berakhlaq pasti berilmu dan bertindak baik meskipun harus sedikit belajar, namun bukankah menjadi pemimpin merupakan sarana untuk melatih dan pembelajaran diri menjadi seorang yang tangguh? Dan bisa disimpulkan bahwasanya Akhlaq merupakan Kunci, tolak ukur dan inti dari pemimpin itu sendiri.

Menjadi seorang pemimpin bukanlah sebuah kemudahan karena di dalamnya terdapat kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi sehingga dengan kedua hal tersebut, seorang pemimpin akan dilihat bagaimana ilmunya, tindakannya serta akhlaqnya oleh anggota-anggotanya dan yang mengawasi tindak tanduknya. Jadi, menjadi sebuah pertanyaan besar jika seorang pemimpin yang mengajukan diri lalu saat kepemimpinannya ia melanggar janji atau visi dan misinya sebagai pemimpin. Apakah ia telah lupa atau ia telah termakan hawa nafsu sehingga yang ia sadari hanya sebatas ILMU dan TINDAKAN saja? Jika akhlaq seorang pemimpin buruk, bisa diperkirakan bagaimana jajaran-jajarannya. Sungguh miris, apalagi hal ini marak terjadi di Bumi Pertiwi yang semakin haus akan pemimpin yang adil, pemimpin yang sadar akan dirinya bahwa dialah seorang aktor pemimpin yang diharapkan bawahan-bawahannya dan yang bertanggung jawab sehingga ilmu, tindakan dan akhlaqnya pun bagus pula.

Akhirnya, dalam hal menjadi seorang pemimpin, sepantasnya untuk mengingat kembali bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Kunci dan intinya adalah Akhlaqul Karimah atau akhlaq yang baik. Dengan kunci ini, terbukalah tolak ukur kebaikan dalam tindakan dan Ilmu sehingga rasa kesadaran dan tanggung jawab secara otomatis akan muncul dalam dirinya karena ia akan mawas diri dan memperbaiki segala tindakan dan melakukan tindakan evaluative pada kelanjutannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline