Lihat ke Halaman Asli

Menghancurkan Hindu-Bali dengan Like

Diperbarui: 10 Oktober 2016   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggunuaan media sosial belakangan ini di pulau Bali, ibarat pedang bermata dua, satu sisi sebagai media promosi yang bisa menarik banyak pendatang/wisatawan (yang tentunya akan berdampak ekonomi bagi penyedia jasa pariwisata), satu sisi yang lain bisa menghancurkan Hindu dan Bali itu sendiri. 

Penulis melihat fenomena memposting photo photo "tak wajar" di tempat tempat yang dianggap suci oleh umat hindu Bali. Penulis menyebut "tak wajar" karena menurut penulis memang photo photo seperti ciuman di Pura adalah hal yang tidak bisa diterima oleh penulis. 

Terlebih masih jelas dalam ingatan pada tahun 2013, sepasang bule tertangkap basah warga sedang berhubungan seks di pura Desa Saraseda, Tampaksiring, Gianyar, Bali. 

Penulis menemukan seorang pemilik account instagram, yg dalam accountnya mengaku seorang bali asli yang ingin menyebarkan keindahan bali lewat instagram dengan cara meregram photo photo yang dia anggap menarik. Penulis juga menemukan tidak hanya jumlah like yang fantastis tapi komentar komentar yang menarik karena sebagian besar yang berkomentar ingin melakukan hal yang sama di tempat itu. 

Juga tidak memungkiri ada beberapa orang yg sepaham dengan penulis dengan berkomentar sinis, "Please respect Balinese Hindu culture by not kissing in the temple" dan komentar komentar sejenis, tapi penulis melihat komentar komentar itu hilang dalam beberapa saat. Kemungkinan sang empunya account menghapus komentar komentar yang dia anggap merusak apa yang telah dia posting.

Pura Lempuyang bukan pura biasa, Pura Lempuyang adalah salah satu pura tertua dan paling utama di Bali, Lempuyang adalah salah satu dari Sad Kahyangan, 6 Pura Utama sebagai sendi sendi pulau dewata. 

Kalau sudah begini, besar kemungkinan seminggu dan selanjutnya ribuan photo photo seperti ini dan di tempat tempat suci lainnya di Bali akan dibuat dan diposting di media sosial karena dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Lalu pertanyaannya apakah ini wajar? PHDI sebagai wadah umat hindu mungkin harus membuat suatu kebijakan? Semoga hal ini bisa dijadikan salah satu pelajaran untuk bermedia sosial yang lebih "wajar" yang tidak hanya mengejar LIKE dan LIKE.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline