Lihat ke Halaman Asli

M Bayu Dwi Saputro

Koki di sebuah restoran cepat saji

Idealisme Plato

Diperbarui: 17 Juni 2023   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam sesi kelas filsafat di sanggar Teater Satu, kami punya tradisi untuk membahas topik berdasarkan pertanyaan pertama yang diajukan oleh murid. Jika tidak ada yang bertanya, maka gurunya yang akan bertanya. "Waduh," kata Kak Baysa, salah satu senior kami.

Malam itu, Amel menyelamatkan kita semua. Dia bertanya kepada kak Is---guru, sutradara, teman, sekaligus "kekasih" kami di sanggar Teater Satu---, apakah slogan cantik ideal yang dipropagandakan dalam iklan-iklan produk kecantikan merupakan pengaruh dari idealisme plato?

Kak Is menjelaskan bahwa idealisme Plato merupakan gagasan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia memiliki bentuk idealnya dalam dunia yang disebut Plato sebagai dunia ide. Artinya, bentuk ideal itu tidak dapat kita temukan di dunia ini. Meskipun manusia secara umum memiliki kesamaan, namun masing-masing tetap memiliki bentuk fisik yang unik secara spesifik.

Belasan murid Kak Is dengan wajah khas dari bergagai suku menyimak dengan seksama. "Misalnya wajah," lanjut Kak Is, "normalnya wajah manusia sama-sama memiliki mata, hidung, bibir, dan seterusnya, tetapi setiap manusia punya lengkung mata yang berbeda-beda, begitu pula hidung, bibir, dan yang lainnya." Kak Is mengabaikan rokok di antara kedua jarinya yang sudah mengabu separuh batang hingga abunya jatuh dengan sendirinya ke celananya. "Dari sekian banyak variasi bentuk fisik ini, manakah yang ideal? Apakah lengkung mata yang ideal itu seperti yang dimiliki salah seorang personil SNSD seperti yang diiklankan produk-produk skin care?"

"Hahaha. Skin care-anlah kalian sampai keriput untuk meraih wajah yang ideal," ledek Plato dari TPU cabang Athena sana. Karena menurutnya, wujud ideal dari segala sesuatu hanya ada pada dunia ide. Ide atau idea ini diibaratkan seperti cetakan bolu. Cetakan bolu ini dapat membantu kita untuk membuat ratusan bolu yang secara umum memiliki kesamaan bentuk, tapi mustahil secara spesifik bolu-bolu itu sama. Ada yang adonan telurnya sedikit lebih banyak, ada yang kurang gula, ada yang pinggirannya coak sedikit, dan masih banyak keunikan lain akibat faktor eksternal. Jika kita meminta bolu yang ideal kepada tukang bolu, tukang bolu yang bijak akan menjawab,"bawa saja cetakannya!"

Jika menurut kita ada bolu yang paling sempurna, itu tidak dapat kita sebut sebagai bolu yang ideal, tetapi kita bisa menetapkan standard bolu yang baik. Contoh:

"Bolu yang baik adalah bolu yang lebih banyak telurnya," kata sebagian besar orang yang suka makan telur. Di sisi lain...

"Bolu yang baik adalah Bolu yang enggak pake telur," kata sebagian besar orang yang alergi telur.

Jadi, cantik ideal yang dibentuk dalam konstruk kapitalisme adalah standard kecantikan menurut sebagian besar orang dan tidak ada orang cantik ideal di barisan orang-orang cantik kerena setiap negara, daerah, bahkan individu, punya kriterianya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline