Lihat ke Halaman Asli

Can (I) do This?

Diperbarui: 1 Mei 2022   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Sejak ekspektasi hidup dihancurkan tangan penulis populer, menulis menjadi aktivitas menakutkan. Proyeksi kesenangan yang timbul dari hati agaknya menganggu keseharian pun pekerjaan, akibat harapan buram. Demi menghindari pola pikir apriori, saya menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mendengar. 

Usai 47 hari mencerna kekecewaan struktural, di penghujung Ramadhan dan sambut Hari Pendidikan, saya ingin mencoba menulis kembali. Dalam proses belajar, membaca, dan mendengar, saya dominan memilih topik pendidikan, sosial, dan kesehatan mental. 

Satu sisi saya mendapat temuan menarik yang membangkitkan inovasi ini ber-progress. Satu sisi, saya harus terima bahwa krisis kepercayaan diri juga ikut membuncah, dan memantik beberapa pertanyaan. "Saya hidup buat apa ya?", "Saya harus ngapain lagi nih?", "Saya bisa gak ya bertahan?", dan segala kecemasan lainnya.

Saya coba tarik untuk mendalami pendidikan. Dari puluhan diskusi dan bacaan yang saya temui, mayoritas memiliki kemampuan yang solid. Jika diurai, mereka adalah orang-orang keren pilihan bumi. 

Bagi saya, mereka punya semuanya: dukungan keluarga, materi, bahasa asing, lulusan kampus bergengsi, penalaran teknologi yang mumpuni, dan ide brilian. Lalu, saya kembali melihat diri yang bukan siapa-siapa (re: untuk menyuarakan pendidikan). Bisa dilihat dari beberapa video ini:

Maudy Ayunda: Kartini Modern Berani Tantang Status Quo | Endgame S3E25
Sabda PS: Tanpa Standar Intelektual, Peradaban Bisa Celaka | Endgame S3E05
Buka Jalan Menuju Mimpi dan Pengetahuan - Ketty Lie | Endgame S3E17

Namun, saya mencoba tanamkan afirmasi positif dengan mengimbangi mendengar obrolan ini: Pulang dan Berdayakan Kampung Halaman | Polgov Talks ft Dicky Senda dan menetralisir kecemasan melalui tontonan ini: On Marissa's Mind akhirnya tidak sengaja melatih empati dan syukur, akibat mendengar perbincangan ini: MEMBUKA HALAMAN BARU YANG LEBIH INDAH DI HIDUP AMING - Tonight Show Premiere

Bagi saya, semua video di atas penuh dengan keseimbangan. Ada bagian romantisasi bahwa hidup ini bisa baik-baik saja. Namun, adakalanya manusia memiliki satu waktu yang menjadi titik terjatuh di hidupnya. Tapi, Tuhan menawarkan pilihan untuk kita menyerah, kalut, atau menerimanya dengan bijaksana. Sayang, bijaksana menjadi bagian tersulit dalam proses ini--bagi saya.

Saat ini, saya sedang menjalani hidup yang hanya sekadar hidup, dipaksa menjadi kuat meskipun tidak juga. Dalam konteks ini, saya terbebani persona--setelah semua bekal bahagia, tiada. 

Faktanya, seberapa baikpun menjadi manusia, potensi ketidakidealan hidup itu pasti terjadi: ditinggal orang yang disayang, direndahkan orang sekitar, merelakan mimpi, sulit mempercayai siapapun bahkan diri sendiri. Pada proses mendaku ketenangan, saya sedikit mempelajari stoikisme dan beberapa imbauan para filsuf. Namun, praktiknya tak seindah kupu metamorfosis. Saya tetap tergopoh dan merasa kalah pada poin-poin tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline