Lihat ke Halaman Asli

KEPIK FEB UNDIP

BEM FEB Undip 2020, Kabinet Melodi Juang.

Tahun Politik Datang, Sayup Hoaks Berkumandang

Diperbarui: 6 Maret 2019   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dok. BEM FEB UNDIP

Kini orang-orang tidak hanya mengandalkan media media ternama untuk mencari informasi. Masyarakat seringkali mendapatkan informasi dari sesama keluarga, rekan kerja, atau kerabat melalui sosial media. Akhir-akhir ini banyak bermunculan berita hoax alias berita bohong. Berita bohong itu biasanya tersebar melalui media sosial, yang sialnya dibagikan (share) lagi oleh pengguna media sosial, sehingga banyak yang menganggap berita hoaks itu adalah berita asli.

Hoaks sendiri adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu yang biasanya digunakan dalam forum internet. Adapun kata hoaks dalam KBBI dikategorikan sebagai ajektiva dan nomina. Sebagai ajektiva, kata hoaks berarti tidak benar; bohong. Dalam penulisannya sebagai frasa, hoaks ini menggunakan kata yang diterangkan terlebih dahulu, misalnya menjadi "berita hoaks". Namun, hoaks juga bisa berdiri sendiri sebagai nomina dengan arti "berita bohong".

Di Indonesia, tidak ada yang tahu berita hoax apa yang pertama kali muncul. Namun, fenomena hoax ini mulai ramai sejak pemilihan gubernur (Pilgub) Jakarta pada tahun 2012 lalu. Biasanya berita hoaks pada masa ini banyak memberitakan mengenai kejelekan masing-masing cagub, atau istilahnya Black Campaign. Hal ini juga terus berlanjut, bahkan makin menjadi-jadi pada Pilpres 2014 lalu. Setiap hari, ratusan bahkan ribuan pesan viral berisi berita provokasi disertai gambar yang menyebar dari satu pengguna ke pengguna lain. Pesan-pesan ini kadang tidak memiliki sumber jelas, atau dalam beberapa kasus, mencatut nama sumber "resmi" atau kredibel. Padahal sumber tersebut hanya informasi palsu yang dimanipulasi.

Tahun politik telah menghampiri, sayup-sayup bisikan berita palsu berhamburan dari berbagai sisi; seakan-akan saling menunjuk jari. Mengapa?

Terbukti bahwa masa politik menjadi tempat  hoaks merajarela. Menurut survei yang dilakukan Mastel pada Februari 2017, hampir 45% responden menyatakan bahwa mereka menerima berita hoaks setiap hari. Dan 91% persen jenis hoaks yang mereka terima berkonten sosial dan politik. Data ini dikumpulkan ketika pilkada 2017 masih marak.

Sementara Kominfo memverifikasi adanya 62 hoaks  pemilu 2019 sejak Agustus 2018 hingga Desember 2018. Berikut beberapa konten hoaks populer yang diidentifikasi Kominfo sepanjang Agustus-Desember 2018 (ditampilkan sesuai dengan informasi dari Kominfo):

Laporan Isu Hoaks Bulan Agustus 2018:

  1. Cina minta Jokowi jual Pulau Jawa dan Sumatra
  2. Banser resmi dukung Prabowo Sandi
  3. Megawati setuju PKI bangkit

Laporan Isu Hoaks Bulan September 2018:

  1. Pelaku bom bunuh diri di Surabaya masih hidup dan dukung 2019 ganti presiden
  2. Mahasiswa Baru UMM Bentuk Formasi "2019 Ganti Presiden"

Laporan Isu Hoaks Bulan Oktober 2018:

  1. Ratna Sarumpaet Diancam Pemerintah
  2. Pemerintah akan segera mengesahkan UU LGBT
  3. Timses Prabowo Sandi akan adakan CFD membiru pada 28 Oktober 2018

Laporan Isu Hoaks Bulan November 2018:

  1. PDIP minta seluruh pesantren ditutup
  2. Foto seksi Grace Natalie
  3. Kelompok Mahasiswa Cipayung Plus Terima Uang dari BIN untuk Tidak Mengkritisi dan Dukung Jokowi -Ma'ruf Amin

Laporan Isu Hoaks Bulan Desember 2018:

  1. Foto Prabowo di dinding pemimpin luar negeri
  2. Museum NU di Surabaya Menjadi Rumah Pemenangan Prabowo-Sandi
  3. Pendatang Cina diberi arahan KPU untuk mencoblos di TPS
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline