Lihat ke Halaman Asli

Konflik Pertanahan Eco-City Rempang Batam

Diperbarui: 24 September 2023   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Bentrokan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau meletus sejak 7 September 2023 setelah BP Batam, TNI, dan Polri memaksa masuk ke wilayah tersebut untuk mengukur dan mendelineasi medan. Selama bentrokan, pihak berwenang menembakkan gas air mata ke arah sekolah dasar tersebut. Peristiwa itu terjadi pasca sengketa lahan perencanaan pengembangan kawasan Eco-City Rempang.
     Proyek pengembangan Eco-City Rempang sudah ada sejak tahun 2004. Saat itu, PT. Makmur Elok Graha merupakan pihak swasta yang bermitra dengan pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam yang bekerja sama. Kini, pembangunan Rempang Eco-City telah masuk dalam Program Strategis Nasional tahun ini sesuai Keputusan Menteri Perekonomian  Nomor 7 Tahun 2023 dan bertujuan untuk menarik investasi hingga Rp381 triliun pada tahun 2080.
     Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia, milik perusahaan China Xinyi Group. Modal investasi proyek tersebut diperkirakan sekitar 11,6 miliar dollar AS atau setara dengan sekitar Rp 174 triliun. Berdasarkan laman BP Batam, proyek ini akan menempati lahan di Pulau Rempang seluas 7.572 hektare atau 45,89% dari total luas Pulau Rempang  yang luasnya mencapai 16.500 hektare. Beberapa rumah tangga yang terkena dampak harus pindah untuk mengembangkan proyek ini. Sebagai kompensasinya, Direktur BP Batam Muhammad Rudi mengatakan pemerintah menyiapkan rumah Tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas  500 meter persegi.
     Namun, seorang saksi setempat mengatakan hingga saat ini masih ada 16 desa yang menolak  direlokasi. Mereka mengaku desa yang ingin digusur itu didirikan pada tahun 1834. Warga yang digusur akibat pembangunan PSN tidak mendapat ganti rugi dari BP Batam. Menurut dia, keterangan polisi soal ganti rugi hanya permintaan sepihak yang diterima  BP Batam.
Kepala BP Batam mengatakan, dari total 2.000 hektare lahan, terdapat 3 desa yang berada di kawasan pembangunan pabrik dan harus direlokasi. Oleh karena itu, sejak Juni 2023, BP Batam telah memberikan informasi kepada mereka yang akan dimukimkan kembali mengenai hak-hak yang akan diberikan pemerintah.
      Jadi bukan 16 desa yang mau direlokasi dalam waktu dekat  tapi hanya 3 desa yang kita relokasi, yaitu Kampung Sembulan Hulu, Sembulan Tanjung dan Pasir Panjang, jumlah penduduknya sekitar 700 KK, dengan jumlah penduduk 91 orang. desa. Desa-desa yang terkena dampak pembangunan menempati lahan seluas 2.000 hektare. Rempang Eco City sudah sepakat untuk direlokasi dan 168 diantaranya masih berkonsultasi dengan kami. Dalam proses konsultasi, mereka ingin mengetahui apa yang akan mereka dapatkan dari pemerintah jika mereka pindah. Mereka yang hendak pindah  akan diberikan sejumlah hak, antara lain tanah seluas 500 meter persegi per kepala keluarga yang bersertifikat pemerintah dan rumah kelas 45.  BP Batam menjamin relokasi ini tidak akan berdampak pada kehidupan dan penghidupan. penduduk yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan.
     Hak yang akan diberikan kepada masyarakat Rempang yang akan direlokasi terlebih dahulu adalah tanah seluas 500 meter persegi untuk setiap kepala keluarga. Tanah tersebut juga akan segera mendapat sertifikat karena menurut Kepala BP Batam, selama ini hanya kurang  1-2% warga Rempang yang memiliki sertifikat tanah.
     Hak kedua bagi mereka adalah rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas 500 m2 untuk 700 keluarga. Namun, kenangnya, untuk rumah ini tidak hanya akan dibangun  700 rumah sesuai keluarga dari 3 desa tersebut, namun juga akan didirikan desa baru sebanyak 2.700 rumah dan apartemen di atas lahan refungsi.Pemukiman mereka berada di atas lahan seluas Lahan 17.600 hektar serta lahan lainnya. infrastruktur  seperti sekolah dan tempat ibadah.

     Berbagai fasilitas pendukung seperti pembangunan tempat ibadah alternatif berupa masjid dan gereja. Segala akses jalur menuju pemukiman mereka dan pendekatan ke Jalan Raya Trans Barelang juga perlu dipersiapkan, begitu pula dengan pelabuhan laut dan pelabuhan muat untuk kebutuhan desa baru itu sendiri.
     Dibutuhkan dana sebesar Rp1,600 miliar untuk merelokasi 700 keluarga di 3 desa yang terkena dampak pengembangan eco-city Rempang. Kepala BP Batam mengaku telah berkonsultasi dan meminta persetujuan Komite VI DPR untuk menerima bantuan keuangan dari Menteri Keuangan Pusat Sri Mulyani Indrawati melalui APBN. Namun, kata dia, anggaran yang diminta BP Batam tidak bisa dipenuhi. Tanpa adanya dukungan dana dari pemerintah pusat, Kepala BP Batam menyatakan akan menggunakan uang jaminan tahunan (UWT) dari pengelola kawasan Rempang seluas 17.600 hektare, yakni PT MEG (Makmur Elok Graha). PT MEG menjadi pengelolanya sejak tahun 2004.


Lahan tersebut milik anak usaha Tomy Winata
     Kepala BP Batam mengatakan, kawasan pengembangan Rempang Eco City seluas 2.000 hektar (ha) yang merupakan hasil kesepakatan antara PT MEG (Makmur Elok Graha) dan Xinyi Glass Holdings Ltd., Juli 2023. Sejak tahun 2004, PT MEG hingga saat ini telah dipilih oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan BP Batam untuk mengelola 17.600 hektar/lahan di Pulau Rempang. Dari jumlah tersebut terdapat 10.028 hektare hutan lindung. Perusahaan  mendapat konsesi selama 80 tahun. Sisanya seluas 7.572 hektare akan dikembangkan. Perjanjian atau penandatanganan MoU antara PT MEG dan Xinyi di China  hanya seluas 2.000 hektar, ini yang akan kita kembangkan dulu dan lepas dulu dari saudaranya.
     PT MEG disebut-sebut merupakan anak perusahaan Artha Graha Network (AG Network), perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Tomy Winata. Tomy Winata juga kerap terlihat menghadiri sesi pembangunan di Pelabuhan Batam dan Kawasan Perdagangan Bebas  (KPBPB) terkait PT MEG. Misalnya saja saat Kementerian Koordinator  Perekonomian menyelenggarakan pelaksanaan Program Pembangunan Daerah KPBPB Rempang  Batam pada 12 April 2023. Di hadapan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Tomy Winata terlihat berfoto bersama (mengenakan kemeja berwarna biru).

     Menanggapi protes masyarakat Rempang, Presiden Joko Widodo meminta agar Taman Ekologi Rempang menjadi Proyek Strategis Nasional (NSP) tetap dilanjutkan. Xinyi Glass Holdings Ltd juga berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai $11,5 miliar di darat. . Proyek seluas 2.000 hektare tersebut akan menjadi pabrik  produsen kaca asal Tiongkok, Xinyi Glass Holdings Ltd.
Menurutnya, hak-hak masyarakat harus dihormati sepenuhnya dan segera. Sebab, selama ini masyarakat  enggan merelokasi karena jauh dari tempat tinggal nelayan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline