Lihat ke Halaman Asli

Buruh, Pengusaha, dan Pemerintah

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Belakangan ini sedang gencar demostrasi yang dilakukan oleh buruh baik di tingkat Kabupaten/Kota, maupun di tigkat Provinsi di Indonesia. Mereka menuntut kenaikan upah buruh yang dinilai belum cukup untuk kehidupannya. Sebenarnya, pemerintah sebelumnya telah menikkan upah buruh di berbagai kota misalnya, Upah Minimun Provonsi (UMP) di DKI Jakarta yang sebelumnya sebesar 1,53 juta naik menjadi 2,2 juta pada tahun 2013. Namun kenaikan upah yang diterima para buruh tersebut masih dinilai belum cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya. Mereka beranggapan bahwa UMP yang di tetapkan tersebut masih belum memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta. Merekapun menuntut kenaikan upah hingga 3,7 juta di tahun 2014 mendatang.

Hal ini tentunya sangat berdampak bagi pengusaha dan perusahaan terutama perusahaan-perusahaan kecil. Dalam menjalankan suatu perusahaan, stabilitas merupakan aspek kunci bagi para pelaku industri untuk dapat mempertahankan operasional mereka. Dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar itu, dikhawatirkan perusahaan akan bangkrut atau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran dan justru tingkat pengangguranpun akan semakin bertambah.

Demostrasi yang dilakukan oleh para buruh sebenarnya berkaitan tantang 24 aspek tambahan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diantaranya berupa lipstik, jaket, jam tangan, payung, rumah tipe 36, dan lain sebagainya. Para buruh menilai bahwa 60 aspek Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebelumnya sudah tidak relevan lagi. Kini standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diminta oleh para serikat buruh meenjadi 84 aspek. Tentu sangat sulit bagi perusahaan untuk memenuhi semua tuntutan itu. Berbagai demonstrasi yang dilakukan oleh para serikat buruh harus dapat dibendung oleh para pengusaha dan pemerintah. Tuntutan buruh yang tidak rasional akan membuat keuangan perusahaan menjadi tidak stabil dan nantinya justru malah merugikan para buruh itu sendiri. Ketidakseimbangan antara keuntungan perusahaan dengan biaya operasional dan gaji para pegawai yang harus dikeluarkan akan membuat perusahaan sulit untuk menjalankan industrinya.

Dalam menyikapi hal ini pemerintah harus membuat keputusan yang tegas dan adil. Pemerintah harus mampu menggolongkan standar upah dengan perusahaan-perusahaan yang ada. Selain itu, penetapan standar upah yang diterima para buruh harus disesuaikan dengan berbagai aspek misalnya tingkat pendidikan, pengalaman, masa kerja, ataupun hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi suatu perusahaan dalam menggaji para karyawannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline