Jika anda penggemar film, teater dan pertunjukan live yang lain. Pastinya tidak asing ketika terdengar suara berpadu dengan gambar atau tulisan "dengan bangga mempersembahkan" lalu si Voiceover (pengisi Suara) menyebut judul dan mana penciptanya, itulah kesan pertama yang ditangkap pirsawan agar lebih mengerti alur cerita sekaligus siapa yang dibelakang layar dan aktor utama maupun figuran dalam sebuah pertunjukan. Mungkin lebih kurangnya seperti itu. Dari glamournya dunia entertainment, sejenak kita beralih ke dunia nyata, tempat dimana gejala alam, gejala sosial, dan gejala pikiran saling berbenturan satu sama lainya, sangat rumit, penuh dialektika, bahkan saling menegasikan, untuk sebuah masa depan manusia yang harmoni (maaf saya gunakan Kata HARMONI, semoga tanpa menghilangkan substansi) dan berkeadilan sosial. Sebutlah Jarwo (45 Th) sebagai lakon utamanya, ya cukup jarwo saja...., begitulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Dia tinggal di daerah pinggiran Kota, profesinya Buruh pabrik sekaligus "Ngobyek" jadi buruh tani musiman, maklum Upah sebulan hanya 1.129.000,- tak cukuplah untuk sambung hidup bagi 3 anaknya serta 1 istri yang masih setia menemani bersama di kala suka duka maupun asam dan garam kehidupan. Sudah 10 tahun lebih kehidupan Jarwo, bergelut dengan kerasnya dunia, toh- dia masih akrab dengan kemiskinan. Bukanya dia tak mampu keluar dari lobang hitam kemiskinan, semua energi dan seluruh potensi rohani yang dia miliki sudah dikeluarkan, demi mengangkat derajat hidupnya yang lebih bermartabat sebagai manusia utuh. Jarwo pun merenung, mencoba menerawang dunia dengan segala kemampuanya. Dalam renunganya itu ternyata, dia juga belum menemukan kenapa nasibnya buruk seperti ini, mungkin bukan hanya Jarwo semata yang mengalami nasib tak beruntung, puluhan Juta sejawatnya di negeri ini mungkin sama seperti dia. "Ah sudahlah, hari ini kan akhir bulan, artinya bentar lagi gajian", gumam dihati Jarwo seraya mencoba menghibur dirinya, dia pun akhirnya bergegas tidur karena malam mulai larut. Jam 04.00 subuh seperti biasa Jarwo bangun dan menuju sawah milik Juraganya, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah kontrakanya. Sampai jam 06.30 dia bekerja di sawah seluas 3 Hektare itu. Dalam perjalanan pulang Jarwo menemukan 2 Lembar koran nasional edisi 4 hari yang lalu, dia membaca sekilas kolom berita politik, hukum dan ekonomi. Karena ada ketertarikan akhirnya 2 lembar koran dibawahnya pulang untuk dibaca. Sembari melepas lelah di beranda rumahnya minta di buatin Istrinya Kopi, saat itu anak-anaknya mau berangkat sekolah. Lazimnya anak kecil, sebelum berangkat sekolah mereka minta uang saku ke orang tuanya, "Pak kami pamit dulu mau berangkat sekolah, minta uang saku ya?... dengan polosnya ketiga anak Jarwo berharap kepada Bapaknya agar memberi uang saku. Maksud hati Jarwo juga ingin memberi tapi nampaknya kantong Jarwo memang kering kerontang, yang tersisa tinggal 3000 rupiah digunakan untuk berangkat kerja ke pabrik yang berjarak 4 Km dari kontarkan rumahntya, seketika dilema menghinggapi pikiran pria 45 tahun itu, karena dihadapkan pada 2 pilihan yang sama sama penting, yakni membagi rata duit yang tersisa itu pada 3 anaknya atau untuk tranport PP ke tempat kerja pabrik tempat bekerjanya?.... Akhirnya Jarwo dengan Ikhlas memberikan duit yang tersisa itu pada 3 anaknya, mau ga mau ketika dia berangkat kerja jam 08.00 nanti harus rela Jalan kaki atau memutar otak bagaimana supaya sampai di pabrik jam 08.30 pagi. Untuk meredakan konflik pikiranya itu diia membuka dan membaca 2 lembar koran bekas yang berada di samping cankir kopinya, harapanya dapat berita yang positif seputar dunia ekonomi dan politik yang berguna demi masa depanya sebagai buruh pabrik, ya hitung-hitung sambil Ngarep- istilah anak gaul sekarang. Alhasil-Jarwo yang Ngarep berita baik, setelah membaca koran itu ternyata mendapatkan info penting walaupun sangat pait kenyataanya karena sang penguasa negeri saat ini "dengan bangga mempersembahkan" kepada rakyatnya: Pertama rencana Revisi UU Ketenagakerjaan NO 13 2003, Kedua Kriminalisasi terhadap para pejuang dari berbagai organisasi rakyat, Ketiga pemerintah berencana mencabut subsidi BBM secara bertahap dengan pola pembatasan pengunaan premium pada kendaraan bermotor, keempat pemerintah kuekeh menaikkan tarif dasar listrik, kelima pengusuran lahan demi proyek infrastruktur dan masih banyak lagi persembahan penguasa pada rakyat yang memilih dia. Sementara itu disisi lain, Jarwo belum banyak melihat "dengan banggga dipersembahkan" perlawanan rakyat kepada penguasa. Pukulan demi pukulan yang diarahkan rakyat kepada penguasa dalam berbagai bentuk tampaknya masih belum terlalu kuat efeknya bagi pertahanan sang penguasa ini. Jarwo merenung sejenak "Bukankah kebanggaan rakyat saat ini, adalah kesanggupan untuk mempersembahkan perjuangan bersama merubah dari nasib kere menjadi lebih beradad ?....." Akhirnya Jarwo mengambil kesimpulan, Memang saya bekerja di Pabrik dan menjual tenaga saya untuk upah yang sebenarnya sangat tidak layak tapi kebanggaan saya dan teman-teman ternyata didzolimi dan dicuri demi untung besar yang diambil langung dari nilai kerja di pabrik itu. Saya (Jarwo) beranggapan bahwa "dengan bangga mempersembahkan" sebenarnya itu adalah hasil kerja kita semua yakni WONG CILIK bukan WONG GEDE Bagaimana dengan kebanggaan Anda, jangan-jangan.... samakah dengan Jarwo atau sebaliknya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H