Malam perlahan turun menemui penghuni bumi di belahan paling barat
sementara mentari perlahan merangkak naik di bagian bumi paling timur
mengikuti irama hukum alam dalam dualismenya yang sempurna.
Sementara itu dalam bayang-bayang antara setengah sadar dan mimpi, di batas hari dan malam
kenangan-kenangan akan sahabat meliuk dan manari-nari, bagai paduan suara dan lenggok tarian kepada dewa-dewi
menawan hati dan menggerakkan jiwa akan waktu yang pergi dan takkan kembali.
Kepada kawan-kawan yang kini menapaki jalannya menjelajahi dunia dengan beribu warna dan rupa
kemarin terlalu cepat berlalu, mungkin
dan kemarin-kemarin entah akan menjadi besok-besok
saat di mana bersua mungkin serupa angan dan mimpi
namun selalu ada kebetulan yang tak terduga.
Sunyi malam seperti ini dalam musim dingin yang bisu
temaram lampu dan sepoi angin berhembus
selalu jadi alasan merangkai kata dan membangkitkan ingatan
satu per satu nama dan wajah berarak di pelupuk mata
lalu turun ke kedalaman jiwa
mencari setiap pesan yang tertinggal dan kata yang menggema
yang pernah terucap atau yang tak sempat berbentuk sabda
agar tetap terpelihara dan jadi batu penjuru
menapaki jalan-jalan kehidupan yang kadang lurus, kadang terjal dan berliku.
Baris-baris kata ini mengalir begitu saja seperti banjir di musim hujan membawa pergi semua hambatan: mari beralih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H